Militansi dan pergerakan tweet yang terkoordinasi dari para penggemar boyband dan girlband Korea Selatan ini patut dijadikan pelajaran bagi para cebong dan kampret yang kerap kalah kompak. Niat jadi pusaran berita dengan target trending twitter nomor wahid, malah selalu kalah suara dibandingkan trending k-pop. Itulah fakta yang terjadi sepanjang tahun 2020 yang lalu, dan pasti akan tetap niscaya di tahun 2021 sekarang.

Paling banter, peristiwa-peristiwa penting di Indonesia hanya akan bisa disaksikan dengan cara scroll hingga peringkat buncit trending twitter Indonesia. Itupun dengan jumlah kicauan yang nggak pernah bikin gempar, lebih sering sebanyak lima ribuan jumlahnya. Meskipun terkadang bisa saja mencapai sepuluh hingga lima belas ribu kebisingannya, dengan catatan khusus: biasanya kasus urusan selangkangan.

Trending Twitter K-Pop yang Masif

Banyak yang seringkali geram dengan adanya trending k-pop yang terjadi setiap hari, saya salah satu yang merasa terganggu dengan hal itu. Bahkan saya punya saran yang solutif bagi CEO Twitter Jack Dorsey, baiknya dibuat satu algoritma khusus yang bisa menyeleksi tampilan trending k-pop. Maksud saya, mbok ya o, trending k-pop itu biar muncul di kolom search para pengguna twitter yang memang penggemar k-pop saja.

Saya jadi sering bertanya-tanya, memangnya para penggila k-pop itu nggak menua ya? Saya kira-kira kemungkinan usia para penggemar k-pop itu ada di sekitaran anak SMA. Sementara trending k-pop sudah terjadi selama bertahun-tahun lamanya, bahkan satu dekade lebih usianya. Mereka kan mestinya sudah lulus SMA dong sekarang, punya real life yang penuh kesibukan kuliah nggak sih, atau pusing kuliah online selama setahun pandemi ini? Nggak ya kayaknya? 

Barangkali plot twist paling mengerikan dari semua keganjilan trending k-pop dunia itu, jangan-jangan mereka dibayar dong kayak buzzer dan influencer di Indonesia. Ya kalau itu kenyataannya, maka bukan hal yang mengherankan sih mengingat besarnya bayaran yang didapatkan. Eh, besar kan ya bayaran pada buzzer itu, sampai ada yang jadi komisaris beberapa perusahaan BUMN lho. 

Kayaknya sih bayaran para pegiat trending k-pop jauh lebih besar, ya minimal seratus ribu rupiah sekali naikin hashtag kali ya. Wong tahun 2019 saja catatan tweet yang berkaitan dengan k-pop sudah tembus enam miliar jumlahnya kok. Bahkan nggak cuma trending di Indonesia, di Uni Emirat Arab saja yang isinya akhwat-akhwat bercadar, k-pop selalu trending setiap hari lho. Bisa membayangkan anak cewek para taipan minyak yang teriak-teriak nonton k-pop di balik balutan niqab?

K-pop Telah Menguasai Dunia

Semua kecenderungan media sosial itulah yang menjadi bukti bahwa k-pop telah lama menguasai dunia. Sejak meledaknya Super Junior dan Girls Generation ke kancah internasional, keniscayaan popularitas BTS dan Blackpink bukan lagi hal yang luar biasa. Bahkan kini kiblat musik dunia ramai-ramai menjalin kerjasama dan single bilingual dengan Lisa, Rose Jisoo, dan Jennie. Sungguh kemungkinan yang tidak pernah terpikirkan lima belas tahun ke belakang.

Akhir tahun 2020 telah membunuh polarisasi cebong dan kampret lewat masuknya Sandiaga Uno ke dalam kabinet. Barangkali kesibukan yang bisa jadi selingan bagi para kampret yang kehilangan arah dan sekumpulan cebong yang nggak lagi punya lawan, adalah ikut-ikutan meramaikan trending-trending harian k-pop kenamaan. 

Barangkali kegiatan ngetwit tentang k-pop itu bisa mengawetkan skill bertarung dan berdebat di depan layar ponsel pintar setidaknya sampai empat tahun ke depan. Ketika musim politik kembali tiba dan buzzer bayaran mulai panen penghasilan, hidup bahagia bergelimang harta demi uang jajan anak dan istri kesayangan. Satu hal yang paling saya nantikan sebenarnya adalah saling serang antara kelompok “paramiliter” penggemar k-pop.

Maksud saya begini, tahun 2014 dan 2019 lalu kan kita sudah menjadi saksi betapa para musisi Indonesia, dari yang muda hingga tua, dari yang dangdut, pop, bahkan jazz, saling silang suara dalam kampanye calon presiden junjungan masing-masing. Nah, mestinya dengan pundi uang kampanye yang miliaran itu, bisa dong kubu merah menyewa Blackpink, dan kubu putih merangkul BTS.

Saya bisa membayangkan betapa mengerikan ajang kampanye yang terjadi diantara keduanya. Militansi penggemar BTS yang kira-kira didominasi kaum hawa, dibenturkan dengan fanatisme para jomblo dan bapak-bapak paruh baya yang gemar memelototi semua dance performance Blackpink. Semuanya demi kampanye presiden Indonesia 2024, nggak perlu lagi isu black campaign atau topik sara yang meresahkan persatuan bangsa.

Penyunting: Halimah
Sumber gambar: Kpop Chart