Tanggal 1 Juni kemarin bangsa Indonesia memperingati hari kelahiran Pancasila. Momentum yang menjadikan kita kembali mengingat fondasi bangsa. Sebagai anak muda, tentu kita mesti mampu menghafal lima sila dalam Pancasila. Sebab, untuk mengamalkan sila-sila dalam Pancasila memang kita harus hafal dahulu. Oleh karena itu, saya hendak berbagi panduan mujarab dari buku berjudul Memoar Pulau Buru (Indonesia Tera, 2004) karangan Hersi Setiawan.

Beberapa waktu yang lalu, pernah terjadi fenomena unik pada ajang pemilihan Miss Indonesia. Ada salah satu finalis yang tidak hafal Pancasila. Padahal, sejak bangku sekolah dasar kita sudah dibiasakan menghafal lima sila Pancasila saat upacara bendera. Akan tetapi, hafalan tersebut kadang bisa hilang tiba-tiba atau bahkan lupa seiring bertambahnya usia dan banyaknya urusan.

Poin pancasila saja banyak yang masih kelupaan, apalagi lambang dari sila Pancasila. Lambang dari kelima sila Pancasila itu mengandung makna filosofis begitu mendalam sehingga jika lekat dengan lambangnya maka akan semakin mudah untuk menghafal, lalu mengamalkannya.

Pancasila dalam Memoar Pulau Buru

Dalam buku ini, ada seorang tokoh tahanan politik yang sangat kocak bernama Supardjo. Hersi menulis dengan begitu piawai hingga tokoh Pardjo dalam penuturannya membuat saya sebagai pembaca tercengang.

Awalnya saya terkejut membaca pesan yang disampaikan Pardjo dalam kutipan buku ini. Saya pikir itu sebuah ejekan untuk Pancasila sebagai dasar negara. Namun, setelah dipertimbangkan dengan realita ternyata poin itu bisa menjadi hafalan kilat sila dalam Pancasila beserta lambangnya.

Isi dari buku yang membuat saya terkejut itu begini:

  • 1. Ketuhanan yang berbintang
  • 2. Kemanusiaan yang dirante
  • 3. Persatuan di bawah pohon beringin
  • 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh kerbo
  • 5. Keadilan sosial di kuburan.

Santai dulu kawan, jangan anggap itu penistaan Pancasila. Karena pada buku itu diterangkan secara jelas dan perlu diberi garis bawah. Bahwa celetukan Pardjo tersebut bukan untuk merubah konteks isi sila Pancasila. Saya yakin, Hersi Setiawan merangkai sila seperti itu adalah sebagai metode menghafal cepat sila Pancasila beserta lambangnya.

Ungkapan Parjdo dalam penjelas novel tersebut membuktikan bahwa metode itu diperuntukkan bagi tahanan politik di Pulau Buru agar cepat menghafal Pancasila beserta lambang silanya. Sehingga tidak ada maksud untuk menghina dan/atau mengubah sila dalam Pancasila.

Penuh Kejenakaan

Sekarang mari kita perjelas tiap kalimat dalam buku Memoar Pulau Buru karangan Hersi Setiawan tersebut. Sila pertama, ketuhanan yang berbintang. Maksudnya, sila pertama Pancasila berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” dengan lambang Bintang. Bintang yang berwarna emas itu dapat kita artikan sebagai sebuah cahaya Tuhan yang berperan sebagai cahaya kerohanian bagi setiap manusia.

Sila kedua versi tuturan bung Pardjo, kemanusiaan yang di rantai. Sila kedua Pancasila berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” dilambangkan dengan Rantai. Rantai pada lambang Pancasila tersusun dengan mata rantai yang berbentuk persegi dan lingkaran yang terdiri dari 17 buah mata rantai yang saling menyambung.

Mata rantai yang berbentuk persegi tersebut melambangkan pria. Sedangkan mata rantai berbentuk lingkaran melambangkan wanita. Hal ini menandakan adanya kesetaraan dan keadilan gender antara pria dan wanita sebagai hubungan manusia yang saling membantu.

Selanjutnya, persatuan di bawah pohon beringin. Sila ketiga dari Pancasila, “Persatuan Indonesia” berlambang pohon beringin. Pohon yang selalu meneduhkan. Bermakna bahwa Indonesia adalah tempat berteduh dan berlindung.

Pada sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh kerbo. Sila keempat Pancasila “Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan”. Lambangnya kepala banteng. Banteng merupakan hewan yang gemar hidup bersosial atau berkelompok. Secara filosofis bahwa manusia Indonesia selayaknya bersifat serupa, pengambilan keputusan sebaiknya dilakukan melalui musyawarah.

Sila terakhir, keadilan sosial di kuburan. Sila kelima Pancasila ialah “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, berlambang padi dan kapas. Padi itu makanan pokok yang akan dikonsumsi sampai ke kuburan, begitu pula kapas selalu ada setiap orang menuju kuburan.

Bung Pardjo dengan piawai menuliskan kuburan. Secara makna padi dan kapas berarti sebagai salah satu kebutuhan dasar, yang berupa sandang dan pangan rakyat Indonesia tanpa melihat status dan kedudukannya. Lambang ini juga memiliki makna bahwa tidak adanya kesenjangan antara rakyat yang satu dengan yang lainnya.

***

Buku Memoar Pulau Buru layak jadi rujukan baik sebagai panduan cara cepat menghafal Pancasila beserta lambangnya. Tanpa maksud apa pun, buku itu tentu dipenuhi kejenakaan bung Pardjo dalam beberapa tuturan, termasuk soal hafalan Pancasila dan lambangnya. Metode hafalan itu penting, sebab untuk mengamalkan Pancasila mutlak hukumnya untuk hafal silanya dahulu.

Editor: Nirwansyah

Gambar: Goodreads