Tren berkebun di rumah belakangan ini menjadi hal yang cukup digandrungi oleh anak muda. Selain sebagai upaya untuk mendukung kampanye ketahanan pangan di masa pandemi, berkebun di rumah juga menjadi salah satu aktivitas yang banyak dipilih untuk mengisi waktu luang kala mengikuti anjuran pemerintah agar tetap beraktivitas di rumah saja.

Dalam kesempatan lain, saya juga sedikit banyak melihat dan mengamati mengenai kisah-kisah anak muda yang memilih untuk menjadi petani usai menyelesaikan masa pendidikannya. Entah di sekolah ataupun di perguruan tinggi. Ada yang lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik lalu memilih kembali ke desa dan memulai menjadi petani, ada yang lulusan Teknik Elektro lalu menjadi petani hidroponik, dan masih banyak lainnya.

Lantas, memangnya seberapa besar prospek menjadi petani di masa kini?Sehingga tidak sedikit anak muda yang memilih untuk memulai menjadi petani dibandingkan tetap mempertahankan idealismenya mencari pekerjaan yang sesuai dengan ranah keilmuan yang dipelajarinya kala belajar di sekolah ataupun perguruan tinggi?

Stereotip Petani di Kalangan Generasi Muda

Menjadi seorang petani adalah salah satu profesi yang hingga saat ini masih dipandang sebelah mata oleh sebagian besar generasi muda. Mulai dari penghasilan yang minim, keterbatasan akses lahan, hingga stereotip mengenai petani yang dianggap kuno, kumuh dan lain sebagainya.

Arus urbanisasi menjadi salah satu faktor penyebab mengapa kemudian anak-anak muda di pedesaan lebih memilih untuk merantau ke kota besar untuk mencari uang dibandingkan harus menetap di desa dan menjadi petani. Selain karena stigma yang diciptakan oleh masyarakat, daya tarik kota besar dengan segala fasilitasnya memang menjadi faktor pendorong anak muda merantau ke kota besar.

Perkembangan Teknologi Pertanian yang Ramah Lingkungan

Sebelum teknologi pertanian berkembang pesat seperti saat sekarang ini. Bertani selalu identik dengan yang namanya lahan, modal, serta rangkaian bertani sejak bercocok tanam hingga panen yang cukup melelahkan.

Namun, tampaknya hal tersebut sudah berbanding terbalik dengan kondisi saat ini. Kini, perkembangan teknologi pertanian yang mengusung spirit ramah lingkungan telah banyak merubah cara pandang masyarakat mengenai bertani. Kalau sebelumnya bertani selalu identik dengan hal-hal yang melelahkan, kumuh dan sebagainya. Kini, bertani adalah sebuah hal yang menyenangkan. Tren berkebun di rumah jadi contohnya.

Selain tidak membutuhkan lahan yang luas karena cukup memanfaatkan sudut-sudut rumah yang tersedia untuk melakukan cocok tanam, hal lain yang menjadi daya tarik adalah mengenai hasil produk pertanian yang lebih sehat karena tidak menggunakan pestisida ataupun bahan-bahan kimia lainnya.

Harus diakui bahwa, hal-hal seperti inilah yang sejatinya digandrungi oleh anak muda jaman sekarang. Sesuatu yang instan.

Sektor Pertanian Memiliki Prospek yang Menjanjikan

Ketika pandemi merebak di seluruh penjuru dunia, hampir semua sektor terkena dampak yang cukup signifikan. Mulai dari sektor jasa, keuangan, pendidikan, pariwisata dan lain sebagainya, semuanya babak belur dihantam oleh pandemi.

Berbeda halnya dengan beberapa sektor diatas, sektor pertanian digadang-gadang menjadi salah satu sektor yang akan tetap bertahan bahkan disebut memiliki prospek yang menjanjikan di tengah merebaknya wabah. Alasannya tentu sederhana, bagaimanapun kondisinya, pangan akan tetap menjadi kebutuhan paling esensial bagi manusia.

Di sisi lain, tren pertanian masa depan yang mengusung spirit ramah lingkungan juga kini memiliki pangsa pasar yang sangat potensial. Penyebabnya adalah karena sudah semakin banyak masyarakat yang mulai sadar akan pentingnya mengkonsumsi makanan organik yang secara kesehatan lebih layak dikonsumsi karena tidak mengandung bahan kimia berbahaya. Potensi inilah yang kini mulai dilirik oleh generasi muda untuk merintis usaha pertanian.

Menurut saya, anak muda yang memilih jalan hidup menjadi petani adalah mereka yang memiliki jiwa revolusioner. Apalagi kalau mereka adalah orang-orang yang sebelumnya telah mengenyam pendidikan tinggi. Namun, tentu setiap pekerjaan juga membutuhkan ketekunan untuk melakukannya. Maka dari itu, menjadi petani atau apapun, kalau mau sukses tetap harus tekun dan sabar. Tanpa melibatkan hal tersebut, kesuksesan adalah sebuah keniscayaan yang fana.

Saya rasa, menjadi petani adalah sebuah pekerjaan yang mulia, entah itu dahulu, kini ataupun nanti. Tanpa adanya petani, entahlah seperti apa nasib-nasib kita-kita ini yang kerap meremehkan profesi petani. Mungkin sudah meninggal karena tidak ada yang memproduksi bahan makanan untuk dikonsumsi dan baru tersadar bahwa ternyata uang tidak bisa dimakan.

Jadi akankah tren berkebun di rumah menjadi gerakan berkelanjutan kedepan?