Bebebapa hari yang lalu, saya melihat salah satu unggahan dari akun Instagram milik Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Unggahan tersebut berisi potongan ceramah dari Gus Muwafiq yang berbicara mengenai pentingnya menanamkan komitmen kebangsaan khususnya pada generasi muda.

Beliau memberikan contoh mengenai upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh generasi muda untuk menanamkan komitmen kebangsaannya, salah satunya adalah melalui produksi animasi kartun. Dalam hal ini salah satu kartun yang dicontohkan oleh Gus Muwafiq adalah kartun Upin & Ipin dari Malaysia.

Sebagai seorang kakak dari adik berusia 5 tahun, saya pun cukup sedih dan tersindir dengan hal tersebut. Bagaimana tidak, Upin & Ipin memang menjadi salah satu kartun favorit yang disukai oleh adik saya. Bahkan, sesekali dia lebih memahami bahasa melayu daripada bahasa Indonesia. Dia lebih paham istilah bomba daripada pemadam kebakaran, mungkin juga dia lebih hafal lagu Si Katak Lompat daripada Cicak Cicak di Dinding.

Upin & Ipin dan Komitmen Kebangsaan

Upin & Ipin adalah salah satu serial animasi kartun anak-anak yang diproduksi oleh Les’ Copaque Production, Malaysia. Kartun ini mengudara sejak tahun 2007 dan hingga saat ini telah berhasil membuat ratusan episode yang ditayangkan di berbagai negara, tidak terkecuali Indonesia. Kartun ini menonjolkan aspek kebudayaan yang sangat kental dengan menggunakan latar tempat di sebuah perkampungan bernama Kampung Durian Runtuh.

Seperti yang disebutkan oleh Gus Muwafiq di atas, kartun Upin & Ipin sendiri memang sangat kental dengan nilai-nilai kebangsaan dan toleransi. Sebagaimana dalam kartun tersebut anak-anak asli Malaysia yang diwakili oleh tokoh Upin, Ipin, Mail, Ehsan, Fizi, Ijat, Zul dan lainnya memiliki teman yang berasal dari beragam ras yang berbeda. Contoh, tokoh Mei-Mei yang merepresentasikan keturunan Tionghoa, Jarjit yang merepresentasikan keturunan India, hingga Susanti yang merepresentasikan keturunan Indonesia.

Hal ini secara tidak langsung memberikan doktrin tersendiri bagi anak-anak yang menonton mengenai bagaimana pentingnya saling bertoleransi dan saling menerima diantara perbedaan yang ada.

Satu hal yang juga patut diapresiasi dari kartun ini adalah pengenalan budaya bangsa yang banyak sekali diangkat dan dituangkan di berbagai episode. Dan poin inilah yang dimaksud oleh Gus Muwafiq sebagai komitmen kebangsaan.

Indonesia dan Krisis Identitas Kebangsaan

Indonesia sendiri sejatinya tidak dapat dikatakan tertinggal dalam hal pembuatan serial animasi kartun anak-anak. Ada Adit dan Sopo Jarwo, Si Entong, hingga Nussa dan Rara.

Apabila dilihat dari kualitas grafisnya, kartun karya anak bangsa tersebut tidak bisa dianggap jelek. Namun, ada yang perlu digaris bawahi disini: selain kualitas grafis yang baik, alur cerita juga berpengaruh terhadap kualitas sebuah animasi kartun. Lebih baik kalau alur ceritanya mengajarkan nilai-nilai moral dan kebangsaan yang baik untuk diserap oleh anak-anak.

Berkebalikan dengan Upin & Ipin, kartun karya Indonesia sendiri cenderung menyajikan cerita yang membosankan dan kurang memberikan pesan yang positif. Sebagai contoh, serial Adit dan Sopo Jarwo yang seolah menonjolkan dua sosok pengangguran yang kerap mencari untung dengan cara-cara yang kurang baik.

Selain itu, ada Nussa dan Rara yang sering disebut sebagai representasi “Islam Kaku” karena tokoh Nussa dan Rara yang cenderung menampilkan edukasi agama yang formalistik kepada anak-anak.

Bahkan dalam salah satu episode, Nussa enggan untuk melakukan kontak fisik dengan perempuan asing sebelum akhirnya Nussa mengetahui bahwa perempuan tersebut adalah tantenya sendiri. Hal inilah yang malah dikhawatirkan akan menimbulkan degradasi moral dan kebangsaan bagi anak-anak Indonesia yang sangat majemuk kedepannya.

Pentingnya Menanamkan Komitmen Kebangsaan Sejak Dini

Seperti yang sudah diketahui bersama, saat ini Indonesia sedang berada dalam pusaran intoleransi, hoaks, konflik antar golongan dan sebagainya. Hal seperti inilah yang seharusnya menjadi perhatian bersama untuk menangkal munculnya konflik horizontal dalam masyarakat.

Saya sepakat dengan apa yang dikatakan oleh Gus Muwafiq, bahwa anak muda memiliki peran sentral dalam membangun komitmen kebangsaan dengan cara-cara milenial pula tentunya.

Entah melalui kartun ataupun media lainnya, pengenalan akan budaya asli Indonesia harus dilakukan secara masif. Anak-anak Indonesia harus dikenalkan dengan budaya aslinya yang memang dijumpai dalam aktivitasnya sehari-hari. Sehingga, anak-anak Indonesia akan tumbuh dan berkembang dalam keadaan yang mengenal baik identitas bangsanya sendiri serta tidak mudah dipecah belah oleh berbagai konflik kepentingan yang ada.

Disisi lain, komitmen kebangsaan juga menjadi tanggung jawab Pemerintah melalui fasilitas-fasilitas yang dimilikinya. Pajak yang seringkali salah sasaran alangkah lebih baik jikalau digunakan untuk memproduksi konten-konten yang bermanfaat bagi penguatan identitas bangsa.

***

Daripada saling kritik tanpa solusi, lebih baik diam dengan karya.

Penulis: M Bagas Wahyu Pratama

Penyunting: Aunillah Ahmad