Pergelaran MotoGP Sirkuit Mandalika mengundang perhatian karena penuh dengan cerita keunikan, hingga peran penting pawang hujan MotoGP
Gelaran balap motor paling bergengsi di dunia, MotoGP akhirnya bergulir lagi di Indonesia setelah 25 tahun lamanya.
Gelaran motor ini terakhir yang di gelar di Indonesia pada tahun 1997, di sirkuit Sentul. Pada waktu itu yang menduduki podium adalah sang legenda hidup MotoGP, Valentino Rossi.
Dalam sebuah gelaran kompetisi kelas internasional pasti ada sekelumit cerita di balik kemegahannya. Sekelas gelaran piala dunia sepak bola 2014 di Brazil aja punya segudang cerita menyenangkan dan suramnya. Apalagi gelaran kelas internasional yang diadakan di negara tercinta kita, Indonesia.
Dimulai dari event olahraga terbesar se-Asia, Asian Games tahun 1962. Asian Games ke-4 ini gak main-main digarap sama presiden pertama kita, Ir. Soekarno.
Gak nanggung-nanggung, kita sampai harus membangun Stadion Gelora Bung Karno yang katanya jadi salah satu proyek mercusuar yang dilakukan Pak Karno waktu itu.
Karena Asian Games 1962 juga, Televisi Republik Indonesia atau TVRI berdiri guna menyiarkan agenda besar ini yang lalu jadi kanal televisi nasional kita pada waktu itu.
Selain Asian Games tahun 1962, Asian Games tahun 2018 juga menyisakan sekelumit cerita. Mulai dari megahnya pembukaannya, “tayangan” aksi Presiden Jokowi freestyle pake motor gede, pembangunan wisma atlet yang sekarang jadi tempat karantina pasien covid, kali item yang super bau di dekat wisma atlet itu sendiri, dan masih banyak lagi.
Belum lagi kalo ceritanya dicampur adukkin sama politik, ya yang goreng Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan karna kali item yang ganggu wisma atlet sampai katanya Asian Games jadi salah satu langkah Pak Erick Thohir jadi menteri di kabinetnya Pak Jokowi selanjutnya. We don’t even know
Sampai pada kali ini perhelatan Pertamina Mandalika MotoGP yang juga menyisakan banyak cerita. Pembangunan sirkuit yang katanya ga penting karena di tengah pandemi covid-19, juga isu kemanusiaan dalam pembangunan sirkuit.
Pokoknya banyaklah cerita pro dan kontra dibalik megahnya sirkuit ini. Tapi, dari setiap apa yang dilakukan, pasti ada hal yang didapatkan oleh Indonesia sendiri.
Dunia Tau Kalau Indonesia Nggak Cuma Bali
Setiap perhelatan kelas internasional, udah bisa dipastikan kalo event tersebut bakal membawa dampak peningkatan pada ekonomi warga lokal, pasti.
Nah, dari perhelatan MotoGP di Mandalika ini juga sudah pasti ningkatin perekonomian di sekitar Mandalika dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Tapi, ada yang banyak yang gak kita sadari kalau dari perhelatan ini banyak banget hal yang terekspos oleh dunia tentang Mandalika, Lombok, dan NTB.
Gak cuma tentang sirkuit yang katanya punya kualitas nomor wahid, tapi juga aktifitas, keunikan budaya, wisata alam yang secara cuma-cuma diekspos oleh pembalap-pembalap MotoGP.
Ada yang iseng joging, ada yang ngefoto orang bonceng tiga, ada yang random motoran ke tempat antah berantah tapi indah, dan segala macem nya.
Ya, walaupun kita juga tau kalo pembalap-pembalap itu nyari followers.
Tapi, seenggaknya banyak pasang mata di dunia ini tau ada suatu tempat di Indonesia yang gak kalah keren budaya dan tempatnya dari Bali, Yogyakarta, dan Jakarta yang popularitasnya mungkin paling tinggi.
Bakal banyak orang di belahan dunia lain mulai aware tentang Mandalika dan sekitarnya. Harapannya dari sebuah awareness bakal menjadi sebuah interest dan banyak orang di luar sana yang jadi punya opsi lain kalau jalan-jalan di Indonesia.
Gak harus ke Bali dan tempat-tempat lainnya yang udah terlalu mainstream dikunjungi di Indonesia.
Pawang Hujan Adalah Profesi Khas Indonesia
Siapa yang gak tau kalau di perhelatan MotoGP kali ini gak cuma polisi dan tentara yang pasang badan untuk kelancaran acara.
Ada juga pawang hujan MotoGP yang pasang badan buat bantu kelancaran seri balapan kali ini. Sebenernya udah jadi hal yang lumrah setiap ada event internasional di Indonesia selalu ada pawang hujan yang bekerja, mengingat cuaca di Indonesia yang makin tak menentu.
Pawang hujan yang jadi cerita unik MotoGP kali ini memang sebenarnya udah jadi langganan event nasional bahkan internasional sejak Asian Games 2018.
Bedanya, si ibu yang jadi pawang hujan ini diekspos besar-besaran sama media nasional bahkan media MotoGP sendiri –biasanya sih yang begini jarang diekspos, buat apa?
Gimana gak diekspos, si ibu melakukan ritual menggeser hujannya benar-benar, literally di depan pit building atau di depan tempat para rider dan tim bersiap. Hal itu jelas-jelas menarik perhatian pada rider dan tim.
Buat media, apa yang menarik bagi orang, yang jadi daya tarik, adalah hal yang sangat menarik.
Dengan rumus tersebut, berarti si ibu pawang hujan ini jadi magnet yang sangat menarik buat siapapun.
Hal ini jadi menarik dan lucu selain karena pandangan para rider, juga karena gimana bisa di sebuah event balapan yang penuh dengan angka, statistik dan hitung-hitungan ilmiah, panitia tetap percayakan soal cuaca ke pawang hujan MotoGP –bahkan di negara yang punya sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa.
Tapi, mungkinkah dengan klaim yang ditweet sama akun resmi MotoGP di atas malah membuat profesi pawang hujan naik daun?
Mungkinkah event organizer sekelas F1 dan Tomorrowland yang sulit memungkinkan untuk mengadakan acara di indoor mulai mempercayai pawang hujan?
Atau malah pawang hujan asal Indonesia lebih dipercayai daripada dari negara lain dan angka peminatnya melejit, sehingga bisa memberi pemasukan lebih dan dikenakan pajak, lalu membuat Indonesia maju?
Editor: Lail
Gambar: Google
Comments