Kok bisa, membuang sampah pada tempatnya tidak berdampak?
Harus diakui bersama bahwa permasalahan sampah merupakan permasalahan klasik yang selalu saja hangat diperbincangkan. Kepedulian masyarakat akan sampah memang masih tergolong rendah, khususnya sampah plastik. Padahal, sampah jenis ini membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa terurai dengan sempurna.
Dampak sampah plastik ini bukan saja dialami oleh manusia, tapi juga lingkungan. Kita tentu masih ingat berita ditemukannya puluhan ton sampah plastik dalam perut seekor paus yang mati terdampar. Bahkan saya pernah membaca dalam sebuah artikel kalau sebagian besar penyu memakan sampah plastik yang ada di lautan. Ini benar-benar membagongkan.
Dalam upaya membatasi sampah plastik, walhasil pemerintah akhirnya membuat kebijakan, yakni melakukan pembatasan pemakaian kantung plastik sekali pakai di berbagai tempat belanja.
Bagi saya, pembatasan pemakain plastik adalah kebijakan yang bagus, dalam arti niatnya memang baik. Namun tidak tepat sasaran. Ibarat ketika hujan, dan rumah kita bocor, yang diakukan adalah mengepel lantai, bukan menambal atap yang bocor.
Pertama, permintaan masyarakat pada produk plastik sangat tinggi, artinya ada ketergantungan masyarakat terhadap plastik dan memerlukan waktu agak lama untuk mengganti kebiasaan tersebut, jadi nggak bisa langsung sat-set wat-wet dilarang begitu saja. Apalagi pengganti plastik adalah kardus, totebag, dan sejenisnya yang harganya lebih mahal. Haissh.
Kedua, plastik belum bisa digantikan sepenuhnya. Ada beberapa kegunaan plastik yang belum bisa digantikan secara paripurna, seperti fungsi waterproof. Ya, kan nggak lucu kalau kita memakai jas hujan dengan bahan dasar kertas. Seperti halnya mencintaimu, hal tersebut akan sia-sia.
Ketiga, plastik tidak memiliki kaki. Ketika ditemukan plastik di perut paus, atau di dasar lautan, saya rasa yang harus disalahkan bukan plastik, melainkan manusia. Karena itu yang harus dibatasi bukan peredaran plastik, melainkan tindakan manusia.
Sudah sewajarnya kalau manusia yang memiliki akal ini punya pemahaman dan kesadaran bahwa sampah tidak boleh dibuang sembarang, bukan karena akan dimakan paus atau tidak bisa terurai, tapi memang sampah itu tidak boleh dibuang sembarangan!
Keempat, percuma! Gebrakan pembatasan penggunaan sampah plastik atau gerakan membuang sampah pada tempatnya akan sangat percuma jika pengelolaan sampah masih sempoyongan.
Pengelolaan sampah memang masih awut-awutan, ini bukan rahasia umum lagi. Bayangkan saja, betapa sia-sianya usaha kita untuk membuang sampah pada tempatnya karena pada akhirnya sampah tersebut akan dibakar dan mencemari udara.
Pemilahan sampah berdasarkan jenisnya yang dilakukan dari rumah tangga, tempat umum, sekolah, dan sebagainya juga terkesan percuma, karena ketika masuk di TPS, semua sampah kembali dicampur. Iya, sampah organik dan anorganik yang sudah dipisahkan tadi, langsung ditumpuk bagaikan gunung-gunung emas.
Sederet aturan tentang pengelolaan sampah yang diatur di Undang-Undang no. 18 tahun 2008 pun seakan percuma. Misal dalam pasal 13 yang menjelaskan bahwa pengelola kawasan pemukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah.
Ada juga kebijakan pemilahan sampah seperti keharusan pencantuman kode plastik pada kemasan untuk memudahkan pemilahan sampah diatur di pasal 14. Sekedar info saja, dalam kemasan plastik sebenarnya sudah tertera nomor yang memiliki kode daur ulang. Misal nomor 1 sampai 6 menunjukkan kode plastik yang mudah didaur ulang. Kemudian kode 7 merupakan sampak plastik yang sangat sulit didaur ulang.
Pengelolaan sampah memang solusi utama dalam penanganan timbunan sampah yang ada di TPS-TPS berbagai daerah. Namun, saya rasa menunggu perbaikan dalam pengelolaan tersebut akan memakan waktu cukup lama (jika tidak mau dikatakan mustahil).
Selain pengelolaan sampah, sebenarnya ada beberapa cara lain yang bisa dilakukan untuk mengurangi timbunan sampah. Salah satunya adalah membuat gerakan untuk mengumpulkan sampah plastik kemudian menjualnya pada industri plastik.
Menurut penjelasan dari Wahyudi Sulistya (pelaku industri plastik), industri plastik hari ini kesulitan mencari pengepul sampah plastik untuk dijadikan bahan campuran produksi. Sampah plastik memang bisa dan biasa dipakai sebagai campuran dalam pembuatan produk plastik.
Nah, karena keterbatasan pengepul sampah plastik, jadi jangan kaget kalau ada berita tentang impor sampah plastik. Impor tersebut memang salah, namun tidak sepenuhnya yang bersalah adalah industri plastik, karena mereka juga butuh bahan dasar secara instan dan murah.
***
Plastik yang bisa dijual tidak hanya berupa plastik gelas air minum saja, banyak plastik yang sebenarnya bisa dijual kembali, seperti styrofoam dan PS Foam. Di pasaran sendiri, PS Foam satu kilo dihargai sekitar 7 ribu rupiah, harga yang cukup lumayan untuk sampah yang sering diabaikan.
Bagi yang belum tahu, sebenarnya pembungkus makanan yang sering disebut styrofoam sejatinya adalah PS Foam. Sedangkan styrofoam sendiri adalah yang biasa digunakan untuk membungkus benda seperti televisi, kulkas dan sebagainya.
Lantas bagaimana cara menjualnya? Selain mengirimkan ke industri plastik secara langsung, Anda juga bisa menjualnya secara online. Kalian bisa banget cari di playstore dengan keyword ‘jual sampah online’. Jangan lupa membaca deskripsi tiap aplikasi penjualan sampah tersebut, karena di sana dicantumkan lokasi penjualnya. Jadi akan lebih baik kalau memilih yang sesuai atau berdekatan dengan kota anda.
***
Sekali lagi saya katakan, meski merupakan tindakan yang baik, membuang sampah pada tempatnya saja bukanlah solusi utama dalam penanganan sampah. Kita perlu pengelolaan sampah yang baik, serta dukungan dari masyarakat untuk mengurangi sampah plastik secara nyata.
Editor : Hiz
Foto : Investor Daily
Comments