Tatkala liburan tiba, banyak dari kita yang berlomba-lomba menyerbu tempat-tempat wisata. Tujuannya tidak lain adalah untuk kebahagiaan diri. Akan tetapi, terkadang liburan ke tempat-tempat wisata juga dapat membuat orang tidak bahagia. Bisa jadi ekspektasi liburan dengan segala keindahannya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dan hanya rasa capek yang didapat.
Jika liburan dimaknai sebagai kebahagiaan, berarti hal itu hanya akan hadir ketika hari libur tiba. Lalu, bagaimana dengan hari-hari biasa, tidakkah kita merasa bahagia? Jika memang demikian, saya rasa pandangan tentang kebahagiaan itu harus di-review (dilihat ulang). Sebab, bahagia bukan sebatas dimensi jasmani saja, tetapi juga rohani.
Kebahagiaan Setiap Orang Berbeda
Memang membahas kebahagiaan adalah sesuatu yang abstrak. Setiap orang memiliki cara pandang tersendiri tentangnya. Ada yang memandang bahagia itu dengan liburan ke tempat wisata, memiliki banyak uang, jalan bareng dengan gebetan, main game seharian dan banyak lagi.
Namun, tidak sedikit juga orang yang telah mendapatkan itu semua justru tidak merasakan kebahagiaan sehingga bahagia termasuk hal yang abstrak dan hal ini yang membuat bahagia itu menarik. Teringat diskusi singkat dengan teman saya melalui WA, bahwa setiap orang boleh jadi memiliki pengalaman yang sama pada suatu hal yang menghadirkan kebahagiaan, tetapi rasa yang dimunculkan sudah pasti berbeda-beda.
Contoh sederhana, ketika saya bersama seorang teman bermain playstation sepak bola. Ketika kami saling menikmati permainan itu dengan saling mencetak gol, tentu menghadirkan pengalaman bahagia bersama, tetapi tidak dengan rasa bahagia dari kami berdua dan tentunya jelas berbeda dalam hal memaknai kebahagiaan.
Begitu juga dengan pergi ke tempat wisata saat liburan, mungkin kita merasakan bahagia bersama teman-teman, tetapi rasa bahagianya pasti berbeda-beda karena pemaknaan yang tidak sama..
Ekspektasi Dapat Membunuh Kebahagiaan
Bisa jadi penyebab ketidakbahagiaan orang adalah tentang ekspektasi. Ekspektasi yang terlalu tinggi mungkin saja dapat membuat bahagia atau sebaliknya..
Loh, bukannya kalau hidup tanpa ekspektasi itu sama saja dengan pesimis dalam hidup? jawabannya bisa benar bisa salah.
Benarnya adalah ketika hidup hanya dijadikan malas-malasan, tetapi mengharapkan suatu kesuksesan. Istilahnya dalam bahasa Jawa adalah pingin sugeh tapi ra gelem rekoso (ingin sukses tapi tidak ingin bersusah payah) dan melegitimasi ekspektasi sebagai alasan untuk bermalas-malasan sehingga menimbulkan sifat pesimis dalam kehidupan.
Sedangkan, salahnya adalah orang yang terlalu berekspektasi tapi ekspektasinya tidak sesuai dengan kenyataan, akhirnya apa yang terjadi? Bisa jadi orang itu stres dan secara otomatis kebahagiaan itu hilang, karena terbunuh oleh ekspektasi tadi.
Menurut aliran filsafat stoicism, salah satu penganutnya adalah Marcus Aurelius beranggapan bahwa ekspektasi yang terlalu tinggi dapat membuat orang tidak bahagia jika tidak sesuai dengan kenyataan. Maka dari itu, tidak berekspektasi adalah sebuah kebahagiaan tersendiri.
Maksudnya adalah di dalam berekspektasi setidaknya kita tidak hanya melihat dari sisi baiknya saja, tetapi ada baiknya juga melihat dari sisi buruknya. Sehingga, andai kata ekspektasi itu tidak sesuai kenyataan, kita sudah siap dengan segala konsekuensinya. Jadi, tidak terlalu menyesal dengan segala keadaan yang terjadi meskipun tidak sesuai dengan ekspektasi baiknya sehingga kebahagiaan itu tetap ada.
Tergantung Diri Sendiri
Memang bahagia tidak lain adalah tujuan dari setiap kehidupan manusia. Dengan paparan di atas, lantas bagaimana mewujudkan kebahagiaan itu?
Dijelaskan di atas bahwa kebahagiaan itu abstrak, bukan berarti bahwa hal tersebut tidak dapat dicapai. Menurut filsuf besar, Aristoteles, mengatakan bahwa happines depends on yourself (kebahagiaan itu tergantung pada diri sendiri).
Sejauh apa pun kita melangkah ke tempat wisata, namun kita tidak merasakan bahagia, ya percuma. Karena, bahagia itu bukan jaminan dari luar diri kita, kebahagiaan adalah tentang rasa bagaimana kita dapat menerima atau dalam istilah Jawanya legowo atas segala keadaan yang terjadi.
Jadi, teringat ucapan kepala sekolah SMP saya dulu, ketika harapanmu tidak menjadi kenyataan, maka kamu hanya perlu dua hal, bersyukur dan bersabar. Karena, hanya dengan itu kebahagiaan sejati dapat dicapai. Jadi, sudahkah kamu bahagia hari ini?
Editor: Nirwansyah
Comments