Jagat media sosial tengah dihebohkan oleh salah satu film yang baru saja menyabet belasan penghargaan. Film yang dibintangi oleh Shenina Syawalita Chinnamon sebagai pemeran utamanya ini, dinilai sukses besar selain karena penghargaan yang diraih juga karena review yang cukup baik dari penontonnya.
Film yang berjudul Penyalin Cahaya atau Photocopierini memang sangat apik dalam mengemas cerita yang sangat dekat dengan masyarakat Indonesia, juga dalam detail-detail lain seperti cinematographynya.
Saya baru saja menamatkan film ini setelah sebelumnya diburu-buru oleh teman-teman yang lebih dulu menontonya. Sebelumnya saya pikir film ini tidak semenarik dan seapik itu. Namun ternyata saya salah.
Setelah menontonnya, saya bahkan dapat mengatakan bahwa tidak akan keberatan untuk menonton dua atau tiga kali lagi, atau lebih. Terlepas dari ketidaksempurnaan yang pasti dimiliki oleh film ini, film Penyalin Cahaya dapat saya katakan sebagai film yang nyaris sempurna.
Film Penyalin Cahaya benar-benar menceritakan realita dari masyarakat kita dengan sangat realistis. Bahkan dari film ini, kita diberi penekanan tentang hal-hal yang mungkin sebelumnya kita abaikan.
Setidaknya ada 3 hal yang ingin saya ulas melalui film ini yang berhasil menyadarkan saya bahwa memang di masyarakat seperti inilah saya hidup. Sebuah realita Film Penyalin Cahaya.
Pelecehan seksual
Hal pertama adalah pelecehan seksual tidak hanya terjadi pada kaum perempuan. Film ini berhasil menggambarkan bahwa pelecehan seksual dapat juga terjadi pada laki-laki. Maka, anggapan dan kepercayaan masyarakat kita bahwa perempuan harus memakai baju yang tertutup atau tidak mempertontonkan bentuk badan agar tidak dilecehkan kurang tepat.
Bahkan di film ini, penyintas pelecehan seksual seperti Sur, sang tokoh utama, menggunakan pakaian yang tertutup namun ia tetap dilecehkan. Begitu pula dengan Thariq, tokoh laki-laki yang juga menjadi korban dari kebejatan Rama, pelaku pelecehan seksual dalam film ini.
Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa pelecehan seksual tidak hanya terjadi kepada kaum perempuan yang identik dengan baju terbuka, namun juga dialami oleh perempuan dengan baju tertutup maupun oleh laki-laki sekalipun.
Hukum “rimba”
Selain membahas soal korban pelecehan seksual yang tidak melulu perempuan, film ini sangat akurat dalam menggambarkan hukum rimba yang saat ini masih terjadi di masyarakat kita, di berbagai sektor.
‘Siapa yang kuat dia yang akan menang’ digambarkan dengan jelas dalam film ini. Rama, sang pelaku pelecehan seksual, datang dari keluarga yang berada dan terpandang. Ia dengan mudah membungkam mulut banyak orang yang tidak mampu dengan iming-iming uang.
Siapa yang tidak familiar dengan skenario semacam ini? Kejadian semacam ini sangat dekat dengan realita kehidupan kita. Adegan dimana Rama mempekerjakan orang dan membungkam orang kecil dengan uangnya, adalah realita yang masih terus kita jumpai.
Mimpi buruk keadilan
Disamping penggambaran adegan kejahatan seksual yang dapat menyerang siapapun, hukum rimba yang juga digambarkan dengan sangat nyata, ending dari film Penyalin Cahaya adalah bagian yang paling saya sukai. Film ini bisa dikatakan memiliki ending yang tidak happy.
Menurut saya, disinilah letak menariknya. Penulis tahu betul bagaimana biasanya akhir dari kasus-kasus seperti ini terjadi di negeri kita.
Penyalin Cahaya tidak memberikan harapan kepada penontonnya tentang hal baik yang mungkin saja terjadi di akhir film. Namun film ini menceritakan dengan sangat jujur apa yang memang terjadi di kenyataannya.
Kasus pelecehan seksual jarang sekali bahkan mungkin tidak pernah berakhir dengan menguntungkan penyintasnya. Jikalau ada, itupun dapat di hitung jari. Selebihnya adalah penyintas ditinggalkan dengan ketakutan, ketidakadilan, stigma buruk, dan semacamnya.
Oleh karena itu, film Penyalin Cahaya sangat realistis dalam menceritakan kejadian yang sangat dekat dengan masyarakat. Sekilas, film ini terlihat pesimis karena tidak memberikan jalan keluar terbaik kepada Sur, sang penyintas.
Namun secara tidak langsung, ending ini dapat menyadarkan penonton bahwa inilah tugas kita untuk lebih peduli terhadap isu-isu yang masih sering dilihat sebelah mata.
Dari Penyalin Cahaya kita belajar bahwa perjuangan ini belum selesai, masih banyak tugas kita untuk menegakkan sila kelima Pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Editor: Lail
Gambar: Google
Comments