Sejak dahulu Pegawai Negeri Sipil atau PNS jadi profesi idaman banyak orang. Apakah karena profesi paling aman dan penuh jaminan?
Namun tahun-tahun ini masa yang kurang mengenakkan bagi mereka yang memilih pns jadi profesi idaman. Sebab rekrutmen calon pegawai negeri sipil (CPNS) selama 2 (dua) tahun ke depan ditiadakan. Hal ini secara langsung disampaikan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPAN-RB), Tjahjo Kumolo.
Ditiadakannya penerimaan CPNS selama 2 (dua) tahun ke depan merupakan salah satu dapak dari adanya pandemi Covid-19. Hal itu dilakukan sebagai upaya percepatan penanganan pandemi Covid-19 di dalam negeri dengan memangkas berbagai anggaran.
Meskipun banyak pihak yang menyebut bahwasanya menjadi PNS bukanlah profesi favorit yang didambakan oleh milenial saat ini, tetapi faktanya, seleksi penerimaan CPNS tidak pernah sepi peminat. Tidak terkecuali bagi generasi milenial yang baru saja menyelesaikan studinya.
Stereotip di Masyarakat, Alasan PNS Profesi Idaman
Menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) memang menjadi profesi yang didambakan oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Mulai dari hajat hidup yang di tanggung oleh negara, jaminan hari tua yang sudah pasti, hingga jawaban yang cukup bergengsi apabila sang calon mertua bertanya perihal profesi. Sederet tawaran tersebutlah yang menjadikan PNS sebagai profesi yang didambakan bagi sebagian besar penduduk Indonesia.
Belum lagi, menjadi PNS dianggap sebagai pekerjaan yang “enak”. Enak disini karena PNS bekerjanya dianggap tak memerlukan tenaga yang berat, padahal tak mesti juga. Lalu lingkungan kerja yang bersih, hingga gaji dan tunjangan yang stabil apapun keadaannya.
Tentu hal ini bertolak belakang dengan bekerja di sektor swasta ataupun di sektor informal yang pendapatannya dapat dikatakan fluktuatif tergantung dengan situasi dan kondisi yang terjadi saat itu.
Faktor-faktor diatas lah yang kemudian memunculkan stereotip yang cukup baik mengenai profesi sebagai PNS di kalangan masyarakat. Dan hal tersebut pada akhirnya mendorong anak-anak muda untuk berbondong-bondong mengadu nasib menjadi PNS.
Peningkatan Status Sosial
Dalam kajian Ilmu Sosiologi, ada yang namanya teori mobilitas sosial vertikal. Secara singkat, teori ini dapat dipahami sebagai perpindahan status sosial yang dialami oleh seseorang entah itu naik ataupun turun.
Contoh kasusnya begini, apabila Adi adalah anak seorang buruh, kemudian si Adi ini berhasil menyelesaikan studi sarjana, lalu Adi berhasil lolos menjadi pegawai negeri sipil di salah satu lembaga negara. Maka perpindahan status yang dialami oleh Adi ini merupakan salah satu contoh dari mobilitas sosial vertikal naik, dimana Adi tidak lagi menjadi buruh seperti orang tuanya, tetapi menjadi PNS berkat pendidikan yang berhasil Adi tempuh.
Hingga saat ini, PNS masih dipercaya sebagai salah satu profesi yang menawarkan perubahan status sosial seseorang. Hal ini tidak terlepas dari adanya tawaran promosi jabatan, kenaikan gaji dan tunjangan, dan lain sebagainya ketika berprofesi sebagai PNS.
Meskipun bukan tujuan utama, tetapi peningkatan status sosial ini juga menjadi salah satu faktor pendorong anak muda untuk bersaing mendapatkan kursi PNS.
Jaminan Hari Tua
Inilah yang menjadi salah satu hal yang paling esensial dibalik menggiurkannya tawaran menjadi seorang PNS di Indonesia. Seperti yang sudah lazim diketahui oleh masyarakat, meskipun seorang PNS sudah memasuki masa pensiun dan tidak lagi mengabdikan diri kepada negara, namun, negara masih akan tetap menjamin hajat hidup seorang PNS bahkan hingga dirinya meninggal dunia. Salah satu keistimewaan yang dapat dikatakan tidak akan diperoleh oleh pekerja yang bergerak di sektor lain.
Di sisi lain, menjadi orang tua di Indonesia seringkali dianggap merepotkan. Tidak meratanya jaminan sosial yang diberikan oleh negara kepada kelompok lanjut usia menyebabkan masyarakat banyak yang mengkhawatirkan perihal hari tuanya.
Siapapun pasti menghendaki menghabiskan hari tuanya dengan bahagia, tidak terkecuali generasi milenial. Namun, nyatanya kebahagiaan hari tua hanya dapat diperoleh oleh mereka yang memiliki “kemampuan” saja. Meskipun memang, setiap orang memiliki definisi yang berbeda-beda dalam menafsirkan arti kebahagiaan itu sendiri.
***
Saya teringat pesan dari Cak Nun, beliau pernah berpesan kurang lebih seperti ini: “kalau kamu bekerja, carilah kebahagiaan, bukan uang. Carilah passionmu, asah lah keterampilanmu, hingga kamu menjadi ahli dalam bidang tersebut sehingga orang-orang mencarimu karena kamu memang layak untuk dicari.”
Menjadi PNS atau apapun itu, sejatinya kembali pada pribadi masing-masing. Belum tentu juga sederet tawaran menggiurkan ketika menjadi PNS menjamin kebahagiaan hidup kita kan? Jadi, intinya adalah tentang berusaha dan berdoa ya, Sob.
Comments