“Mengupload foto itu haram lho, nanti jadi dosa jariyah. Perempuan kan sumber fitnah di dunia.” Kata Bu Lek saya dengan nada sedikit tegas saat melihat galeri akun instagram saya yang sesak dengan foto-foto selfie.
“Lho kata siapa Bu Lek?” Saya menjawab sekenanya dan pura-pura tidak tahu.
“Itu loh kata ustadz-ustadz di youtube, bahkan sekarang banyak memenya. Hadisnya juga ada yang menjelaskan kalau perempuan itu sumber fitnah. Sek, sek, tak tuduhi hadise (sebentar, aku lihatkan hadisnya)”. Sudah sering dengar sih sebenarnya, tapi ya sudah.
Beberapa waktu kemudian, Bu Lek saya membacakan arti hadisnya dengan lantang,
“Tidak sekali-kali aku tinggalkan fitnah yang paling membahayakan diri kalian, selain fitnah perempuan. (Hadis Riwayat Imam Bukhari No. 4808)”
”Tho ni, ono hadise. Wis mbok hapusi foto-fotomu nang instagram kui! (Udah nih, ada hadisnya. Hapus foto-fotomu di Instagram itu!)” Perintah Bu Lek kemudian dengan nada tegas dan khawatir.
Saya menganggukkan kepala, sama sekali tidak niat untuk menghapus foto di galeri Instagram. Dalam benak saya terbesit, hijrah kok ora upload foto, lemah tenan!
Bagi saya, perempuan tetap harus dikenali baik di dunia maya ataupun nyata. Toh, memang ada anjuran kan, kalau perempuan boleh dikenali dengan melihat wajah dan telapak tangannya. Asal bukan foto bugil dan masih menutup aurat kan tidak masalah?
Kejadian ini, tidak hanya satu dua kali saya alami. Beberapa waktu lalu teman saya yang lagi gencar-gencarnya hijrah, mengatakan yang sama dengan dalih mengingatkan. Perempuan sebagai sumber fitnah dan penggoda tampak mengkerak dalam pemahaman masyarakat yang terlampau konservatif ini. Diiringi budaya literasi yang rendah, hal ini terus diamini oleh para kaum perempuan yang artinya sama saja menyemangati kaum laki-laki melanggengkan budaya patriarki.
Pesona Laki-laki Bukan Sumber Fitnah?
Hadis yang sama juga sering dikutip di kajian-kajian youtube oleh ustadz-ustadz selebgram. Konten-konten kajian yang belakangan ini mampu membius para aktivis kampus, pemuda-pemuda desa yang haus dengan pengetahuan, bahkan orang dewasa dan lansia.
Dengan semboyan “dosa jariyah”, tidak sedikit anak-anak remaja yang turut mengosongkan galeri media sosialnya, baik facebook, instagram maupun twitter. Bahkan tidak jarang mereka memasang foto anime dan memenuhi galerinya dengan meme-meme bernada hijrah. Yang kalau saya pikir-pikir malah jadi seperti fake account. Belum lagi kalau pakai nama akun samaran.
Terlalu berlebihan, jika memaknai hadis misoginis di atas tanpa mempertimbangkan ayat-ayat al-Qur’an. Hadis di atas yang laki-laki banget, barangkali dikaji tidak dibarengi dengan sumber-sumber yang utama. Padahal kedudukan hadis yang bersifat relatif sampai kapan pun tidak akan dapat melebihi al-Qur’an yang bersifat mutlak.
Dalam al-Qur’an surah an-Nuur ayat 30-31 menjelaskan bahwa yang harus menjaga diri dari fitnah dan godaan nafsu adalah laki-laki dan perempuan. Bukan hanya salah satunya. Begitupun mendapat hak-hak yang setara, dijelaskan juga dalam al-Qur’an surah al-Ahzab ayat 35 dan juga at-Taubah ayat 71. Islam sejatinya hadir untuk memberikan rahmat dan kemaslahatan bagi laki-laki dan perempuan.
Barangkali ustadz-ustadz di youtube lupa, bahwa dirinya juga bisa saja menjadi sumber fitnah dan menggoda para ukhti-ukhti yang menonton videonya. Saya jadi teringat kembali saat awal-awal kuliah, sekitar tahun 2016-an. Saat itu sedang gencar-gencarnya tren hijrah di berbagai kalangan, bersamaan dengan tren baju kurung dan ngaji online yang kerap digencarkan.
Kebetulan teman sekamar saya, sudah memulai hijrahnya terlebih dahulu. Hampir setiap hari waktu kosongnya selalu diisi dengan ceramah-ceramah ustadz youtube. Tidak hanya itu, 24 jam non-stop kamar saya turut dihiasi dengan alunan-alunan murrattal yang dilantunkan qari-qari gaul, seperti Muzzamil, Ibrahim el Haq, Hanan Attaki dan sebagainya. Sampai akhirnya teman saya ini merasa jatuh cinta dengan qari-qari tersebut. Video-video mereka di youtube katanya membawa pesona tersendiri. Bahkan saat muzzamil menikah mereka pun menangis, akibat patah hati.
*
Sampai disini, apakah lantas yang menjadi sumber fitnah hanyalah perempuan saja? Mengapa hanya pesona perempuan yang disasar? Mengapa hanya perempuan yang selalu dianggap menggoda laki-laki karena pesonanya? Bukankah laki-laki juga banyak yang membuat perempuan terpesona? Baik dari wajahnya yang ganteng, atau suaranya yang merdu, atau kewibawaannya, bahkan tingkat pendidikannya. Dimana letak ukuran menggoda dan fitnah yang digunakan untuk menyerang perempuan?Dengan alasan “fitnah dan penggoda” ini, mengapa hanya perempuan yang dibatasi, dikontrol, bahkan sering kali didiskriminasi dan disalahkan?
Kalau memang kecenderungan-kecenderungan yang memiliki potensi pesona ini harus dikontrol dan dibatasi, ya tidak usah memperhatikan jenis kelamin. Laki-laki dan perempuan sama saja. Sama-sama manusia yang mempunyai hak hidup, hak ada, hak keadilan dan hak-hak lain yang setara.
Wallahu a’lam
Editor: Halimah
Comments