Viral itu tidak diciptakan. Bahkan sering kali, segala konten bisa mencapai titik viral karena ketidaksengajaan dan tanpa direncanakan. Niat sebagai pengguna hanya iseng buat konten di platform suatu media sosial, tahu-tahu malah viral dan ramai.
Makanya, orang yang niat banget pengin viral, biasanya malah nggak viral. Dan ketika hal itu tidak kesampaian, sebagian orang malah sengaja mengambil jalan pintas: melakukan hal konyol hanya untuk sebuah konten, merugikan orang lain, juga mencederai nurani dan/atau kemanusiaan.
Kisah selanjutnya mudah ditebak. Membuat klarifikasi sambil berharap belas kasih dari warganet dan meminta maaf atas apa yang sudah dilakukan. Maksud saya, bisa lho, dipikirkan terlebih dahulu, apakah suatu konten layak tayang atau tidak. Akan menimbulkan kontroversi atau tidak. Pasalnya, apa pun kontennya, begitu di-posting, siapa pun bisa melihat dan bisa menilai. Belum lagi menimbulkan asumsi tertentu dengan segala polemiknya.
Itu kenapa, ketika memutuskan untuk menjadi seorang content creator, seseorang juga harus punya skill sebagai content moderator. Tujuannya, agar bisa menyaring apa yang sekiranya layak atau tidak layak ditayangkan dalam suatu konten.
Selain dari hal tersebut, sebetulnya warganet juga mempunyai kecenderungan yang sama dalam merespon segala sesuatu yang sedang viral. Cara meresponnya pun sangat beragam. Ada yang menganggap serius setengah mampus, ada pula yang merespon hanya untuk lucu-lucuan saja. Iseng aja gitu.
Dari hasil pengamatan saya, setidaknya ada lima tipe pengguna media sosial saat merespon sesuatu yang sedang viral. Mari kita bahas satu per satu.
1. Menjadi Pakar Dadakan terhadap Hal Viral
Apa pun persoalannya, selalu saja ada warganet yang mengisi waktu luangnya untuk menjadi pakar dadakan terhadap segala sesuatu yang sedang viral. Saya pikir, motivasinya beragam. Ada yang ingin menumpang viral juga. Ada yang mau mengedukasi orang lain yang dianggap punya pemikiran berbeda dengan kalimat andalan, “Educate yourself, please.” Ada juga yang pengin dapet banyak notifikasi dan nambah followers, dan seterusnya, dan seterusnya.
2. Memulai Perdebatan di Kolom Komentar
Entah hal ini disadari oleh kalian atau tidak. Tapi, sebagian pengguna media sosial, ada yang sengaja cari ribut di kolom komentar dengan cara mengutarakan opini asal-asalan. Bahkan, sebagian di antaranya ada yang nggak nyambung dengan topik pembahasan. Tujuannya beragam. Ada yang sengaja cari perhatian, kebelet viral, atau pengin dianggap edgy dan di-notice oleh banyak orang aja gitu.
3. Segera Buat Konten dan Menumpang Hype-nya
Segala sesuatu yang dilakukan secara tergesa-gesa itu bisa menghasilkan sesuatu yang baik, di sisi lain, bisa juga tidak. Termasuk saat menggarap konten untuk merespon sesuatu yang viral. Beberapa di antaranya tetap membutuhkan penelusuran. Semacam riset kecil-kecilan. Namun, sebagian pengguna media sosial tidak berpikir demikian.
Sebetulnya, berharap mendapat engagement dan ingin kecipratan hype dari suatu isu nggak itu tidak salah, selama segala sesuatunya bisa dipertanggungjawabkan dan tidak merugikan orang lain.
4. Ikut-ikutan Share walaupun Tidak Paham
Setuju atau tidak, pada lini masa atau mutualan di media sosial kalian, minimal ada satu orang yang selalu saja ikut-ikutan share suatu informasi meski tidak mengerti atau paham pokok pembahasannya apa. Baginya, yang terpenting share atau retweet dulu aja. Paham atau tidak tentang isunya, itu urusan belakangan.
Sisi positifnya, bisa sekaligus kroscek dengan mutualan lainnya. Sisi negatifnya, kalau asal share sedangkan belum mengetahui pasti apakah informasinya valid atau tidak, bisa-bisa dicap sebagai penyebar hoaks. Backfire, Sob.
5. Hanya Diam saat Ada Hal Viral
Barangkali, diam itu memang ibarat emas. Tapi, berpikir ulang sebelum bertindak atau mencuitkan sesuatu yang bahkan belum dipahami, seharusnya bisa dianggap sebagai berlian. Daripada asal merespons, tapi konten atau postingan-nya tidak bisa dipertanggungjawabkan, tentu saja diam dan/atau melakukan refleksi diri sambil melakukan validasi juga kroscek informasi, menjadi opsi utama yang sepatutnya dilakukan.
Sikap seperti ini juga bisa sangat dipertimbangkan ketika kalian masih ragu, apakah akan merespons suatu isu dengan cara yang menggebu-gebu, atau menyempatkan diri terlebih dahulu untuk mengumpulkan segala informasi yang diperlukan sebelum akhirnya merespon.
Editor: Nirwansyah
Comments