Seperti yang kita tahu, Muhammadiyah didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan pada 18 November 1912, sedangkan NU didirikan oleh Kyai Hasyim Asyari 14 tahun sesudahnya, 31 Januari 1926.
Kedua tokoh tersebut pernah menimba ilmu dengan guru yang sama, Kyai Khalil Bangkalan. Setelah menimba ilmu dengan Kyai Khalil, kedua tokoh tersebut melanjutkan untuk menimba ilmu kepada Kyai Sholeh Darat, Semarang. Keduanya dikenal sangat cerdas.
Setelah menimba ilmu di Semarang, keduanya melanjutkan menimba ilmu di Arab Saudi dalam waktu bersamaan.
Mereka laksana adik dan kakak dalam menimba ilmu. Seringkali KH Hasyim memanggil Ahmad Dahlan dengan sebutan kangmas.
Makna Panggilan Kangmas
Kangmas yang berarti adalah kakak seperguruan atau kakak dalam arti lahiriah. Lho, kok lahiriah? Kenapa bisa? Apakah pendiri Muhammadiyah dan NU bersaudara?
Pembahasan ini sangat menarik untuk disimak. Apakah betul founding father dari 2 organisasi keagamaan terbesar di Nusantara ini memiliki hubungan darah?
Garis Keturunan Rasulullah
Kedua tokoh ini bertemu dalam satu nasab yang sama. Maulana Ishaq, leluhur kedua tokoh ini. Jadi, pendiri Muhammadiyah dan NU bersaudara.
Apabila diteruskan sanadnya, maka akan sampai ke Rasulullah. Masya Allah, mungkin banyak orang yang belum tahu soal garis keturunan Rasulullah mengalir dalam diri kedua tokoh ini.
Tak heran jika kedua tokoh ini merupakan founding father kebangkitan agama Islam di negeri ini. Tak heran pula, sang Kyai Hasyim sering memanggil Kyai Ahmad Dahlan dengan sebutan kakang karena hubungan nasab ini sampai ke leluhur mereka.
Berbeda Jalan Dakwah
Keduanya memiliki kesamaan pada guru dan tempat menimba ilmu, namun berbeda dalam menempuh jalan dakwah. Meski begitu, akan selalu bersatu dalam tujuan, demi Nusantara yang lebih baik lagi.
Jika demikian, pantas kah kita yang ada di lapisan masyarakat harus terus menerus berselisih soal pandangan ushul fiqih?
Ahmad Dahlan merupakan pendakwah yang bergerak di bidang pendidikan dan menyukai praktek amaliah Qur’an.
Hal ini tentu menjadi dasar perjuangan organisasi Muhammadiyah, dimana pendidikan adalah tujuan utama dari persyarikatan Muhammadiyah.
NU berbeda cerita, Hasyim Asyari yang telah menerbitkan 19 buku sepanjang hidupnya merasa bahwa pemikiran ulama dipandang penting dalam membangkitkan dan meneruskan perjuangan umat. Ulama akan senantiasa menjadi garda depan perjuangan bangsa.
Keduanya bahu membahu membangun pondasi yang kokoh bagi agama Islam di negeri ini. Maka, masihkah kita bertentangan untuk membenarkan ego masing-masing?
Jikalau kebenaran masing-masing itu hanya menyebabkan perselisihan, kenapa kita tidak mengambil hikmahnya untuk menjadikan perbedaan ini kebaikan?
Semoga tulisan menjadikan petikan hikmah buat kita semuanya.
Editor: Lail
Gambar: Google
Comments