“Pelajar adalah orang yang hanya belajar di sekolah.” Sering dengar kalimat semacam itu? Mungkin bahkan sebagian dari kita sepakat dengan kata-kata semacam. Padahal secara tragis, dalam ikhtiar tersebut tersirat bahwa banyak dari masyarakat kita yang memandang pelajar dengan sebelah mata. Haal ini karena mereka melihat dengan kacamata identitas sampul, tanpa mengulik lebih dalam lagi, tentang ihwal kepelajaran.
Memang, mayoritas yang tampak di lingkungan sekitar kita pelajar hanya mempertontonkan identitasnya dengan belajar di sekolahnya masing-masing, setelah itu kembali lagi. Bahkan tidak sedikit pula yang menampakkan sampul buruknya dengan tawuran, berzina, bolos sekolah, dan pelbagai hal-hal yang melanggar norma norma kemasyarakatan. Hal ini yang akhirnyam dijadikan acuan fundamental masyarakat untuk menilai sikap para pelajar.
Yang harus kita sadari, bahwasannya pelajar merupakan tumpuan masa depan bangsa. Lantas apakah pelajar akan terus dijudge terlalu polos, karena hanya belajar sebatas disekolah, atau malah dijudge buruk oleh masyarakat, karena tindak tanduknya yang tidak mencerminkan identitas mereka yang sebenarnya.
Apalagi kedepan bangsa kita, tidak hanya dihadapkan oleh satu dua problematika dan tantangan, namun ada banyak tantangan yang harus dihadapi, dan tak sedikit pula yang menjadi tanggung jawab kita, Pelajar, kedepannya. Bahkan, era revolusi 4.0 bukan satu-satunya perhelatan zaman yang diagung-agungkan serta disiapkan sebaik mungkin untuk menghadapinya.
Belum lama ini, kita juga mendapati istilah baru, yaitu era disrupsi. Mengutip perkataan Clayton Christensen, profesor di Harvard Business School, “Disruption menggantikan ‘pasar lama’ industri, dan teknologi, yang mengahasilkan suatu kebaruan yang lebih efisien dan menyeluruh. Ia bersifat destruktif dan kreatif!”
Era disrupsi ini bisa dibilang merupakan makanan pembuka era-era yang terkait dengan kebijakan teknologi. Bukankah terdengar begitu dekat dengan pelajar yang notabene kaum muda yang melek teknologi?
Pembahasan mengenai peran dan kontribusi pelajar sangatlah komprehensif. Oleh karena itu, era ini seperti sebuah kartu kesempatan untuk bisa membuktikan bahwasannya judge masyarakat terhadap pelajar dapat diubah
Selagi kita mau dan bersungguh-sungguh untuk terus berperan penting dalam menciptakan SDM yang berkualitas bagi bangsa, maka masyarakat tentu turut bangga bukan? Peran kita bukan hanya belajar pagi sampai malam. Kalau menoreh prestasi yang mengharumkan nama negara dirasa begitu sulit, setidaknya kita harus bisa menunjukkan bahwasanya pelajar memiliki karya.
Karya yang benar-benar memberikan efek. Seperti yang disampaikan oleh Ir. Soekarno, dalam buku “Tan Malaka, Bapak Republik yang Dilupakan”. Bahwasannya revolusi itu menjebol dan membangun. Maksudnya adalah, kita pelajar yang memiliki kemampuan berkarya dibidang apapun, harus saling menguatkan dan mendukung untuk menjebol benteng kekolotan dan membangun kembali benteng tajdid, pembaharuan.
Sudah saatnya pelajar, sadar diri akan perannya masing-masing serta memaknai tugasnya hari ini, tugas kita bersama, yakni belajar. Namun tidak hanya sebatas di bangku kelas, melainkan dimanapun dan kapanpun. Secepat mungkin setelah mendapat ilmu, dapat memberi manfaatnya melalui praktek di kehidupan sehari-hari atau sebuah karya. Sebab, karya kita merupakan sebuah manifestasi dari hasil pembelajaran yang sedang ditunggu oleh masyarakat. Percaya proses, yakinlah, kita bisa sukses. Kini saatnya membuktikan!
Penulis: Syauqi Marsa
Ilustrator: Ni’mal Maula
Comments