Hal-hal berbau mistis dalam dunia sepakbola Indonesia, khususnya dalam turnamen antar kampung (tarkam), memang sudah menjadi hal yang lumrah dan biasa saja. Mirisnya, tidak hanya di level turnamen antar kampung, beberapa ritual klenik ini juga sering dilakukan oleh tim sepak bola profesional. Saya yang kebetulan dulu pernah ikut dalam Sekolah Sepak Bola (SSB) di daerah Rancaekek pun tak bisa lepas dari ritual klenik ini. Apalagi ketika tim saya akan ikut turnamen.
Jika hendak mengikuti dan akan memainkan pertandingan di suatu turnamen level usia, dukun-dukun sepak bola ini akan memulai aksi-aksi mistisnya. Berikut saya rangkum beberapa ritual klenik yang pernah (terpaksa) saya ikuti.
Pertama, meminum “air”.
Ini adalah ritual yang sangat umum sekali. Hampir setiap tim yang menggunakan jasa orang pintar pasti melakukannya. Air yang diminum tentu bukan air biasa, melainkan adalah air yang telah diberi do’a oleh si orang pintar. Biasanya, air ini ada dalam kemasan botol berukuran 1,5 liter yang harus diminum oleh semua starting line-up tanpa terkecuali.
Kedua, dikasih “sedotan” kecil yang harus dipasang dalam shin-guard (deker).
Eits, tapi ini bukan sembarang sedotan. Ada kertas kecil yang dimasukkan ke dalam sedotan tersebut. Saya dan teman-teman nggak tahu isinya apaan. Uniknya, jika pertandingan sudah beres, sedotan ini tidak boleh dibawa pulang oleh pemain dan harus dikumpulkan lagi ke si orang pintar. Salah satu teman saya nekat membawanya pulang karena penasaran. Setelah menggunting sedotan tersebut dan membuka kertasnya, ia menemukan tulisan ayat-ayat kitab suci di dalamnya.
Ketiga, dipakaikan gelang di pergelangan kaki.
Gelang ini biasanya terbuat dari tali rami. Tentu gelang ini juga telah diberi do’a sehingga dipercaya dapat membuat kaki lebih kuat dan ringan ketika bermain. Biasanya, gelang ini dipakaikan di kaki terkuat setiap pemain. Namun, pemain juga dapat memakai gelang ini di kedua kakinya. Saya yang kebetulan memakainya di kaki kiri saat bermain sih merasa biasa saja karena memang saya terpaksa melakukannya (nggak percaya-percaya amat). Tetapi, teman saya, sebut saja namanya Angga, merasa hampang (ringan) saat bermain sehingga permainannya terasa lebih baik karena ia merasa yakin dengan kekuatan gelang tersebut.
Keempat, harus melangkahkan kaki kanan dulu ketika masuk ke lapangan.
Ini mutlak dan wajib dipatuhi oleh setiap pemain. Jika ada pemain yang lupa dan malah melangkahkan kaki kirinya terlebih dahulu, ia harus mengulang dan keluar garis lapangan terlebih dahulu. Saya nggak pernah tahu khasiatnya apa, mungkin karena menggunakan kaki kanan dianggap ‘”lebih sopan dan bijak” dibanding “kiri”, mirip-mirip kayak penggunaan tangan kanan dianggap lebih sopan daripada tangan kiri gitu kali ya?
Terakhir, harus membalikkan celana dalam.
Tim saya (Kabupaten Bandung Barat U-15) yang berlaga di turnamen Piala Pangdam Siliwangi tahun 2015 lalu benar-benar melakukan ritual-ritual yang, menurut saya dan teman-teman, nggak masuk akal maupun jiwa sama sekali. Pasalnya, berbeda dengan jimat yang diberikan do’a atau air yang dikasih do’a, saya sama sekali nggak melihat nilai luhur dari ritual membalikkan celana dalam ini.
Meski begitu, saya dan teman-teman, dengan terpaksa, harus tetap mematuhinya. Hasilnya? Hmmm, tim saya cuman dapet juara ketiga doang di turnamen ini. Apakah karena ada di antara teman-teman saya yang lupa membalikkan celana dalamnya? Wallahu’alam.
Sebenarnya, masih banyak ritual-ritual lain yang bakalan terlalu panjang jika saya tuliskan di sini. Pernah, tim saya yang akan berangkat ke Kuningan dilarang untuk menggunakan lajur-lajur tertentu karena dianggap akan membawa sial (saya lupa lagi nama jalan yang nggak boleh dilewati). Bahkan dalam tingkatan yang paling ekstrem lagi, teman saya, sebut saja namanya Anggi, ketika ada turnamen futsal antar SMP di salah satu daerahnya, memberitahu bahwa kaos timnya disimpan dulu di kuburan dan ditaburi kemenyan sebelum besoknya digunakan. Wadaw.
Berbagai ritual di atas tentu semakin menunjukkan bahwa peranan ritual klenik dan ‘orang pintar’ masih kuat di sepak bola Indonesia. Meski terkesan aneh dan bodoh, itulah budaya negara-negara di mana pemerintah maupun federasi sepak bolanya gagal dalam menyelenggarakan dan menciptakan ekosistem olahraga yang profesional. Lah, kalo di level turnamen penting saja masih banyak ritual-ritual klenik begini, bukankah itu artinya tim sepak bola lebih percaya ke dukun daripada latihan yang terukur?
Penyunting: Halimah
Sumber gambar: BeritaSatu.com
Comments