Kasus persekusi terhadap komedian memang akhir-akhir ini kerap terjadi di Indonesia. Masih hangat pemberitaan mengenai Bintang Emon, seorang komika yang kemudian diserang oleh diduga buzzer karena mengunggah video Dewan Perwakilan Omel-omel (DPO) yang berisi kritikan terhadap tuntutan jaksa dalam sidang kasus penyiraman air keras Novel Baswedan.

Meskipun Bintang mengemas kritikan tersebut dalam balutan humor-humor segar khas stand-up comedian, tetapi ada saja pihak yang tidak suka dengan unggahan Bintang tersebut. Apalagi, unggahan Bintang berhasil menarik perhatian banyak netizen, dan tidak sedikit pula netizen yang akhirnya ikut bersuara atas putusan hakim yang dianggap janggal tersebut.

Indonesia dan Humor

Apabila menengok ke belakang, karakter humoris orang Indonesia itu katanya sudah mengakar secara turun-temurun sejak zaman dahulu kala. Nenek moyang kita dahulu adalah orang-orang yang tidak membawa permasalahan hidup ke dalam ranah yang harus disikapi dengan serius dan spaneng.

Humor lah yang dapat menjadi bukti dari kesantuyan warga Indonesia sejak zaman dahulu hingga sekarang dalam menyikapi permasalahan hidup. Bahkan, tak jarang sebuah tragedi yang terjadi pun malah dijadikan komoditi humor yang segar bagi masyarakat Indonesia, walaupun hakikat dari humor itu sendiri memang mentertawakan sebuah tragedi.

Maka, tidak mengherankan apabila acara komedi memang menjadi salah satu tontonan favorit masyarakat Indonesia. Selain karena karakter orang Indonesia sendiri yang humoris, hal ini juga tidak terlepas dari pemanfaatan komedi yang sering digunakan sebagai media terselubung untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu.

Humor Sebagai Kritik Sosial

Grup lawak “Warkop DKI” pernah berslogan, “Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang”. Meskipun slogan tersebut sudah dikenal sejak lama, tetapi rasanya masih saja relate hingga saat ini. Bagaimana tidak, slogan tersebut memang ditujukan untuk mengkritik pembungkaman yang dilakukan oleh pemerintah yang pada saat itu berkuasa.

Personil Warkop DKI merasa resah karena semakin lama semakin sulit saja untuk membuat orang lain tertawa. Lantaran ada berbagai isu sosial politik yang pada saat itu sangat sensitif untuk diungkapkan di muka umum, tak terkecuali melalui humor.

Hal ini erat kaitannya dengan keadaan saat ini dimana pihak-pihak yang mengkritik seringkali malah disikapi dengan baper oleh beberapa pihak. Alih-alih berintrospeksi, pihak yang dikritik malah lebih suka melaporkan atau melakukan tindakan-tindakan represif lainnya. Padahal, humor adalah salah satu seni untuk mengkritik tanpa melukai.

Darurat Humor Indonesia

Kasus-kasus seperti yang telah dialami oleh Bintang Emon tidak menutup kemungkinan akan kembali terjadi lagi dalam beberapa waktu-waktu kedepan. Entah acara humor seperti apalagi yang boleh dinikmati oleh masyarakat tanpa hadirnya rasa was-was akan adanya pihak yang akan tersinggung dengan topik yang sedang dibicarakan.

Humor-humor cerdas dan tajam seringkali malah mendapat intimidasi karena dianggap menyebarkan kebencian ataupun melakukan pencemaran nama baik. Sedangkan komedi yang tidak mendidik dibiarkan hanya demi tujuan mengejar rating semata.

***

Bagaimanapun, humor merupakan salah satu bentuk kebebasan berekspresi yang telah diatur dalam perundang-undangan yang berlaku. Membatasi dan mengekang kebebasan berekspresi sama saja dengan menentang ketetapan perundang-undangan yang berlaku.

Namun, perlu juga kiranya untuk berhumor secara cerdas dan segar. Dalam artian, ketika berhumor kita harus mengetahui batasan-batasannya. Jangan sampai kita menyinggung hal-hal yang berbau SARA yang rawan menjadi sumber konflik horizontal.

Cukup Coki dan Muslim saja yang kena ninu-ninu, kita jangan. Hehehe

Penulis: M. Bagas Wahyu Pratama

Penyunting: Aunillah Ahmad