IMM sebagai sayap dakwah Muhammadiyah, baik dalam masyarakat maupun kampus, seharusnya bisa menjadi contoh. Apalagi IMM notabene merupakan segerombolan masyarakat yang terpelajar. Dari segi tujuannya saja, “untuk mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia”. Hal ini tentu menjadi satu tuntutan kepada aktivis IMM sendiri. Bahwa aktivis IMM harus berilmu-cum-berakhlak.
Namun, pada kenyataannya, banyak sekali aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang belum bisa mencapai keduanya. Mengutip kata Socrates, bahwa semakin ilmunya tinggi, semakin amalnya baik. Nah, saya rasa, aktivis IMM tidak kurang keilmuannya. Apalagi ilmu terkait akidah, akhlak, dan ibadah. Tentu sudah banyak sekali yang dipelajari, tinggal bagaimana caranya untuk mengamalkannya.
Terkait pengamalan, biasanya aktivis IMM cenderung membuat pembelaan-pembelaan apabila perlakuannya tidak sesuai dengan isi kepala mereka. Mereka membuat alasan baru agar mereka bisa menjalankan hal yang kurang etis tersebut.
Lebih jauh lagi, sebenarnya mereka membuat kebohongan untuk diri mereka sendiri. Dari hal kecil, sebut saja sholat yang sudah jelas-jelas menjadi kewajiban, pun mereka masih ngeles dengan alibi-alibi yang tidak masuk akal.
Hal tersebut yang membuat aktivis IMM hanya berilmu tapi kurang berakhlak. Sehingga di dalam internal Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sendiri, seakan menyembunyikan kebusukan-kebusukan itu.
Nyamar Ma’ruf Nyambi Mungkar
Muhammadiyah terkenal dengan dakwah amar ma’ruf nahi mungkarnya. Bahkan secara faktual Muhammadiyah banyak melakukan amal kemanusiaan dari Sabang sampai Merauke.Pun begitu pula ortom-ortomnya. Sebagai sayap dakwah Muhammadiyah, seharusnya ciri khas dakwahnya pun sama, amar ma’ruf nahi mungkar.
Sebenarnya apa sih amar ma’ruf nahi mungkar itu?
Berdasarkan sejarah, Muhammadiyah terbentuk karena beberapa sebab. Baik faktor internal maupun eksternal. Kemudian, terbentuknya organisasi Muhammadiyah terinspirasi dari ghiroh surah Al-ma’un dan juga Ali-imran ayat 104.
Maksud amar ma’ruf nahi munkar ialah mengajak kepada kebaikan dan menjauhi kemungkaran. Namun, di posisi IMM sendiri, hari ini bergerak hanya parsial saja atau banyak amar ma’ruf-nya. Sedangkan nahi munkar, belum banyak dilakukan baik di internal IMM sendiri maupun dalam masyarakat.
IMM sebagai gerakan dakwah, harusnya bisa ber-nahi munkar di internal IMM sendiri mulai dari hal-hal yang kecil. Misalnya saja: tidak ber-khalwat, ikhtilat, dan juga menjauhi zina. Namun, kebanyakan malah aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah menjalin pacaran dengan sesama aktivis. Jargon IMMawan dapat IMMawati pun kerap menjadi kebanggaan para aktivis sendiri.
Kalau menurut saya pribadi, ya monggo kalau mau menjalin hubungan. Namun, perlu dibatasi dan dijaga! Bahwasannya, aktivis IMM memegang amanah dan juga tanggung jawab yang cukup besar dalam roda perkaderan.
IMM merupakan organisasi besar yang berskala nasional bahkan internasional, dengan tujuan dan misi yang mulia. Seharusnya, IMM tidak dikotori oleh aktivisnya sendiri. Jika tidak, maka menjadi bumerang bagi tubuh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dengan menutupi keburukan yang dilakukannya.
Mungkin bagi mereka, entah itu di tataran komisariat, cabang, ataukah daerah apalagi instruktur, melakukan hal semacam itu merupakan hal yang biasa. Namun akan sangat memalukan apabila kader-kadernya mengetahui ada yang pacaran hingga mendekati zina.
Harusnya sebagai instruktur ataupun kader IMM, harus bisa menjaga marwah diri, dignitas organisasi, serta jabatan yang diberikan. Sekali lagi, amanah itu berat dan harus dipertanggungjawabkan.
Menyikapi Nyamar Ma’ruf Nyambi Munkar ini saya rasa IMM harus punya ketegasan apabila ada kader-kadernya yang sudah melenceng lebih jauh. Hal ini dilakukan untuk menjaga marwah dan nama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sendiri. Dengan benar-benar mengaplikasikan dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Bukan dengan saling menutupi keburukan di antara pimpinan ataupun kader hanya untuk mempertahankan jabatan.
Saling menutupi dan mencoba membantu melancarkan hazanah perzinaan merupakan sebuah kegagalan dari nahi munkar. Menjadikan amar ma’ruf di depan kader sebagai topeng dari ketidakberdayaan nahi munkar.
Berkaca pada ortom sebelah sebut saja Tapak Suci, sepanjang yang saya tahu, apabila kader-kadernya ada yang melenceng dari zona syariah, Tapak Suci mempunyai ketegasan untuk menyikapi hal tersebut. Baik dengan cara yang halus ataupun dikeluarkan dari anggota maupun pimpinan tersebut.
Wallahu a’lam…
Penulis: Ageni Trifi Kasih (Mahasiswa semester 7 Pendidikan Ekonomi UMP, Kabid RPK PC IMM Purwokerto)
Ilustrator: Ni’mal Maula
Comments