Tulisan ini lahir saat proses menyelesaikan tugas mata kuliah. Tugasnya yakni memproyeksikan persaingan di antara produsen mobil mewah yang akan terjadi di tahun 2050. Tetapi, tulisan ini menambahkan persoalan berbagai macam permasalahan yang hadir di dunia ini.
Anehnya, di satu sisi ada beberapa orang yang sudah memikirkan mobil masa depan yang harganya tentu sangat mahal, di sisi lain, bagi sebagian orang, makan hari ini pun sulit. Berangkat dari itu, tulisan ini saya susun.
Produsen Mobil Mewah dan Proyeksi Masa Depan
Secara garis besar, mobil masa depan yang diproyeksikan oleh beberapa produsen mobil mewah seperti Daimler, BMW, dan lainnya dilengkapi dengan desain yang futuristik, menggunakan kecerdasan buatan (AI), otonom, juga ramah lingkungan.
BMW
BMW akan memperkenalkan mobil masa depannya yang mereka namakan Vision Next 100 (iNEXT). Mobil ini sarat akan kecerdasan buatan, di mana nantinya si pemilik mobil dan mobilnya bisa saling berinteraksi langsung. Bahkan, CEO BMW, Krüger menjelaskan bahwa mobil ini akan bisa mengerti suasana hati orang-orang yang akan masuk ke mobil tersebut. BMW juga mengenalkan konsep BMW i Vision Car, yang secara garis besar konsep itu menawarkan bahwa mobil harusnya berbahan bakar listrik, berteknologi otonom, dan bisa berinteraksi dengan mobil lainnya.
Audi
Perusahaan selanjutnya adalah Audi. Mereka memproyeksikan di tahun 2028 akan membuat mobil e-Tron Imprator. Mobil ini digerakkan dengan tenaga listrik dengan perpaduan desain yang futuristik.
Rolls-Royce
Rolls-Royce memperkenalkan produk mobil masa depannya yakni Roll Royce 103 EX. Perusahaan asal Inggris ini mengklaim bahwa mobil ini akan menjadi mobil yang relevan sampai 100 tahun ke depan. Fitur yang ada di dalamnya membawa konsep otonom yang tidak memakai sopir, untuk membuat orang-orang di dalamnya bisa saling berinteraksi. Selain itu, mobil ini punya atap yang terbuka, tempat duduk yang memakai sofa, dan tentunya berbahan bakar bukan lagi bensin, tapi listrik.
Lexus
Lexus pun melakukan hal yang tidak jauh berbeda. Mereka memperkenalkan mobil Lexus LF-1 yang memiliki desain flagship SUV, mobil otonom, dan juga dilengkapi kecerdasan buatan.
Toyota
Perusahaan asal Jepang, Toyota juga tak mau kalah. Mereka memperkenalkan mobil yang diberi nama Toyota LQ. Sama halnya dengan produk mobil sebelumnya, mobil ini akan mengambil konsep mobil otomatis dan juga memanfaatkan teknologi AI yang dinamakan YUI.
Daimler
Merespon itu semua, pastinya perusahaan Daimler tidak mau tinggal diam. Mereka memperkenalkan mobil Vision Advanced Vehicle Transformation (AVTR). Mobil ini digerakkan oleh tenaga listrik dan dilengkapi dengan konsep mobil otonom, di mana penumpang bisa mengendalikan mobil dengan pusat kontrol yang berbentuk oval di dua jok depan. Ia juga dilengkapi 33 flap bionik yang bergerak segala arah seperti sisik reptil.
Konsekuensi logis dari perusahaan yang terkenal sebagai produsen mobil mewah, adalah mereka akan membuat inovasi baru khususnya dalam konteks kemajuan teknologi agar produk yang mereka produksi terjual di pasaran.
Inovasi yang mereka buat tentunya tidak murah. Untuk itu, beberapa perusahaan mobil mewah bekerja sama untuk itu. Contohnya kerja sama antara BMW dan Mercedes Benz, juga Audi dan Ford.
Ketimpangan Kesejahteraan
Membaca tentang mobil masa depan, tentu membuat kita berimajinasi betapa mewahnya mobil itu dan bagaimana rasanya ketika kita mempunyai mobil tersebut. Perasaan ini jugalah yang mungkin ada dalam diri orang-orang miskin di dunia.
Dilansir dari katadata, pada bulan April, badan amal yang berbasis di Inggris Oxfam memperingatkan bahwa pandemi virus corona berisiko membuat setengah miliar orang jatuh ke bawah garis kemiskinan. Ini setara 8 % dari total penduduk dunia atau dua kali lipat penduduk Indonesia yang berkisar 250 juta orang. Hasil ini didapatkan dari riset yang dilakukan oleh King’s College London dan Australian National University bekerja sama dengan Oxfam. Riset tersebut bertujuan untuk menghitung dampak jangka pendek dari pandemi corona terhadap angka kemiskinan dunia. Garis kemiskinan yang menjadi acuan di sini adalah versi Bank Dunia yakni pendapatan US$ 1,9; 3,2; dan 5,5 per-hari.
Hal ini tentu tidak terlepas dari meningkatnya tingkat pengangguran yang ada di dunia: salah satu sebab mengapa angka kemiskinan menjadi membesar saat pandemi Covid-19 ini. Menurut Sri Mulyani, negara-negara besar seperti Amerika, Italia, Indonesia akan masuk dalam angka tingat penggangguran yang sangat tinggi. Bahkan untuk Indonesia sendiri, ada lebih dari 1,5 juta yang kena PHK maupun dirumahkan. 90 persen dirumahkan dan 10 persen kena PHK. Lalu, 1,24 juta pekerja sektor formal dan 265 pekerja sektor informal.
Tentu ini menjadi pertanyaan besar yang harus dijawab: Mengapa di dunia yang sama kita tinggali saat ini ada perbedaan yang sangat mencolok? Apakah ini hanya persoalan ikhtiar yang berbeda? Ataukah ini permasalahan struktural yang tidak hanya soal kerja keras?
Persoalan ini menarik untuk dibahas. Bagi saya, tentu lebih khusus pada persoalan struktural. Karena seperti kita ketahui, kita hidup di dunia yang dikondisikan oleh struktur ekonomi, politik, dan peraturan-peraturan hukum. Pertanyaan yang mendasar juga adalah apakah semua itu dibuat untuk orang-orang yang tertindas? Ataukah hanya untuk orang yang punya modal uang yang sangat besar?
Mari menjawab permasalahan itu, kawan-kawan!
Penulis: Muhammad Ifan Fadillah
Penyunting: Aunillah Ahmad
Comments