Sepak bola dan Jakarta. Jujur saja, dulu saya ragu untuk menyatakan bahwa Jakarta layak menyandang sebagai “Kota Sepak Bola”. Secara prestasi di liga Indonesia, Persija – sebagai representasi sepak bola Jakarta – merupakan salah satu tim tersukses di Indonesia. Tapi sedekade yang lalu, dengan torehan sejarah segemilang itu, seolah tak artinya bagi sepak bola Jakarta, karena kala itu Jakarta tak memiliki rumah sepak bola, yaitu stadion sendiri.
Yah, memang Gelora Bung Karno, stadion terbesar di bumi pertiwi ini berdiri di jantung Jakarta. Tapi SUGBK sendiri merupakan aset negara, bukan milik DKI. Salah satu yang cukup mampu menyelamatkan wajah Jakarta kala itu adalah Stadion Lebak Bulus. Pun, stadion ini sejatinya terlalu mungil untuk menjadi rumah sepak bola di kota megapolitan sekelas Jakarta.
Nahasnya lagi, Lebak Bulus yang kala itu menjadi rumah terakhir sepak bola Jakarta, nasibnya berakhir pada penggusuran pada 2013 silam. Dan praktis, Jakarta benar-benar tak punya rumah. Sementara, tim Ibu kota seperti Persija Jakarta sendiri tak selalu mulus mendapatkan izin menumpang di SUGBK.
Masa ini (pasca penggusuran Lebak Bulus) merupakan masa yang sulit bagi tim ibukota seperti Persija. Persija mesti menjadi tim musafir. Berkeliling menumpang rumah dari; Solo, Malang, Bantul, atau jika beruntung sekali-dua kali diizinkan menumpang di GBK.
The Jakmania (salah satu kelompok suporter terbesar di Jakarta) pasti akan mengenang masa sulit ini sebagai masa-masa yang melelahkan. Melelahkan, mesti melakukan away di laga home. Melelahkan, mesti menghadapi celaan dari tim-tim lain. Melelahkan pula, karena mimpi punya stadion di tanah sendiri tak kunjung terealisasi, bak mimpi milenial dan gen-z bermimpi mencicil KPR di masa depan.
Mimpi itu bahkan bergulir dari satu periode ke periode lain Gubernur DKI Jakarta. Menurut laporan Kompas 10 Desember 2008 silam, perencanaan stadion oleh Gubernur saat itu, Fauzi Bowo sendiri rencana-nya bakal dimulai pada 2009 silam di Taman BMW. Rencana yang tak kunjung nyata. Bergulir ke masa Jokowi, dan Djarot (Plt). Permasalahan lahan menjadi salah satu penghambatnya.
Permasalahan sengketa lahan kemudian menemukan titik terang pada 2019 silam di masa kepemimpinan Anies Baswedan. Dan yah, titik terang, dan mimpi itu hampir menjadi nyata. Semua itu adalah apa yang kita lihat sekarang sebagai Jakarta International Stadium (JIS).
Melegakan memang, jika kita menyimak progres pembangunan JIS yang kini (Desember), dilansir dari antaranews.com, sudah mencapai 87 persen. JIS dibangun di atas tanah Taman BMW, seperti wacana-wacana gubernur DKI sebelum-sebelumnya.
Artinya, kini tinggal 13 persen lagi tim Jakarta seperti Persija bakal mengakhiri penderitaan sebagai musafir dengan perjalanan melelahkan. Suporter ibu kota seperti The Jakmania juga sebentar lagi mengakhiri celaan, kalau mereka tak memiliki rumah di tanah sendiri. Dan semua bakal berakhir dalam waktu yang sepertinya tak terlalu lama lagi.
Tak hanya untuk warga Jakarta siap bersuka ria. Warga luar Jakarta seperti saya sendiri juga selalu dibuat cengar-cengir melihat perkembangan JIS di media sosial. Melihat atapnya, melihat beberapa kursi berwarna oren yang sudah terpasang, melihat atap dan panelnya. Sungguh, saya kadang juga dibuat bangga.
Bagaimana tidak, JIS bukan saja mimpi warga Jakarta yang hampir nyata. Tapi, juga bagaimana JIS menawarkan beberapa ke-mutakhir-an. Sekitar 80 ribu kapasitas (bakal menjadi yang terbesar di Indonesia), dengan konsep stadion sepak bola modern tanpa lintasan, serta atap yang bisa digunakan sebagai acara indoor. JIS dibangun tidak saja karena kebutuhan, tapi sejalan dengan relevansi zaman.
Dan yang pasti – karena awalnya dibangun untuk menjawab kebutuhan sepak bola Jakarta yang nyaris tak punya rumah sendiri – masa depan JIS tentu tak bakal berakhir sebagai monumen kosong; stadion-stadion megah nir-pemilik seperti stadion Palaran di Samarinda.
Kendati JIS belum benar-benar nyata 100 persen, warga Jakarta khususnya, dan masyarakat Indonesia umumnya, mesti ancang-ancang menyambut ‘Jakarta International Stadium’ dengan gegap gempita, sebagai renjana baru sepak bola Jakarta dan Indonesia.
Editor: Ciqa
Gambar: Google.com
Comments