Ramadan tahun ini menarik dirasakan dari berbagai sisi. Pandemi COVID-19 memaksa kegiatan yang “khas Ramadan banget” seperti ngabuburit sambil cari takjil; pengajian sebelum berbuka di masjid; dan solat tarawih berjamaah, harus ditiadakan sampai wabah ini mereda.
Ditengah suntuknya aktifitas anak muda yang gitu-gitu aja, kanal YouTube Majelis Lucu Indonesia hadir bagai oasis di tengah malesnya ikut kajian online yang seabreg itu atau nonton siaran tv yang tidak variatif dan membosankan. Program yang dimaksud tak lain adalah “Kultum Pemuda Tersesat”.
Didalam program Kultum Pemuda Tersesat, Aditya “Tretan” Muslim berfungsi sebagai perantara para pemuda di seluruh dunia –yang dianggap selalu berupaya untuk mecari celah dalam aturan Agama– ditemani Habib Husein Ja’far Al Hadar yang bertugas menjawab persoalan remeh temeh dan dianggap tabu yang diajukan oleh Muslim.
Sejak episode pertama tayang, program Kultum Pemuda Tersesat sudah menjawab secara singkat persoalan tentang menonton film porno di bulan Ramadan; sahur dan berbuka dengan babi atau bir; merokok saat berpuasa; hingga hukum berpuasanya orang yang murtad. Persoalan-persoalan yang jelas konyol dan tidak perlu dipertanyakan lagi, namun faktanya nyata terjadi di masyarakat, kata Habib Husein.
Opsi Dakwah Lain
Dari fenomena di atas, kita setidaknya bisa merenungi bahwa, kemajuan zaman dan kemudahan akses informasi tidak otomatis memajukan cara bersikap manusianya.
Meskipun, kata Habib Husein mengutip Imam Syafii, bahwa “diam adalah jawaban terbaik apabila pertanyaan yang ada muncul dari orang-orang yang bodoh atau bersifat propaganda, provokasi”, hadirnya figur-figur da’i milenial seperti Habib Husein yang mampu dan mau menjawab pertanyaan yang terdengar bodoh tersebut sangat diperlukan.
Kefahaman terhadap permasalahan yang dihadapi, penyampaian pesan yang simpatik dan tidak menggurui, serta medium penyampaian yang interaktif menjadi alternatif baru rujukan tanya-jawab agama di era digital. Generasi muda –setidaknya penulis sendiri– terlalu tidak sabar menunggu pengajian ustadz senior berdurasi satu jam lebih, yang sebenarnya lebih banyak berkomunikasi dengan jamaah di lokasi pengajian alih-alih interaktif dengan jamaah daring/ kamera. Juga, bosan dengan konten dakwah berlabel hijrah yang tema-nya itu-itu saja.
Kata Habib Husein dalam tadarus online yang diselenggarakan Maarif Institute pada Kamis (7/5), “Kita harus hadir dengan membawa solusi. Tema-tema ustadz online masih berkisar di masalah fiqh. Padahal tugas kita adalah menggeser tema fiqh kepada tema muamalah, tema sosial. Kita susah cukup payah terjebak dalam kesalehan ritual yang tidak berefek kepada kesalehan sosial.”
Terakhir, konten yang substantif namun dikemas dalam komedi seperti Kultum Pemuda Tersesat layak dan harus diperbanyak dimasa mendatang, bukan konten dus sampah dan percakapan lanjutan yang tidak ada habisnya.
Penulis: Aunillah Ahmad
Ilustrator: Ni’mal Maula
Comments