Siapa yang pernah menemukan hotel tanpa lantai 4?
Fenomena yang ada di alam semesta tak pernah sepi dari perbincangan netizen. Pasti adaaa saja topik yang bermunculan dan dibahas di mana saja, entah di warung kopi, angkringan, sampai grup keluarga bani ala-ala.
Boneka arwah atau spirit doll adalah salah satu tema yang akhir-akhir ini ramai diperbicangkan. Tanggapan kebanyakan orang mengenai fenomena ini tidak lepas dari kata aneh, bodoh, lucu, sampai wagu.
Bagi saya, tanggapan tersebut terlalu berlebihan. Ya, gimana, fenomena yang mistis-mistis ini kan bukan barang baru. Sudah lamaaa sekali terjadi di mana-mana. Salah satunya adalah misteri tentang lantai 4 di hotel yang selalu ditiadakan.
Mungkin beberapa dari klean bertanya, apa iya? Tenang, saya awalnya juga demikian. Saya juga baru menyadarinya ketika dalam perjalanan pulang dari Jogja ke Lamongan. Kala itu kakak saya mengatakan kalau hotel kami tadi tidak ada lantai 4. Tentu saya tidak langsung percaya, tapi ketika memiliki kesempatan ke hotel lagi, saya mencoba membuktikan omongannya, dan ternyata memang benar.
Kita memang jarang memperhatikan detail angka ketika naik lift dalam hotel. Tapi jika diamati, maka kita akan sadar kalau angka 4 ditiadakan. Beberapa ada yang dari angka 3 langsung ke 5. Ada juga yang 3A, 3B, dan sebagainya. Intinya lantai 4 dihilangkan, tak dianggap, dan dicampakkan begitu saja. Mengsedih.
Saya yang penasaran pun akhirnya mengulik di mesin pencarian, serta bertanya pada orang yang sering ke hotel. Dari sana saya menemukan beberapa hal menarik. Pertama, masyarakat chinese atau Tionghoa sangat berpegang teguh dengan fengshui. Dalam kepercayaan mereka, angka 4 itu kakinya satu. Dengan ‘bentuk tubuh’ seperti itu yang hanya berdiri dengan satu kaki, maka terlihat rentan untuk menopang sesuatu, bahkan menopang dirinya sendiri.
Selain itu, angka empat melambangkan kursi terbalik yang berarti jatuh, turun, atau bahkan kematian. Dalam bahasa China, angka 4 dibaca shi yang jika diartikan bermakna mati. Sehingga angka empat sangat dihindari untuk digunakan karena tidak membawa keberuntungan.
Dari sana, akhirnya berkembang untuk menghindari angka-angka yang ada hubungannya dengan 4, misal 14, 24,34, 44 dan segala sesuatu yang berhubungan dengan angka 4 maka akan dihilangkan.
Bahkan angka yang dijumlahkan akan menunjukkan angka 4 juga ditiadakan. Misalnya 22, 31, 40, sampai yang paling terkenal yakni angka 13. Iya, terlepas dari mitos yang dibawa dari budaya barat bahwa 13 adalah angka sial, tapi bagi orang Tionghoa, alasan angka 13 dihindari adalah karena angka ini terdiri dari angka 1 dan 3, yang jika dijumlahkan akan menjadi 4.
Lantas kenapa hal ini dianggap normal? Apa karena orang-orang yang sering ke hotel nggak suka berisik? Atau bagaimana?
Kalau dipikir-pikir, hal ini tidak kalah aneh dengan boneka arwah, lho? Dan terkesan mistis tentunya. Selain itu sebagai anak keempat, saya juga tersinggung kalau dianggap sebagai kesialan. Apalagi semasa hidup ini, saya sering merasa beruntung.
Selain itu lucu juga, dalam bayangan saya, jika akan membangun hotel, maka yang dipikirkan itu tentang bagaimana desainnya, marketnya, letak geografisnya, yang gitu-gitu pokoknya. Lah, ini malah kepikiran angka lho. Warbiyasah.
Tapi, setelah dihayati, memang begitulah konsep dari kepercayaan. Orang yang tidak percaya akan sesuatu akan cenderung merasa aneh dan cenderung tertawa. Keyakinan itu sifatnya personal dan privat. Karena itu pada dasarnya setiap keyakinan pasti menistakan keyakinan lain. Dalam konsep agama pun demikian, kan?
Tiap-tiap umat manusia seyogyanya tak perlu meributkan keyakinan manusia lainnya. Ya, diterima saja sebagai wujud dari keberagaman. Oleh sebab itu, misalnya suatu ketika Anda melihat ada orang yang menyembah ubur-ubur, air galon isi ulang, atau bahkan menyembah egonya sendiri, jangan langsung heran, mbok ya, biasa saja, perbedaan memang demikian adanya.
Editor : Ciqa
Gambar: pexels
Comments