Abu Rokhmad dalam artikel yang berjudul “Telaah Karakteristik Tafsir Arab Pegon” berhasil menelaah karakteristik Tafsir al-Ibriz karya Kyai Haji Bisri Musthafa. Tafsir al-Ibriz ditulis untuk membuka tabir ajaran al-Qur’an yang masih sulit dipahami dengan menggunakan metode makna gandul (makna yang ditulis dibawah kata perkata ayat al-Qur’an dengan menggunakan tulisan arab pegon berbahasa Jawa dan diberi syarah penjelasan di sisi luar kotak). Metode tersebut sebenarnya sudah familiar dikalangan pondok pesantren yang mengaji kitab gundul (kitab kuning). Akan tetapi, bagi masyarakat awam akan kesulitan sekali membaca makna gandul tersebut. Oleh karena itu, tafsir al-Ibriz karya Bisri Mustofa hadir selayaknya buku-buku tafsir dengan tulisan latin sehingga lebih mudah dibaca, hanya saja berbahasa jawa.
Kyai Haji Bisri Mustofa merupakan ulama nusantara yang lahir di Rembang, Jawa Tengah pada tahun 1915. Berbeda dengan Ahmad Mustofa Bisri atau biasa dipanggil Gus Mus (lahir 1944), Bisri Mustofa merupakan ayah dari Gus Mus. Namanya memang cenderung sama dan wajahnya pun mirip. Keduanya sama-sama berpartisipasi dalam penerbitan Tafsir al-Ibriz. Hanya saja, Kyai Haji Bisri Mustofa lebih berperan sebagai penulis sedangkan Gus Mus banyak membantu dalam proses penerbitan.
Kyai Haji Bisri Mustofa meninggal pada tahun 1977 sedangkan Gus Mus hingga saat ini masih setia berkhidmat kepada umat. Semoga pengabdian keluarga Gus Mus senantiasa diterima oleh Allah sebagai amal ibadah dan senantiasa mencerahkan umat.
Tafsir Al-Ibriz
Tafsir al-Ibriz disusun berdasarkan tartib mushafi dengan metode analisis (tahlili). Beberapa ayat yang mudah difahami hanya diterjemahkan secara sederhana, meskipun penafsiran dalam tafsir tersebut cenderung membiarkan al-Qur’an berbicara. Maksudnya, Bisri Mustofa menafsirkan ayat dengan ayat itu sendiri bukan dengan penafsiran ayat yang lain. Akan tetapi, ada juga beberapa ayat yang ditafsirkan dengan ayat lain, hadis, dan/atau ijma’ ulama.
Penulisan tafsir menggunakan bahasa Jawa merupakan salah satu upaya Bisri Mustofa dalam membumikan al-Qur’an di tanah Jawa, khususnya bagi kalangan pesantren dan masyarakat suku jawa yang masih belum fasih berbahasa indonesia.
Setelah melakukan pembacaan singkat terhadap artikel Abu Rokhmad, tafsir al-Ibriz cenderung bersifat eksklusif karena menggunakan bahasa jawa. Oleh karena itu, orang yang tidak mahir berbahasa jawa akan kesulitan mengakses, melakukan pembacaan dan memahami tafsir tersebut. Akan tetapi dari segi konten, Tafsir al-Ibriz tidak eksklusif sama sekali. Ia menafsirkan apa adanya dan seringkali menafsirkan sesuai dengan fenomena masyarakat yang terjadi, sekaligus memberikan komentar. Penggunaan bahasa jawa ngoko halus yang kaya kosa kata, memudahkan masyarakat memahasi sense maksud dari ayat pada waktu itu.
Problem baru muncul, ketika tafsir tersebut digunakan di masa sekarang dengan masyarakat yang tidak banyak mahir berbahasa jawa dan justru lebih familier dengan bahasa Indonesia (kebalikan dengan zaman dulu). Oleh karena itu, saya mengapresiasi karya Bisri Mustofa ini tidak hanya sebatas memperkaya khazanah penafsiran akan tetapi, juga sebagai upaya menjaga budaya khususnya budaya jawa.
Editor: Nabhan
Ilustrator: Ni’malmaula
Comments