Mungkin beberapa fragmen pemikiran dibawah ini sudah sangat familiar ditelinga milenial.

Bagaimana cara mengecek ketidakadilan?

Ketika masih ada orang yang sangat kaya dan sangat miskin.

Apa yang paling indah?

Alam semesta karena alam semesta karya Tuhan sehingga pasti indah.

Apa yang paling kuat?

Necessity (takdir) karena takdir paling sering menang atas segala sesuatu.

Apa yang paling sulit?

Mengenali diri.

Apa yang paling mudah?

Menasehati orang.

Bagaimana cara hidup yg baik?

Jangan lakukan sesuatu yang tidak kita suka dari orang lain.

Apa kunci kebahagiaan?

Badan yang sehat dan jiwa yg stabil (sehat lahir batin).

Fragmen pemikiran diatas menjadi biasa saja ketika kita membacanya hari ini. Akan tetapi, coba bayangkan jawaban pertanyaan diatas merupakan fragmen pemikiran Thales yang hidup 600 tahun sebelum masehi (6 abad SM). Pemikiran Thales diakui sebagai kegiatan berfilsafat pertama sehingga ia terkenal dengan julukan bapak filsafat pertama. Thales berhasil mengawali perubahan sejarah cara berpikir Yunani dari mitos menjadi logos. Teori utama beliau adalah all thing are from water and all thing resolve into water (yunani: arkhi). Pada waktu itu, pemikiran tersebut banyak orang yang tidak percaya dan mungkin sampai sekarang.

Bagi orang muslim, bisa saja ia tidak percaya terhadap pemikiran Thales, tapi pasti ia bakal percaya sama kitab sucinya yaitu al-Qur’an. Sekarang yuk coba kita tilik potongan ayat Qs. Al-Anbiya’ ayat 31 wa ja’alna minal mai kulla syaiin hay (dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air). Kira-kira setelah tahu teks Qur’annya masih ragu atau udah percaya pake banget?

Nah terlepas dari peradaban kitab suci, sekarang kita mencoba berfikir filsafat menggunakan akal kita bahwa ternyata, ya! Bumi, atmosfer, batu, udara, hewan, tumbuhan bahkan api semuanya berkaitan erat dengan air. Karena adanya api (akan menyala) karena adanya suhu kelembaban tertentu sebagaimana dikatakan Francis Beken bahwa segala sesuatu bergantung pada kelembapan (kadar air). Oleh karena itu, arkhi dapat dikatakan sebagai intinya segala sesuatu.

Dari gagasan yang sangat absurd yang muncul pada 6 abad SM tersebut, setidaknya terdapat tiga pelajaran:

1. Proposisi tersebut mengajarkan pentingnya memperhatikan asal-usul sesuatu, sebab akibat dan semua hal yang ada telah teratur sedemikian rupa (jawa: sangkan paraning dumadi)

2. Merangsang seseorang untuk berfikir menggunakan akalnya sehingga mau meninggalkan gagasan mitos menjadi logos. Tidak melulu mengikuti dan plercaya mitos.

3. Gagasan arkhi menunjukkan kesatuan segala hal yang mempunyai hakikat yang sama.

Hebatnya, gagasan absurd tersebut sejalan dengan al-Qur’an sehingga dapat bersifat perenial dan relevan sepanjang zaman (solih likulli zaman wa makan).

*Edisi belajar filsafat bareng Pak Fahrudin Faiz