Kisah Ashabul Kahfi diceritakan oleh Allah SWT di dalam kitab suci Al Qur’an, yakni pada surat “Al-Kahfi”. Surat Al-Kahfi terdiri dari 110 ayat, namun yang mengisahkan tentang tujuh pemuda yang dikenal dengan Ashabul Kahfi merujuk pada ayat ke-9 sampai ayat ke-26.
Pada zaman dahulu hidup seorang raja yang dzalim dan kejam bernama Dikyanus. Singkat cerita, kedigdayaan Dikyanus memaksa para masyarakatnya untuk mengagungkan dirinya dan berpaling dari Allah. Ia tak segan untuk membunuh jika ada yang membantah atau menentangnya.
Walhasil banyak yang berpaling kepercayaan dan manut akan kuasa dari Dikyanus. Tujuh pemuda dalam kisah ini adalah pengecualian. Mereka menentang kekuasaan zalim raja Dikyanus. Sikap penolakan tersebut menarik perhatian raja Dikyanus. Raja memberi kesempatan pada tujuh pemuda tersebut untuk hidup – dengan harapan berubah pikiran karena telah disuguhkan kesenangan dunia; seperti halnya wanita, jabatan, dan kekayaan.
Tidak tergoda, mereka justru menolak tawaran raja dan menimbulkan kemarahan raja Dikyanus. Diutusnya bala tentara untuk mengejar tujuh pemuda yang telah memilih pergi untuk mengasingkan diri guna mempertahankan keimanannya. Mereka bersembunyi di goa untuk melepaskan diri dari cengkraman raja Dikyanus. Dalam pengasingan tersebut, goa dijadikan tempat beristirahat mereka. Dalam keadaan tertidur, Allah memberikan kenyamanan sampai tanpa disadari mereka tertidur sampai 390 tahun.
Singkat cerita, mereka terbangun dan keluar dari goa yang tanpa disadari sudah beratus-ratus tahun lamanya. Dalam keadaan lapar mereka pergi ke pasar untuk mencari makan, namun ternyata kehadirannya menarik perhatian penduduk sekitar, hingga kabarnya tersebar sampai pemerintahan. Maka dipanggillah para pemuda tersebut untuk memberikan kesaksian. Raja yang berkuasa pada masa itu justru terharu dengan kisah keimanan mereka dan menawarkan mereka kehidupan di kerajaan dengan tetap mengimankan Allah, akan tetapi mereka menolak dan tetap hidup di goa sampai akhir hayatnya.
Relevansi Kisah Ashabul Kahfi dengan Pandemi
Meski cerita Ashabul Kahfi mengisahkan tentang mempertahankan keimanan dalam memerangi penguasa yang dzalim, saya merasa kandungan yang terdapat dalam kisah pemuda tersebut justru relevan dan memberikan gambaran terkait bagaimana sikap kita dalam memerangi pandemi virus covid-19 ini.
Dewasa ini, kita tengah menghadapi persoalan penyakit yang berdampak begitu besar terhadap kemanusiaan, oleh karenanya WHO sebagai badan kesehatan dunia menetapkan keadaan ini sebagai pandemi, yang tentu saja membawa dampak kekacauan di berbagai negara belahan bumi.
Keadaan tersebut menghantarkan banyak kebijakan-kebijakan yang membatasi aktivitas masyarakat. Tentu bukan tanpa sebab, pembatasan tersebut adalah demi kemaslahatan umat. Tapi kenyataan yang terjadi terkhusus di Indonesia sendiri, adalah bagaimana sikap orang banyak yang masih meremehkan dan keliru dalam menetukan sikap. Memang, tentu saja bukan tanpa sebab yang artinya dalam keadaan tentu beberapa orang terpaksa melakukan pelanggaran dari kebijakan pemerintah. Ketetapan-ketetapan untuk menahan diri di rumah dengan harapan memutus mata rantai penyakit tersebut justru bertentangan dengan keadaan yang ada. Pasalnya masih banyak orang yang tidak bisa menahan diri dan akhirnya melanggar peraturan tersebut.
Kenyataan tersebut membuat saya merasa relevan dengan kisah Ashabul Kahfi ini, dimana bisa dibilang sama-sama berusaha untuk menghindar dari ancaman. Sebagaimana Ashabul Kahfi yang melawan kebijakan raja Dikyanus, masyarakat dewasa ini yang melawan penyebaran virus. Dalam perlawanan ini, ada baiknya kisah Ashabul Kahfi bisa meyakinkan kita bahwa kesabaran akan berbuah hasil dan kemenangan. Maksudnya, adalah bagaimana cara kita mengambil sikap untuk lebih mempertimbangkan segala sesuatunya agar kita tak terjerembab. Dan bahwa melindungi diri dengan bersembunyi di rumah saja artinya bukan menyerah melainkan bagian dari ikhtiar.
Dengan demikian kisah Ashabul Kahfi ini, menurut saya pribadi bisa menjadi gambaran dalam menentukan sikap. Dengan harapan yang sama yakni kemenangan dalam melawan ancaman virus tersebut. Tentu saja masih banyak pandangan terkait kisah Ashabul Kahfi tersebut dan bagaimana kita memaknai keindahannya sebagai pembelajaran.
Penyunting: Halimah
Comments