Tradisi mudik menjadi agenda tahunan bagi masyarakat Indonesia. Utamanya para pelajar, mahasiswa hingga pekerja di tanah rantau untuk pulang ke kampung halaman masing-masing menjelang lebaran Idul Fitri. Tujuannya bertemu dengan keluarga dan sanak saudara.
Ada yang berangkat mudik melalui jalur darat menggunakan sepeda motor, mobil, bus, dan kereta api. Lalu via udara dengan pesawat terbang. Serta ada pula yang lewat jalur laut menggunakan kapal penumpang.
Saya sendiri adalah mantan mahasiswa dari Ternate, Maluku Utara yang pernah kuliah di Kota Jogja. Pada tahun 2013 silam, saya pun tak mau melewatkan kesempatan untuk mudik ke tanah kelahiran.
Sebagai perantau dari kawasan Indonesia timur, hal yang selalu menjadi momok ketika akan mudik adalah harga tiket pesawat yang melonjak tidak masuk akal.
Ketika masa puncak mudik tiba, harga tiket pesawat dari Jogja ke Ternate mencapai Rp 2 juta lebih. Tarif tersebut lebih mahal daripada tiket pesawat dari Jogja ke Bangkok, Thailand.
Bayangkan saja budget pulang pergi saat arus mudik dan arus balik jika digabung bisa mencapai Rp 5 juta. Sio mama.
Lalu apakah saya harus menyerah dengan keadaan? Oh tidak semudah itu, godaan nikmatnya papeda dan ikan cakalang asap tak dapat terelakkan.
Alhasil, mudik menggunakan kapal laut bagi mahasiswa timur bisa menjadi alternatif. Sebab, harga tiketnya lebih ramah seperti satpam Bank BCA.
Pada tahun 2013 saya mudik bersama dua saudara saya dan dua tetangga saya menggunakan kapal Pelni KM Sinabung dengan kapasitas kurang lebih 1000 penumpang, lewat Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Rutenya mulai dari Surabaya – Makassar – Bau-Bau – Banggai – Bitung – Ternate.
Perjalanannya selama tiga hari di lautan. Meskipun durasinya lebih lama, alhamdulillah selamat sampai tujuan. Kali ini saya akan berbagi sedikit suka duka, susah senang dan pahit manisnya mudik dengan kapal laut.
Low Budget
Tarif tiket kapal penumpang Pelni tergantung dari kelas yang dipilih. Kala itu kami pilih kelas ekonomi karena paling murah, cukup dengan budget Rp 600 ribu. Fasilitasnya satu orang mendapat satu kasur, walaupun tidurnya beramai-ramai dengan penumpang lain dalam satu dek kapal.
Tersedia juga tempat menaruh barang dan colokan. Barang bawaan pun bisa lebih banyak, karena regulasi bagasinya bisa lebih dari 20 kg, tidak seperti pesawat. Selain itu, juga mendapat jatah makan tiga kali sehari dari pihak kapal.
Mendapat Kenalan Baru
Bagi yang mengambil kelas ekonomi, kesempatan mendapat kenalan baru lebih besar, daripada yang mengambil kelas I dan II dengan fasilitas kamar.
Di kelas ekonomi, kami bisa lebih membaur dengan penumpang lainnya dari beragam asal daerah. Dengan durasi perjalanan berhari-hari tersebut, interaksi dengan penumpang lain pun semakin intens.
Terlebih untuk kapal penumpang rute Indonesia timur, kita bisa nongkrong di dek paling atas sembari menikmati lantunan dan menyanyikan lagu khas Indonesia timur.
Bisa jadi bukan hanya teman baru yang didapat, tapi juga jodoh. Seperti halnya romansa Jack yang bersua Rose di Kapal Titanic yang mashyur itu.
Menikmati View Indah
Menikmati puitisnya pemandangan matahari terbit dan terbenam dengan latar depan lautan luas adalah pengalaman yang bisa didapatkan saat menaiki kapal laut.
Selain itu, dapat pula memandangi indahnya pulau-pulau yang dilewati. Keindahan-keindahan tersebut kurang afdol rasanya jika tidak diabadikan dengan jepretan kamera.
Harga Makanan-Minuman di Restauran Kapal Lebih Mahal
Jika tidak terlalu suka atau bosan dengan fasilitas makanan gratis dari kapal, Anda dapat membeli makanan di kantin atau restauran yang ada di kapal. Akan tetapi harganya lebih mahal dua sampai tiga kali lipat harga normal.
Maka dari itu, bagi para penumpang kapal selalu membawa banyak persediaan makanan dan minuman untuk beberapa hari perjalanan.
Rombongan kami membawa banyak camilan dan panganan paling andalan di kapal, yaitu mie instan dalam cup, karena lebih praktis penyajiannya. Apabila stok makanan menipis, bisa membeli lagi makanan yang murah saat kapal sedang singgah di pelabuhan pemberhentian.
Mabuk Laut
Kapal penumpang yang kita tumpangi ini mengarungi lautan bebas, bukan sekadar berlayar di pesisir-pesisir pulau yang airnya tenang. Gejala mabuk laut bisa saja dirasakan akibat gelombang ombak yang kuat dan terpaan angin kencang sehingga membuat goncangan pada kapal.
Bagi yang memiliki riwayat mabuk perjalanan, hendaknya selalu makan dan minum secukupnya, jangan sampai perut kosong. Serta selalu siap sedia mengonsumsi obat penawar mabuk laut.
***
Itulah lima pahit manis pengalaman saya saat mudik menggunakan kapal laut. Mungkin yang sudah bosan mudik naik pesawat, bisa tertarik menikmati sensasi perjalanan mudik berhari-hari dengan kapal laut.
Syahdan, bagi siapapun yang sedang mudik di luar sana, saya bersama penyanyi Tulus berpesan, hati-hati di jalan.
Editor: Lail
Gambar: https://tirto.id/
Comments