Baru-baru ini publik dihebohkan dengan viralnya seorang pria karena dengan sadisnya ia menyembelih kucing hamil untuk dijadikan santapan dan mengunggah proses penyiksaannya ke dalam media sosial. Sebelumnya dengan kasus hampir serupa seorang oknum TNI mengakui perbuatannya yaitu menembaki sejumlah kucing di lingkungannya dengan menggunakan senapan miliknya berdalih karena ia memang membenci hewan tersebut. Tentu saja, dua peristiwa diatas merupakan jumlah kecil dari banyaknya kasus-kasus penganiayaan terhadap hewan yang ada di Negara kita ini. Seolah dinormalisasi kasus-kasus penganiayaan yang terjadi pada hewan hanya akan viral kemudian berlalu tanpa kejelasan yang pasti, walau beberapa oknum telah ditindak dan mendapatkan sanksi tetapi kasus penyiksaan hewan justru kian meningkat. Miris bukan, lalu apa yang salah?
Penganiayaan pada hewan
Penganiayaan bisa dijabarkan sebagai perlakuan yang sewenang-wenang (biasanya berupa penyiksaan, penindasan, dan sebagainya) yang akibat dari perbuatan tersebut menyebabkan cacat badan ataupun kematian. Begitu Pula dengan penganiayaan terhadap hewan, perbuatan manusia yang dapat menyebabkan cacat badan dan kematian pada hewan bisa dianggap sebagai penyiksaan pada hewan dengan catatan khusus yaitu selain untuk perlindungan diri. Banyak pendapat yang mengungkapkan memang tak ada salahnya menggunakan hewan untuk keperluan manusia seperti makan, hiburan ataupun penelitian, namun yang menjadi polemik adalah bagaimana kegiatan tersebut harus dilakukan dengan cara yang benar atau bisa dianggap secara manusiawi.
Bagaimana kacamata penganiayaan pada hewan dipantau dari sisi hukum?
Tingkat penganiayaan pada hewan di Indonesia memang sudah ada sejak dahulu, namun yang membuat terkejut adalah Indonesia menempati posisi juara sebagai Negara dimana wilayahnya menjadi posisi terbanyak baik dalam konten penganiayaan pada hewan di media sosial hal ini dilansir dari Laporan Social Media Animal Cruelty Coalition (SMACC) Report 2021 menunjukkan, ada 5.480 video penyiksaan hewan dari seluruh dunia yang diunggah di media sosial. Dari jumlah itu, video penyiksaan hewan paling banyak berasal dari Indonesia, yakni 1.626 konten atau 29,67%. Hal ini tentu sangat mengejutkan dan memalukan!
Jika kalian menganggap tak ada aturan yang mengatur mengenai penganiayaan sehingga menyebabkan kasus penganiayaan pada hewan kian meningkat? Maka jawabannya adalah salah besar, nyatanya Indonesia sendiri mempunyai aturan dalam hal untuk menegakkan perlindungan hukum bagi hewan contohnya saja di dalam KUHP pada pasal 302 dimana jika seseorang melakukan penganiayaan pada hewan (ringan ataupun berat) dapat dipidana dan didenda. Tak hanya itu dalam pasal 504 KUHP juga menyebutkan bahwa seseorang dapat dipidanakan jika menggunakan hewan untuk bekerja yang diluar kemampuannya, ataupun menggunakan hewan untuk bekerja dengan cara menyakiti serta menggunakan hewan yang berada dalam kondisi tertentu (hamil,cacat,luka) untuk pekerjaan dan mengangkut atau menyuruh hewan tanpa diberi makan dan minum. Selain di dalam KUHP, terdapat UU Peternakan dan kesehatan hewan yang dalam salah satu pasalnya mengatur mengenai setiap orang dilarang untuk menganiaya dan./atau hewan menyalahgunakan hewan yang mengakibatkan hewan menjadi cacat ataupun tidak produktif.Dari sini dapat disimpulkan walaupun regulasi dan sanksinya ada, sehingga kasus sering terjadi tentu bukan dari kekosongan hukumnya, namun berbagai faktor yakni salah satunya adalah kita. Seringkali kita beranggapan bahwa penganiayaan pada hewan bukan sesuatu yang penting dan layak mendapatkan perhatian walau sudah seringnya pemberitaan tentang pelanggaran hak-hak hewan. Selain itu penerapan hukum yang kurang efektif juga akan membawa dampak yakni kurangnya rasa jera dari pelaku. Oleh karena itu kesadaran kita dan penerapan hukum yang sesuai harus dijalankan, agar memberi jera pada para pelaku. Jadi, Gimana? Yuk, sadar dan lebih peduli pada mereka!
Editor: Ciqa
Gambar: Google
Comments