PNS lembur itu sudah biasa.

Hingga kini, masih banyak orang yang terkedjoet mendengar ada PNS lembur. Banyak juga yang bilang aneh. Padahal sebenarnya nggak usah aneh kalau melihat kinerja PNS di kota-kota besar. PNS juga pekerja biasa, Lur! Nggak ada privilese. PNS juga sama seperti pekerja swasta lainnya bedanya hanya kalau bawa kendaraan dinas plat merah aja yang bebas tilang itu. Eh.

Halah percuma lembur. PNS kan digaji negara? Tokh sudah dianggarkan,” ujar kelian yang kurang paham. Eits, jangan salah. Kadang kala para PNS memang harus bekerja hingga melebihi jam kerja—melebihi jam pulang kantor. Uwu, kan?

Ada waktunya ketika PNS harus bekerja lembur demi mencapai target yang direncanakan dalam Renstra instansi atau deadline Laporan Tahunan. Pendeknya, lembur juga menjadi jalan satu-satunya PNS agar semua pekerjaan bisa selesai tepat waktu dan dana anggaran tahun berjalan terserap dengan baik. Di kantor saya sendiri, bekerja lembur di hari kerja dan sesekali lembur di akhir pekan adalah hal yang lumrah. Kalau dulu zaman belum pandemi, sih, malah seru lembur bareng satu tim sudah biasa setiap pekan.

Perlu saya jelaskan kembali kepada kelian yang merasa aneh jika PNS lembur. Dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.05/2009 Tahun 2009 tentang Kerja Lembur dan Pemberian Uang Lembur Bagi Pegawai Negeri Sipil, kerja lembur adalah segala pekerjaan yang harus dilakukan oleh PNS pada waktu-waktu tertentu di luar waktu kerja sebagaimana telah ditetapkan bagi tiap-tiap instansi dan kantor Pemerintah.

Yang jadi persoalan adalah lembur seperti apa yang dimaksud dalam aturan tersebut dan dapat dibiayai kantor? Sesungguhnya aturan tentang lembur bagi PNS ini cukup ketat dan rigid, antara lain jadwal lembur dan kegiatannya harus mendapat persetujuan minimal Eselon II atau setingkat Kepala Biro kalau di instansi saya atau Kepala Kantor-lah. Seorang pejabat struktural nantinya harus menjadi pengawas kegiatan lembur ini untuk memastikan kegiatan lembur sesuai target capaian dan tujuan yang ditetapkan.

Lantas timbul pertanyaan, apakah PNS lembur mendapatkan uang kerja? Nah, saya jawab,”Tentu saja bisa.” Secara logika, PNS yang diwajibkan lembur tersebut sudah mengorbankan pikiran, tenaga dan waktu diluar jam kerja. Padahal di saat yang sama seharusnya mereka sudah leyeh-leyeh nonton Netflix atau bercengkerama dengan keluarganya. Lha ini malah kerja, kerja, kerja sampe malam bahkan hari libur. Jadi sangat layak negara memberi kompensasi kepada PNS yang lembur. Dan aturan pun memayunginya sah secara hukum.

Jadi, kelian tak perlu khawatir terjadi pemborosan anggaran kantor karena lembur tergolong ke dalam belanja pegawai sehingga biasanya akan masuk rekening secara otomatis seperti gaji bulanan, tunkin dan uang makan. Sudah ada pos masing-masing.

Aturan lembur ini juga sudah diatur rapih sebenarnya di Permenkeu di atas, yakni bila Sodara sudah bekerja minimal 1 jam di luar jam kerja, maka Sodara sudah terhitung lembur. Kecuali, kalau maen gim ZUMA sore-sore selewat jam kerja, sih, nggak masuk kategori ini, Ngab! Jadi kudu ada tujuan dan target jelas, lah. Piye, toh?

Bila Sodara bekerja di luar hari kerja, maka biaya lembur Sodara akan dibayar hingga 200 persen atau dua kali lipat. Sodara juga berhak mendapatkan uang makan lembur per dua jam lembur (maksimal diberikan 2 kali dalam setiap hari lembur).

Terakhir jika masih ada yang menyangsikan hasil pekerjaan nggak optimal gara-gara lembur. Siapa bilang? Justru dengan lembur semua pekerjaan dapat diselesaikan bersama tim. Nggak harus ditelpon atau di WhatsApp dulu jika bertanya atau berkoordinasi sesuatu di grup Whatsapp atau Telegram. Banyak kepala bukankah lebih baik tinimbang satu kepala dalam memecahkan persoalan?

Kalau memang hasil pekerjaan jadi nggak optimal gara-gara lembur, maka yang perlu diupgrade adalah kompetensi dan skill diri. Jangan salahkan lemburnya. Target pekerjaan nggak bisa menunggu kita tambah lebih baik. Kita sendiri yang harus menyesuaikan aturan. Bukan sebaliknya.

Saran saya, sebaiknya ambil bimtek webinar untuk meningkatkan skill dan kompetensi diri terkait bidang pekerjaan yang kita geluti agar dapat tercapai target dan hasil kerja yang optimal—meski harus lembur. Gitu, ya. Jangan pada mager dan manja, ah. 

Editor : Hiz

Foto : Pexels