Bermula dari fatwa Paus Gelasius 1 yang melarang perayaan pagan Lupeercalia dan menggantinya dengan perayaan Santho Valentine tanggal 14 Februari tahun 496 Masehi. Tiap tanggal 13-15 Februari, warga Romawi kuno merayakan Lupercalia. Upacara dimulai dengan pengorbanan dua ekor kambing jantan dan seekor anjing.
Kemudian, pria setengah telanjang berlarian di jalanan, mencambuk para gadis muda dengan tali berlumuran darah yang terbuat dari kulit kambing yang baru dikorbankan. Walaupun mungkin terdengar seperti semacam ritual sesat sadomasokis, yang dilakukan orang-orang Romawi hingga tahun 496 Masehi ini dianggap sebagai ritus pemurnian dan kesuburan.
Valentine’s day selalu identik dengan mawar merah, cokelat makan malam dan bercinta. Maka valentine pun akrab dengan sebutan hari kasih sayang dengan pernik yang menyertai.
Diawali dengan kisah kelam tiga orang bernama Valentine. Valentine pertama adalah seorang yang dieksekusi mati pada tanggal 14 Februari pada masa kekaisaran Claudius II yang berhasil menyembuhkan gadis buta yang mencintainya. Valentine yang kedua adalah seorang uskup saleh dari Terni yang dieksekusi mati pada masa kaisar Claudius II. Valentine yang ketiga dari Genoa yang melanggar adat tata krama gereja sebelum dieksekusi mati dia menulis surat cinta kepada kekasihnya : ‘Dari Valentin mu.., “.
Tak penting dari legenda valentine yang mana. Tapi perayaan valentine telah menjelma menjadi sebuah perayaan hedon paling menghebohkan. Simbol kasih sayang di maknai sebagai kebebasan bercinta tanpa batas. Masyarakat kita hilang izzah, kebanggaan dan harkat. Mencari identitas pada budaya dan tradisi barat yang dianggap sebagai simbol modernitas dan kemajuan.
Valentine identik dengan mawar merah, cokkat, makan malam romatis dan kondom. Kebebasan sex, miras dan entah apalagi. Sebuah poster di Sleman Jogja barangkali bisa menjadi penanda bahwa valentine dirayakan oleh komunitas pria meski tak ditemukan buktinya.
Dampak negatif perayaan valentine begitu kasat mata. Tak ayal perayaan dari kaum pagan inipun diharamkan mengingat dampaknya yang serius terhadap generasi muda, meski di Abu Dhabi dan Saudi mulai turut merayakannya sebagai hari kasih sayang.
Memang tak semua tashabbuh (berserupa) dengan orang kafir itu haram. Ada beberapa indikator dan kriteria, baik dari sisi illat dan ta’rif, sebab Islam juga tak anti budaya sepanjang tidak melanggar yang syar’i apalagi aqidah.
Tidak harus mutlak dilarang. Meniadakan mudharat tak harus meninggalkan semua. Ibarat menangkap tikus tak harus membakar semua isi rumah.
Ambil yang baik tinggalkan yang buruk. Valentine mungkin saja menjadi penting ketika hidup menjadi kering karena hilang sayang, hilang ramah, hilang kasih. Apa salahnya dalam sehari kita berkirim salam dan sepotong mawar merah yang berhias atau coklat bergambar hati kepada kolega, teman sejawat bahkan musuh politik. Kita lupakan konflik sehari. Setelah itu kita musuhan lagi.
Penulis: @nurbaniyusuf
dari Komunitas Padhang Makhsyar
Ilustrator: Ni’mal Maula
Comments