Hai Jofisa, Jomblo-wan/wati memanglah makhluk ciptaan Tuhan yang istimewa. Betapa tidak, mereka mempunyai perisai yang tangguh dalam menyikapi umpatan dan sindiran para kaum “malam mingguan” yang bertubi-tubi. Beraneka motif yang dipakai oleh para Jomblowan/wati dalam menyikapi hal tersebut.
Mulai dari klaim sepihak bahwa pacaran (tradisi para kaum “malam mingguan”) menghabiskan waktu, tenaga, pikiran, dan uang untuk sesuatu yang sia-sia, klaim bahwa mereka itu single yang dalam terminologi mereka sendiri diartikan tidak ingin berpacaran karena memang pilihan pribadi (tapi kebanyakan memang nggak laku, sih), hingga klaim teologis bahwasanya pacaran itu nggak
dicontohkan para Nabi terdahulu. Tidak tertera ajarannya secara shahih dalam Nash manapun baik Al-Qur’an atau Hadis, dan tidak dicontohkan oleh para salafushalih alias haram.
Apapun motif yang dipakai, namanya Jomblowan/wati tetaplah makhluk yang nggak kemana-mana ketika malam minggu. Mereka hanya meratapi nasib ke-jombloan-nya di tengah arus pacaranisme yang cukup deras. Kebiasaaan mereka di hari Jumat ialah berdoa. Bukan berdoa untuk diampuni dosa-dosanya selama ini, namun berdoa supaya hujan turun pada malam hari esok. Sabtu malam alias malam minggu. Tanpa saya jelaskan maksudnya lebih mendalam, kalian pasti tahu dengan sendirinya maksud tersebut.
Hari-hari mereka dihabiskan dengan melihat feed-feed motivasi yang ada di Instagram dan Facebook, sesekali (atau seringkali juga) stalking akun-akun Instagram para selebrita yang isinya barang endorsment semua. Melihat acara pagi-pagi pasti happy Tr*ns TV di televisi untuk melupakan sejenak nasibnya, cari perhatian dengan banyak-banyak unggah status Whatsapp dan instagram yang kontennya nggak jelas, hingga tidur seharian penuh dengan harapan bisa bertemu bidadari sebagai pelipur lara di dunia kapuk sana. Hmm, sangat ngenes bukan?
Tentunya, keadaan jomblo di atas bukanlah potret jomblo fi sabilillah (selanjutnya disingkat “jofisa”) yang saya maksud sebagaimana judul di atas. Jofisa ialah jomblo yang mengemban visi dan misi Allah SWT sebagai khalifah di muka bumi. Terma “Fi Sabilillah“ berarti di jalan Allah. Yaitu jalan yang diridhoi dan diberkahi Allah SWT.
Lantas apakah pacaran diberkahi dan diridhoi Allah? Saya yakin, orang yang pacaran pun menjawab tidak kecuali pacaran setelah menikah, itu beda lagi. Jomblo seperti ini memilih jalan dan kegiatan yang lebih bermanfaat dari pada sekedar pacaran, cinta-cintaan ilegal yang belum resmi disahkan oleh suatu akad yang suci. Jofisa memanfaatkan masa mudanya untuk hal-hal positif yang
bermanfaat bagi dirinya, bangsa, negara, dan agama. Memakmurkan kehidupan di bumi dan menjaganya dari hal-hal yang dapat merusaknya ialah tugas yang harus diemban.
Sudah barang tentu, dibutuhkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mumpuni untuk mewujudkan itu semua. Aspek kemakmuran di muka bumi sangatlah kompleks, dari segi kemakmuran ekonomi, kemakmuran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kemakmuran dalam beragama, hingga kemakmuran hubungan diplomatik dengan luar negeri. Maka hal tersebut meniscayakan jofisa untuk menguasai disiplin ilmu pengetahuan, atau minimal mengetahui dasar-dasarnya. Sebagaimana ulama muslim terdahulu, seperti Al-Farabi, Al-Kindi, Ibn Rusy, Khawarizmy dan lain sebagainya, yang menguasai beraneka ragam disiplin ilmu dan menjadi simbol kebangkitan Islam.
Maka intensitas jofisa dalam membaca sumber-sumber ilmu pengetahuan seperti artikel, jurnal,
buku-buku haruslah tinggi. Dan nggak lupa untuk menuliskannya dan mempublikasi gagasaan dan wacana yang dia punya dalam konteks nasional dan global supaya orang lain tercerahkan oleh ide-ide progresif.
Tugas berikutnya ialah menjaga hal-hal yang dapat merusak kehidupan di bumi. Tugas ini tidaklah mudah, harus mempunyai strategi dan kemampuan lapangan yang mumpuni. Eksploitasi besar-besaran sumber daya alam yang tidak terbarukan berpotensi mengganggu ekosistem umat manusia. Selain itu, kerusakan juga terdapat dalam ruang lingkup kemanusiaan. Maka peran jofisa disini ialah bagaimana bisa menyebar perdamaian antar umat manusia dan menghapuskan eksploitasi besar-besaran terhadap lingkungan.
Keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan kemanusiaan ialah peran dan andil penting yang harus dilakukan. Kegaiatan-kegiatan peduli alam dan manusia seperti menjadi volunteer pada kasus bencana alam ialah salah satu contohnya. Kemudian menguasai wawasan mancanegara dan bahasa asing menjadi sebuah keharusan demi mewujudkan dialog antar warga negara guna menciptakan perdamaian dan melawan permusuhan lazim hukumnya.
Maka, dilihat dari tugas-tugas yang harus diemban diatas, nggak mungkin terbesit kata pacaran dalam benak jofisa. Yang terbesit adalah visi besar dan misi yang strategis yang harus dilakukan dan dieksekusi dengan pertimbangan yang sangat matang.
Selamat berjuang, jofisa!
Penulis: Yahya Fathur Rozy
Ilustrator : Ni’mal Maula
Comments