Sering kali kita mendengar opini dari tetangga bahwa orang yang memilih jurusan keguruan adalah mereka yang malas berpikir keras dan gabut aja. Alasannya, jurusan pendidikan dianggap sebagai jurusan termudah yang pasti dapat diambil oleh semua orang. Mengomentari kehidupan orang lain dari ujung rambut hingga ujung kaki seolah sudah menjadi hobi favorit para tetangga. Bagi mahasiswa keguruan, pasti nggak asing lagi kalo jadi trending topic omongan tetangga. Duh, jadi seleb dadakan nih! Namun, apakah opini miring tersebut benar adanya? Mari kita ulas fakta sebenarnya di balik jurusan keguruan yang kerap diremehkan.

Fakta di Balik Proses Masuk Jurusan Keguruan

Banyak orang bilang, jurusan pendidikan adalah jurusan paling gampang dan “murahan” yang andai saja semua orang di dunia ini pilih jurusan pendidikan, pasti lolos karena saking gampangnya. Sebagai mahasiswa jurusan pendidikan, sejujurnya saya nggak setuju banget dengan opini tersebut! Beneran, dua rius ini mah! Karena saya sendiri pernah ditolak mentah-mentah sama jurusan pendidikan —emang miris banget. Namun, sekarang saya berhasil masuk jurusan pendidikan meski menjadi pilihan kedua. Nggak hanya percintaan aja yang punya istilah second choice, tapi memilih jurusan kuliah pun bisa jadi kandidat second choice.

Tantangan Kuliah Jurusan Keguruan dan Mendapatkan Gelar S.Pd.

Oke, let’s say masuk jurusan pendidikan merupakan hal yang mudah, tapi gimana dengan keluarnya? Lulus dari jurusan keguruan dan menyandang gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) nyatanya nggak semudah mengedipkan mata. Kalo ada yang beropini bahwa mata kuliah yang dipelajari “itu-itu saja” kayak pelajaran anak SD. Tentu tidak! Mahasiswa keguruan harus mempelajari materi dari semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga menengah. Belum lagi harus memahami psikologi anak. Belum juga punya anak, udah dituntut memahami perilaku anak yang jumlahnya banyak. Bayangin aja dulu ribet dan rempongnya kayak apa.

Setelah dapat gelar S.Pd. apa bisa langsung ngajar? Oh, tentu tidak. Mahasiswa lulusan jurusan keguruan harus lanjut Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang lamanya kurang lebih sekitar satu tahun. Kalo baca dari banyak artikel dan video tiktok yang seliweran di fyp, lebih susah kuliah PPG daripada kuliah S2 –“katanya”, karena saya sendiri belum merasakan hehe.

Jadi Guru Berstatus ASN Perlu Ujian Seleksi Lagi

Nah, setelah mendapatkan gelar Gr. yang menjadikan lulusan keguruan sebagai guru profesional, bukan berarti mereka langsung bisa menyandang status sebagai calon menantu idaman. Kan yang disebut-sebut menantu idaman itu jika sudah jadi Aparatus Sipil Negara (ASN). Hehehe. Tapi, sebelum menjadi ASN harus melewati tahapan tes seleksi calon ASN terlebih dahulu. Udah dapet gelar S.Pd., gelar Gr., masih perlu tes calon ASN juga. Proses ini membutuhkan perjuangan keras karena tingkat persaingan yang ketat. Fakta ini sekali lagi membantah anggapan bahwa menjadi guru ASN adalah hal yang mudah.

Selain Beban Mengajar di Kelas, Ada Beban Lain Bernama Administrasi

Kalo tetangga baca ini pasti langsung ngomel, “Keterima ASN bukannya bersyukur, eh malah ngeluh!Alamakkk! For your information, setelah jadi ASN yang katanya menantu idaman mertua, rasanya tetep pegel linu karena ngeliat beban administrasi seabrek yang dilimpahkan. Guru harus bisa menguasai materi, memahami perilaku dan gaya belajar anak, beradaptasi sama kurikulum dan teknologi yang sering kali berubah sepanjang waktu, bikin rencana pembelajaran, bikin program tahunan dan program semester, buat laporan hasil belajar, dah itu aja dulu karena kalo diketik semuanya bikin jari keriting!

Di sisi lain masih banyak guru honorer di beberapa daerah yang menerima gaji rendah, bahkan tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup layak. Gaji nggak seberapa tersebut gak sepadan sama beban administrasi yang seluas samudera. Selain itu masih ada fakta lain yang mengagetkan, yaitu guru merupakan profesi dengan tingkat stress paling tinggi. Sakin mengagetkannya, Pak Presiden Jokowi pun ikut kaget. Jadi, masih percaya sama omongan tetangga daripada riset?

Akhir dari semua penderitaan itu adalah guru dituntut untuk sempurna dalam segala hal, padahal guru masih manusia dan bukan malaikat. Belum lagi, kalau calon mertua tau fakta yang sangat menakjubkan ini, mungkin bakal dicoret dari list menantu idaman. Terlalu complicated.

Apapun profesi kita, akan lebih baik jika saling menghargai keputusan orang lain, bukan malah ngomongin yang enggak-enggak. So, kesimpulannya? Nggak semua omongan tetangga itu benar. Kebanyakan, omong kosong tanpa riset. Buat calon guru di luar sana, kita semua hebat! Jangan pernah jadikan omongan tetangga sebagai patokan, karena nyatanya itu hanya “katanya” bukan “faktanya”!

Editor: Pratama

Gambar: Unsplash