Hidup seseorang dimulai dari bayi, balita, anak-anak, remaja, dewasa, dan tua. Lalu meninggal, dikembalikan ke alam, alam menyediakan manusia untuk memproduksi manusia lainnya. Roda kehidupan seperti yang dikatakan Charles Darwin (Buku Madilog, 1943). Diantara banyak fase kehidupan, masa muda menjadi masa di mana kita mengeksplor banyak hal. Termasuk cinta. Lalu bagaimana ia bekerja? Dan seribu pertanyaan lainya yang menghujam diri kita.

Cinta dipandang sebuah hal abstrak, hal yang tidak bisa dibuktikan, tidak bersifat material. “Cinta itu buta, tetapi dia tahu mana kenalpot Jazz dan kenalpot Beat”. Saking abstraknya kita banyak menduga-menduga, itulah ketika kita (atau mungkin hanya saya) masa muda.

Setidaknya itu dulu. Ilmu pengetahuan neurosains membuktikannya. Di otak kita terdapat hormon dopamine dan oksitosin berlebih saat muda, yang bekerja ketika kita melihat sesuatu, itulah menyebabkan cinta bekerja dalam otak kita. Efeknya ialah rasa senang, rasa bahagia, dan kecanduan (Podcast The Conversation, 2018).

 

Memaknai Cinta

Anak muda terkadang hanya memaknai cinta kepada pacarnya, “Aku sayang kamu, tapi kamu sayang yang lain”.

Padahal mereka lupa, ketika dia melakukan hobinya –misalkan naik gunung atau hiking, dia merasa senang seharian bahkan bulanan ketika sebelum-saat-sesudah naik gunung, hal itu juga bisa disebut cinta. Buktinya adalah hasil upload-an di instagram. Atau ketika tidak naik gunung selama satu semester, dia merasa gundah gulana, merasa kehilangan dirinya.

 

Masa Depan dan Sakit Hati 

Bayangkan saja, jika jatuh cinta tidak dimaknai hanya kepada doi. Semisal si A hobi membaca, si A tahu kalau dia senang dan kecanduan, dia akan merasa kehilangan jika tidak membaca.

Aneh jatuh cinta dengan membaca? Ah tidak, bahkan di luar Indonesia ada yang menikah dengan anjingnya, atau bahkan merelakan bercerai dengan istri untuk meneliti daerah Jawa, sebut saja Prof. Merle Calvin Ricklefs (Majalah Tempo, 2019).

Sesederhana itu, tidak perlu merujuk kepada puisi Pak Sapardi, atau quotes yang menyemangatkan kita untuk membaca ‘Buku adalah jendela dunia, membaca adalah melihat dunia.’

Sesederhana ketika kita melakukannya dengan senang, dan gembira. Itulah cinta.

 

Tetapi ingat, ketika masa muda, kita tahu apa itu jatuh cinta sekaligus apa itu sakit hati.

Kita juga harus tahu, ketika melakukan sesuatu yang kita senang atau gembira, ketika itu ada saja masalahnya.

Seperti ketika kita suka membaca dan mau membaca suatu buku, tiba-tiba buku kita basah terkena hujan, atau yang lebih ekstrem tidak bisa membelinya, karena mahal. Sakit hati. Atau ketika dia sedang berduaan dengan yang lain selain kita, dan kita melihatnya dengan mata kepala kita sendiri.

Dari situlah kondisi psikologis kita bekerja, perilaku kita berubah, entah menanggapinya dengan baik atau tidak.

 

Persoalan Anak Muda 

Waktu jatuh cinta selalu menyenangkan, sehingga beruntunglah orang-orang yang bisa merasakannya.

Ah, gimana kalo yang jomblo?

Tenang, kalau membaca artikel ini dengan baik, kita akan tau bahwa cinta tidak diartikan kepada satu mahluk hidup sebagai pasangan saja.

Anak muda bisa mencintai apapun itu termasuk hobinya, terlebih yang bermanfaat untuk sesama mahluk hidup.

Sebagaimana Soe Hok Gie menggambarkan anak muda dengan Buku, Pesta, dan Cinta (Soe Hok Gie-Sekali Lagi, 2009). Kita juga bisa mendefinisikannya sebagai hal-hal kecil yang bisa membuat kita bahagia. Bebas-sebebas-bebasnya.

 

Penulis : Adi Fauzanto

Ilustrator : Ni’mal Maula