Kita sih sayang lingkungan dengan memakai baju seken, tetapi tetap saja produksi tekstil terus berjalan tanpa henti. Ganti musim, ganti model fashion. Jangan lagi ngomongin berapa banyak limbah pabrik yang merusak lingkungan karena laku nggak laku, produksi mereka tetap jalan meskipun jumlahnya menurun.

Dengan memakai baju seken, nggak akan membuat toko pakaian besar bakal tutup dan bangkrut, kok. Makanya, bilang saja memang nggak kuat beli merek-merek terkenal yang baru dan diskonan juga tak kunjung datang. Itu, kan alasan utama beli baju seken. Eh, ya nggak juga.

Baju Seken

Sebagai pecinta barang seken, saya mengakui bahwa beli baju seken itu terkadang menyenangkan sekaligus mengecewakan. Apalagi belinya via online, kalau kedapatan penjual yang tidak jujur sih, menyebalkan juga. Kadang juga fotonya menipu yang membuat kita jadi berekspektasi berlebihan. Iya sih, memang salah kita juga yang berharap barang bagus dengan harga miring tapi kan…tetap saja…

Paling enak memang beli langsung di tokonya, bisa memilih langsung dan megang-megang bajunya. Siapa tahu memang kualitas kain bajunya sudah tidak bagus, karena sudah saking tua bajunya.

Tetapi, toko baju seken sekarang tidak begitu well. Ini bukan hanya ngomongin awul-awul lho ya, karena dengar-dengar awul-awul pun sudah tidak seperti dulu. Barang awul yang bagus sudah disortir duluan sama pedagang besar atau yang punya jaringan tersendiri lah, sisanya ya yang ada di toko awul-awul dekat kita. Kebanyakan bajunya tidak begitu bagus dan kadang tidak terlalu layak pakai, jadi kesannya kumuh. Tidak semua begitu sih, tentunya.

Yang lebih bagus-bagus sudah dipajang di toko online dengan harga yang lumayan fantastis untuk baju seken. Sebut saja baju seken khusus jersey sepak bola, preloved baju anak-anak, thrift baju branded, dll. Saya yakin sih itu asalnya juga dari barang awul-awul yang dulu sangat mudah didapatkan di pasar sekaten atau toko baju seken lainnya. Sekarang keadaannya sedikit berbeda, sulit mendapatkan baju berkualitas bagus tapi harganya agak miring di toko baju seken sekitar kita. Minimal harus ke toko thrift yang harganya lumayan, wow.

Tahun 2010-2015-an, saya menemukan banyak baju impor bagus dan fashionable di toko yang dulu sampai sempat buka cabang di mana-mana atau bahkan di pasar sekaten Jogja. Akan tetapi, sekitar 10 tahun kemudian, sekarang ini masuk ke toko yang sama, isinya cuma baju biasa dan nggak bagus. Sudah beda sekali.

***

Kalau boleh berbagi pengalaman soal baju seken, sewaktu merantau di Jepang baju saya hampir semuanya beli di toko seken lho, sisanya ya beli diskonan. Beda level sih ya, toko awul-awul kita dan toko second hand shop di sana, macam 2nd street, hard off, mode off, dll. Baju 60-80% masih layak pakai dan bagus. Kualitas kainnya masih oke punya. Sebagian malah ada yang masih tag, karena cuci gudang.

Industri barang seken di Jepang sendiri sekarang malah mengalami peningkatan lho. Banyak toko-toko seken bermunculan. Anak muda Jepang juga nggak gengsi dan malu untuk memakai barang seken itu. Sebagai mahasiswa yang mesti hemat demi bertahan hidup, mereka bangga memakai baju seken 30 ribuan untuk pergi kuliah ke kampus. Tidak semua orang Jepang begini juga sih, kadang mereka memilih untuk menunggu diskon akhir musim toko-toko seperti Uniqlo, Zara, H&M, dll. Toko-toko tersebut kalau diskonan akhir musim kadang gila-gilaan harganya. Sehelai kaos harganya bisa sampai 15 ribuan doang.

Barang Seken

Kalau barang seken selain baju sih, kita bisa mencarinya di pasar loak sekitar kita. Semacam pasar senthir, klithikan, atau pasar semacam itu di kota-kota di Indonesia. Pasti ada lah. Kalau mobil, motor, sepeda seken juga ada tokonya tersendiri. Bebas milih, bebas menyentuh, bebas mencoba. Kalau cocok, tinggal nego sama pedagangnya. Selesai.

Kalau online, banyak juga dijual di marketplace atau semacamnya. Harus pinter-pinter sih. Jual beli itu kan akadnya jujur dan saling percaya, kalau sudah tidak jujur pasti bikin trauma tersendiri untuk beli barang seken secara online. Apalagi modal jualannya cuma foto dan video, kadang masih bisa buat menipu. Lagi-lagi, masalahnya di ekspektasi pembeli sih, jangan terlalu banyak berharap. Tetep susah sih ini, karena mikirnya selalu pengin beli barang masih bagus tapi harganya miring.

Sekali lagi, saat merantau di luar negeri, menerima barang lungsuran secara cuma-cuma alias gratisan dari senior itu benar-benar sangat membantu awal hidup kita di perantauan. Barang seperti jaket/mantel musim dingin, sepatu boots, teflon, panci, alat makan, kipas angin, meja belajar, dll tentu akan sangat bermanfaat. Selain untuk menghemat uang, kita juga bisa mendapat wejangan, cerita pengalaman, dan tips-tips yang pasti akan berguna. Senior juga merasa terbantu, karena tak perlu repot-repot membayar biaya untuk membuangnya sebagai sampah. Sebuah simbiosis mutualisme.

Di Jepang, beneran ribet soal sampah ini. Perlu jadwal dan aturan khusus untuk membuang barang elektronik seperti magic com, kulkas, mesin cuci, dll. Untuk membuang kulkas saja, perlu merogoh kocek 1 jutaan rupiah lho. Makanya, kalau bisa dilungsurkan ke yang membutuhkan, kan sama-sama untung.

Hanya saja, perlu pikir-pikir juga ketika akan menerima barang, apakah kita benar-benar membutuhkannya atau tidak. Karena ketika kita mau-mau saja menerima, kalau ternyata tidak terpakai, kan sama saja menumpuk sampah dan nanti kita juga kerepotan saat membuangnya.

***

Meski mendapat lungsuran gratis dari senior, di toko barang seken juga banyak dijual peralatan kebutuhan sehari-hari, kok. Kadang yang masih ada tag dan label harganya juga ada. Selain barang elektronik, dijual juga sepatu, tas, peralatan berkemah, ski, alat musik, sepeda, dll. Meski harganya miring, kualitas boleh diuji. Makanya, toko-toko sekenan bisa jadi alternatif bagus untuk berhemat di perantauan.

Apa pun namanya, mau thrift, preloved, second hand, awul-awul tetap saja barang itu adalah barang bekas. Persekenan ini menuntut kita untuk lebih teliti dan nggak usah berharap terlalu tinggi soal kualitas barang sih. Bagaimanapun juga barang itu sudah pernah dipakai orang dan kemungkinan sudah habis nilai susutnya, kecuali memang si pemilik cuma bosan dan ingin ganti model baru sehingga kondisinya masih bagus dan mulus. Tetapi jangan lupa juga, untuk membersihkan dan menyeterilkan terlebih dahulu sebelum dipakai.

Buat orang yang nggak suka barang bekas, pasti menyarankan untuk mending memilih barang baru tapi murah atau nunggu diskonan barang branded. Ini soal kemantapan hati sih ya, pilihan. Setidaknya dengan memakai barang seken, kita berusaha untuk mengurangi pembelian barang baru. Dimulai dari sendiri aja deh.

Editor: Nirwansyah

Ilustrasi: 99.co