Memasuki tahun kedua masa pandemi Covid yang entah kapan akan berakhir, rasanya memang jenuh bila tidak berbuat apa-apa. Apalagi ditambah dengan jadwal WFO yang makin berkurang, bahkan di masa PPKM darurat ini hilang sama sekali digantikan dengan WFH total. Bagi ibu bekerja seperti saya, meskipun jenuh di rumah saja, tapi kondisi ini sebenarnya membawa berkah. Saya bisa bekerja di rumah sambil menemani suami dan anak-anak dengan aktivitas masing-masing. Dari kesibukan mengerjakan tugas-tugas kantor dan mengurus keluarga itu masih ada banyak waktu luang yang dapat dimanfaatkan. Sehingga timbulah ide, mewujudkan bisnis rumahan yang sudah lama saya impikan.

Kebetulan saya punya langganan beberapa penjual keripik dan kue-kue kering yang enak dari kampung sekitar perumahan. Standar makanan enak bagi saya adalah bila suami, anak-anak dan teman-teman kantor suka rasanya. Setelah beberapa kali saya beli dan test rasa, ternyata mereka merasa cocok. Bahkan teman-teman kantor bersedia membeli dan pesan antar dalam jumlah yang lebih banyak untuk camilan mereka di rumah. Mereka suka bukan hanya karena rasanya yang enak, tapi juga tampilannya yang menarik. Tekstur keripiknya yang tipis, renyah dan tidak berminyak, serta kue-kue kering aneka rasanya yang lembut dan legit di mulut. Tentunya camilan ini lebih sehat, karena dibuat tanpa bahan pengawet.

Dari situlah tercetus ide untuk membuka bisnis camilan yang lebih serius. Saya pikir bila bisnis ini bisa terwujud akan dapat membantu ekonomi masyarakat setempat dengan produksi makanan rumahan. Mereka juga jadi ikut bersemangat ketika saya terus-menerus pesan dalam jumlah yang lebih banyak. Tentunya semakin banyak persyaratan yang saya berikan terkait kebersihan, rasa dan tampilan makanan. Yang sudah bagus saya apresiasi, yang kurang bagus saya koreksi agar diperbaiki. Dari perbaikan yang terus-menerus itu, akhirnya saya dapatkan produk makanan dari mereka yang benar-benar layak jual.

Supaya menu yang ditawarkan lebih bervariasi, saya menambahkan produk jenis makanan lainnya. Saya minta masukan anak-anak untuk menyediakan variasi jenis makanan frozen food  buatan sendiri. Anak-anak milenial ini pastinya punya selera yang berbeda untuk makanan-makanan kegemarannya. Agar bisa menembus pasar yang lebih luas, saya juga harus bisa memenuhi selera anak-anak jaman now dengan segala kekiniannya.

Setelah beberapa kali trial error dengan produknya, akhirnya saya merasa benar-benar yakin dengan produk yang akan saya jual. Tugas selanjutnya adalah membangun branding, bagaimana membuat produk yang khas, dan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Saya ingat pesan salah satu narasumber pada seminar bisnis yang pernah saya ikuti, “Content is The King, and Packaging is The Queen“. Disamping produk yang berkualitas, kemasan juga menjadi kunci sukses produk yang dijual. Yang saya perlukan untuk kemasan yang menarik adalah desain logo atau merk, nama toko dan bentuk kemasan.

Untuk urusan yang satu ini, lagi-lagi saya harus melibatkan anak-anak. Mereka membantu membuat beberapa model pilihan dengan desain yang up to date. Kami juga melakukan survei perbandingan dengan produk-produk sejenis di pasaran, hingga ditemukan bentuk kemasan yang paling tepat dari tiap jenis produk makanan yang akan dijual. Sedangkan untuk nama toko, kami harus berdiskusi dengan cukup alot. Hingga akhirnya disepakati menggabungkan kependekan nama depan kami berempat, dengan harapan bisnis ini akan lebih sukses.

Setelah beres dengan urusan kemasan, langkah selanjutnya adalah membuat toko yang riil. Saya hanya mempunyai rumah tinggal sebagai tempat usaha, sehingga membutuhkan satu ruangan khusus yang bersih untuk toko makanan. Saya dan suami sepakat merubah fungsi garasi rumah kami menjadi toko. Setelah dibersihkan, kami lengkapi dengan etalase kaca, freezer frozen food dan beberapa kotak kontainer tertutup untuk tempat penyimpanan makanan agar higienis. Tak lupa kami siapkan standing banner, daftar produk makanan lengkap dengan harga dan foto-fotonya untuk mempercantik tampilan toko kami.

Pe-er selanjutnya adalah bagaimana memasarkan produk ini di masa pandemi. Disaat orang lebih banyak di rumah, dan tidak bisa kemana-mana karena pembatasan. E-commerce menjadi pilihan terbaik, karena masyarakat pastinya sudah familiar dengan segala sesuatu yang serba online. Saya memilih dua perusahaan e-commerce raksasa sebagai partner usaha. Setelah melengkapi berbagai persyaratan yang dibutuhkan, saya mulai mendaftar melalui aplikasi online. Ternyata cara pendaftarannya sangat mudah, dalam waktu satu minggu mereka sudah mulai memproses kelengkapan administrasi dan melakukan survei tempat usaha. Dan tak lama kemudian aplikasi toko online sudah dapat diaktifkan.

Bisnis rumahan ini relatif tidak beresiko, dari kedua toko online ini kami hanya dipotong cost sharring dengan perusahaan e-commerce-nya. Cost sharring ini sudah termasuk biaya pengiriman produk oleh driver ojek online kepada konsumen. Jadi sebenarnya dengan bisnis ini, kita bukan hanya memberdayakan masyarakat setempat untuk produksi makanannya, tapi juga dapat membantu para driver ojek online menghidupi keluarganya. Dan agar bisa terjangkau oleh masyarakat, kami tidak mematok harga yang terlalu tinggi. Cukup dengan mengharapkan volume penjualan yang berlipat, sehingga pendapatan pun bisa terus meningkat.

Saya mulai terbiasa mengoperasikan toko melalui handphone, dan aplikasinya sangat user friendly. Saya tidak kesulitan sama sekali ketika menambah atau mengurangi menu, mengoreksi harga dan stok barang, merubah jam operasional dan membuat promo. Laporan keuangan dan transaksi hariannya pun selalu lengkap saya dapatkan. Saya juga bisa berbagi peran dan tugas dengan keluarga di bisnis ini. Dimana saya berperan sebagai owners, suami sebagai manajer, dan anak-anak sebagai kasir. Sehingga merekapun bisa ikut mengontrol transaksi toko di handphone masing-masing.

Hingga saat ini bisnis rumahan yang baru berjalan beberapa bulan ini berjalan lancar. Di saat PPKM darurat, para pelanggan yang terkurung di rumah tetap memesan camilan-camilan khas toko kami. Mungkin mereka ingin menaikkan imun dengan ngemil makanan sehat, atau merasa gabut terus-menerus di dalam rumah sehingga perlu camilan untuk pelarian. Apapun itu alasannya kami merasa bersyukur, sudah berhasil mewujudkan bisnis rumahan di masa pandemi. Tanpa harus mengganggu tugas-tugas kantor dan urusan rumah tangga, bisnis ini dapat berjalan beriringan dan menemani keseharian keluarga kami. (IkS).

Editor: Nawa

Gambar: Kredit Pintar