Tahun ini sebagai masyarakat Indonesia kita berada di tahun politik di mana nasib bangsa dalam lima tahun ke depan akan ditentukan berdasarkan siapa yang kita pilih. Dalam kontestasi Pilpres kali ini kita memiliki tiga kandidat capres dengan konsen, background, dan kapabilitas yang berbeda-beda, Anies yang dikenal sebagai seorang intelektual, Prabowo dengan historis militernya, dan Ganjar yang dikenal merakyat. Begitupun dengan cawapresnya, Gibran yang berpengalaman sebagai gubernur (meski belum tuntas mengemban jabatannya) dinilai mempresentasikan kaum muda karena menjadi cawapres dengan usia termuda dalam kontestasi kali ini, meskipun kita tidak bisa menutup mata mengenai kasus MK atas pencalonan Gibran yang dianggap melanggar kode etik itu sangatlah fundamental dan menjadi nilai minus karena dengan demikian sama halnya demokrasi telah dicederai. Kemudian ada Cak Imin yang dikenal sebagai politisi senior dengan jabatannya sebagai Ketua Umum PKB, dan Mahfud MD dengan background hukum yang kental.

Ketiga cawapres ini tentu memiliki nilai plus minusnya masing-masing dan kepakarannya masing-masing. Dari sini barangkali kita bisa mengingat bahwasannya jauh sebelum hari ini sesungguhnya kita telah memiliki sosok wakil presiden dengan kapasitas luar biasa yang tidak bisa diragukan lagi, bisa dibilang beliau adalah paket komplit, kalau dikatakan dalam pemilu ini ada Gibran yang dinilai cawapres yang cukup muda, beliau menjadi wakil presiden dengan usia yang masih muda juga, bahkan menduduki wakil presiden termuda di Indonesia. Kalau dalam pemilu ini ada cak Imin dengan pengalaman organisasi dan kepartaian, beliau  juga memiliki historis organisasi dan kepartaian yang luar biasa dan tidak perlu diragukan lagi. Kalau dalam pemilu ini ada Mahfud MD dengan konsennya terhadap hukum, beliau juga menjadi tokoh panutan dalam hukum dan memperoleh gelar Doktor Honoris Causa di bidang Hukum dari Universitas Indonesia. Siapa beliau?

Beliau adalah Bung Hatta wakil presiden Indonesia pertama. Sebagai Wakil Presiden Indonesia yang pertama saya rasa Bung Hatta masih sangat layak menduduki titel Wakil Presiden terbaik di Indonesia. Bagaimana tidak, sebagai Wakil Presiden secara tidak langsung Bung Hatta telah menciptakan standar yang tinggi yang sangat sulit untuk diikuti oleh cawapres akhir-akhir ini.

Pertama adalah integritasnya yang tinggi, siapa sih politikus saat ini yang mau membeli barang aja kesulitan? Apalagi sebuah sepatu, saya rasa tidak ada. Yang ada justru banyak politisi yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh apa yang ia inginkan sekalipun itu dengan cara keji sekalipun, seperti halnya korupsi. Dalam hidupnya Bung Hatta dikenal sebagai sosok yang sangat berintegritas, jujur, dan sederhana.

Ada sebuah cerita di mana beliau menginginkan untuk membeli sepatu Bally, namun hingga akhir hayatnya Bung Hatta tak berhasil membelinya. Selain itu, ketika ada kebijakan sanering (devaluasi), yaitu kebijakan pemotongan nilai rupiah dari Rp 1.000 menjadi Rp 1, kebetulan saat itu sejatinya istri Bung Hatta menginginkan untuk membeli mesin jahit, Bu Rahmi (Istri Bung Hatta) menabung untuk bisa membelinya, namun karena adanya kebijakan Sanering ini beliau tidak bisa membeli karena tentu uang tabungannya berkurang. Bu Rahmi bertanya kala itu kepada Bung Hatta, “Pak, Bapak mestinya tahu pemerintah akan melakukan sanering. Mengapa Bapak tidak memberi tahu ibu?” Maksud Bu Rahmi kalau saja diberitahu lebih awal, pasti dia bisa membeli mesin jahit sebelum nilai uang tabungannya berkurang. Namun, Bung Hatta justru menjawab bahwa itu adalah rahasia negara dan tidak boleh diberitahukan kepada siapapun meskipun itu istrinya sekalipun. Bung hatta mengatakan bahwa “Bukan tidak percaya kepada ibu tetapi itu tidak boleh. Biarlah kita rugi sedikit demi kepentingan bangsa. Mari kita menabung lagi, ya!”. Selain dua hal itu dalam kesehariannya Bung Hatta juga sangat menentang keras penggunaan fasilitas negara untuk keperluan pribadi. Itulah Integritas beliau. Bahkan karena Integritasnya nama bung Hatta banyak disematkan dalam berbagai hal, salah satunya adalah Bung Hatta Anti Corruption Award, sebuah ajang pemberian penghargaan yang dilakukan setiap dua tahun sekali tepatnya pada tanggal 28 Oktober kepada pribadi-pribadi yang dinilai bersih dari praktik korupsi.

            ‘mengerti apa yang tersimpan dalam jiwa rakyat Indonesia’

Penggalan lirik lagu Iwan Fals tersebut saya rasa cukup kuat menggambarkan sosok Bung Hatta, semasa hidup Bung Hatta juga dikenal sebagai seorang negarawan sejati. Bung Hatta bahkan pernah bersumpah untuk tidak menikah sebelum Indonesia merdeka, hingga akhirnya beliau baru menikah setelah Indonesia merdeka, beliau menikah pada 18 November 1945. Sebagai tokoh nasional Bung Hatta juga dikenal dengan pandangan politiknya yang penuh toleransi hal ini dapat dilihat dari pertalian Bung Hatta dengan Bung Karno. Beberapa kali dwitunggal ini berbeda pendapat, namun hal tersebut tak menyurutkan persahabatan keduanya. Puncaknya adalah ketika Bung Karno mengajukan gagasan demokrasi terpimpin dimana kekuasaan berada di tangan presiden, yang mengakibatkan Bung Hatta mundur dari jabatannya dan menjadi pengkritik yang sangat keras terhadap kebijakan Bung Karno tersebut karena dinilainya bahwa hal itu sama saja tidak sesuai dengan cita-cita demokrasi. Bung Hatta dalam tulisannya yang berjudul Demokrasi Kita menuliskan, “Ini adalah hukum besi dari pada sejarah dunia. Tetapi sejarah dunia memberi petunjuk pula bahwa diktatur yang bergantung kepada kewibawaan orang seorang tidak lama umurnya. Sebab itu pula sistem yang dilahirkan Soekarno itu tidak akan lebih panjang umurnya dari Soekarno sendiri.” Kendati Bung Hatta mampu mengkritik dengan sangat keras terhadap kebijakan-kebijakan Bung Karno dan menuliskannya dalam beberapa tulisan, hal ini tidak serta merta menghancurkan hubungan persahabatan keduanya. Dari Bung Hatta kita bisa belajar bahwa berbeda pandangan politik bukan berarti hubungan pertemanan, persahabatan, keluarga, dan semacamnya usai. Jadi, seharusnya ini pula yang diterapkan pemilih hari ini, bukannya gontok-gontokan sampai putus hubungan hanya karena perbedaan pandang politik.

Standar tinggi yang bisa kita lihat dari sosok Bung Hatta sebagai wakil presiden lainnya adalah bagaimana kiprah beliau di berbagai bidang, meskipun tergolong muda ketika diangkat sebagai Wakil Presiden. Bung Hatta sungguh luar biasa, beliau pernah tergabung dalam Perhimpunan Indonesia, tahun 1932 Bung Hatta mendirikan klub Pendidikan Nasional Indonesia (PNI), beliau juga tergabung dalam BPUPKI, hingga PPKI.

Bung Hatta juga dikenal sebagai pemikir besar, tidak berbicara saja beliau juga mau mendengarkan, tidak membaca saja, beliau juga menulis. Bung Hatta dan Buku adalah dua sejoli yang sulit dipisahkan, dan pemikiran bung hatta yang beliau tuliskan sampai hari ini masih bisa kita baca dan rasakan manfaatnya, itulah kenapa meskipun beliau sudah tidak ada kiprahnya abadi.

Kiprah bung Hatta dalam segi ekonomi juga sangatlah banyak, salah satunya adalah berdirinya Koperasi yang membuatnya dijuluki sebagai bapak Koperasi, hal ini bermula dari gagasan ekonomi kerakyatan  yang dinilainya sebagai solusi dari kegagalan komunisme dan liberalisme kala itu. Selain itu, meski tidak semenonjol pemikirannya di bidang ekonomi politik, bung Hatta juga memiliki pandangan hukum yang sangat dalam sehingga tahun 1975 beliau dianugerahi gelar Dr. (H.C) bidang hukum oleh UI.

Dari sekian hal di atas sejatinya masih banyak cerita, kiprah, dan prestasi dari sosok Bung Hatta. Namun singkatnya, Bung Hatta ini paket komplit sebagai seorang Wakil Presiden Indonesia, beliau beretika dan beretiket, agamis, paham hukum,ekonomi, ekologi, pemikir yang ulung, Bapak Proklamasi yang juga organisatoris, aktivis, diplomat yang handal yang barang tentu kalau mengacu pada beliau, beliau ini telah meletakkan standar yang sangat tinggi sebagai Wakil Presiden. Pertanyaannya, kapan lagi ada sosok wakil presiden dengan standar tinggi seperti ini ke depannya?

Gambar: Google

Editor: Bunga