Utang adalah kita, itulah sekelumit fakta yang bisa saya sampaikan selaku manusia yang tak luput dari kegiatan pinjam meminjam paling populer seantero alam raya dan maya. Ya, ngga peduli mau orang kismin atau konglomerat selevel Hary Tanoe sekalipun, tetap saja utang akan selalu datang. Namun bersyukurlah jika para pembaca milenialis sekalian ada yang tak pernah sekalipun berhutang. Allah dengan segala kuasanya sudah menjauhkanmu dari mengerikannya bahaya utang.

Kita tahu sendiri soal kasus beberapa kampus ternama di negeri Wakanda yang bekerjasama dengan fintech (financial technology) dalam pembayaran UKT (Uang Kuliah Tunggal) para mahasiswanya. Menurut saya masuknya pinjaman online alias pinjol dalam bidang pendidikan itu sudah di luar nurul. Bagaimana mungkin universitas yang katanya diisi orang-orang yang memiliki komeptensi intelektual tinggi menggandeng pinjol hanya untuk pembayaran UKT. Alasannya remeh, untuk menyediakan alternatif pilihan pembayaran bagi mahasiswa. Memangnya biro rektorat sudah tak sanggup lagi menyediakan sistem pembayaran alternatif tanpa bunga? Pinjol sudah pasti memberatkan mahasiswa itu sendiri. Terserah, entah mahasiswa sedikit ataupun banyak, sudah bekerja ataupun belum bekerja. Pokoknya pinjol jelas-jelas merugikan.

Melanggar UUD 1945

Pancasila & UUD 1945 harusnya menjadi pedoman bagi pejabat kampus dalam merumuskan setiap aturan yang ada. Pendidikan bukan hanya sekedar bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Lebih daripada itu, sistem yang ada didalamnya juga harus diterapkan dengan cara-cara yang logis dan humanis. Bagaimana mungkin mahasiswa berkantong cekak mampu membayar bunga UKT 10-20% per bulan? Sungguh potret pendidikan kita kini menuju arah yang semakin liberal. 

Ternyata setelah ditelusuri lebih dalam, keterlibatan kampus dengan pinjol memiliki efek buruk. Selain memperburuk image kampus, ternyata ada efek lainnya yang lebih membahayakan, apa itu? Pelanggaran terhadap UUD 1945 pasal 31 tentang pendidikan. Tepatnya pasal 31 ayat 3. Simak bunyinya sebagai berikut:

(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

Jelas sekali dalam pasal 3 menegaskan bahwa pendidikan harusnya meningkatkan keimanan, ketakwaan serta akhlak mulia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Nah, bagaimana mungkin kampus yang bekerjasama dengan pinjol akan mampu melaksanakan itu semua? Benar-benar hil yang mustahal. Kampus harusnya meringankan beban mahasiswanya, bukan malah mempersulitnya. Contoh konkretnya dengan sistem pembayaran UKT secara cicil dengan tempo yang panjang dan tanpa bunga sepeserpun. Hal ini pasti akan meringankan beban mahasiswa yang hari-harinya memang sudah berat. Apalagi mahasiswa di perantauan, betul? Sistem pinjaman tanpa bunga dengan tempo pembayaran yang panjang inilah kampus merdeka. Lebih tepatnya, merdeka secara hati nurani.

Riba Merajalela, Sengsara Dimana-mana

Sudah menjadi rahasia umum di masyarakat terutama kaum muslimin bahwa bunga pinjol itu adalah riba. Riba merupakan salah satu dosa yang konsekuensinya amat mengerikan.

Sampai-sampai Rasulullah pernah bersabda dalam haditsnya: “seringan-ringan dosa riba adalah seperti  berzina dengan ibu kandungnya sendiri”.  (HR. Ath-Thabrani).

Hadits di atas jadi bukti bahwa dosa riba itu ngeri banget! Tak akan ada yang menguntungkan jika kita bertransaksi  dengan pinjol penyedia riba. Malah hanya akan dapat laknat dari Allah dan Rasulullah. Hal ini sesuai dengan sabdanya: “Allah  melaknat pemakan riba, orang yang mewakilkannya, orang yang mencatat transaksi riba dan 2 orang saksinya. Rasul bersabda: mereka semua sama saja.”

Riba telah terbukti menghancurkan dan menyengsarakan semua yang terlibat didalamnya. Menghancurkan keuangan, membinasakan ketenangan dan hanya menyisakan kehinaan. Wajib hukumnya bagi kita semua untuk menghindari perkara riba. 

Kampus Merdeka Tapi Nyatanya Terjajah Pinjol

Hadirnya pinjol dalam institusi pendidikan hanya akan mencoreng wajah kampus itu sendiri. Padahal, slogan “kampus merdeka” sudah lama digembar-gemborkan Mendikbudristek, Kang Mas Nadiem Makarim. Marwah kampus yang esensinya lembaga penghasil generasi intelektual hilang akibatnya masuknya pinjol. Kampus yang dulunya merdeka, kini menjadi institusi terjajah yang menjajah mahasiswanya sendiri. Padahal harusnya kampus melindungi dan membantu mahasiswa baik dalam hal akademik maupun administrasi. Peristiwa ini layaknya penjajahan mahasiswa secara terselubung.

Sebagai manusia yang pernah mengenyam pendidikan di kampus, alangkah baiknya jika kampus  membatalkan kerjasamanya dengan pinjol secepat mungkin. Beralihlah ke sistem yang lebih humanis dan berpihak kepada mahasiswa. Jangan sampai 80 juta masyarakat yang terjerat pinjol di negeri ini semakin bertambah. Salam Mahasiswa!

Foto : Unsplash
Editor : Labibah