Mari sedikit berkhayal atau bahasa gaulnya “halu” tentang bagaimana bila nantinya Muhammadiyah beserta organisasi otonom (ortom)-nya mulai melebarkan sayapnya melewati batas patok negara, melewati zona waktu Indonesia, melewati jauh pantai-pantai indah Indonesia.
Beberapa waktu lalu terdapat pemberitaan yang cukup santer mengenai pembangunan kompleks pendidikan Muhammadiyah di Australia. Menjadi perbincangan yang menarik saat mulai membayangkan, bagaimana bila seorang kader IPM bertubuh tegap, berkulit putih, bermata biru dan berambut pirang. Okey, pastinya bila hal ini terjadi, jagat perkaderan IPM akan banjir diskusi daring dengan kader-kader dari negeri kanguru tersebut. Membahas topik perbandingan pelajar di Indonesia dan Australia misalnya. Lebih-lebih mengangkat keberhasilan gerakan “Tobacco Control Australia” yang sangat penting dicontoh di Indonesia hehehe.
Dari segi lingkungan dan kegiatan sehari-hari, bisa kita lihat antara mereka dan kita mempunyai banyak kesamaan. Tentang kebebasan beragama, kebebasan pers, kebebasan untuk menempuh dan mengakses pendidikan, serta kebebasan berfikir dan berkreasi. Tentu bukan menjadi permasalahan yang serius bila terjadi akulturasi nilai-nilai perkaderan antara kedua negara tersebut.
IPM Korea Utara
Lalu bayangkan bila persyarikatan mampu menembus batas-batas yang sangat jauh, menembus batas ideologi suatu negara sekalipun. Ayo asumsikan secara liar, bagaimana bila Muhammadiyah dapat membuka cabang istimewa dan mengembangkan ortom IPM di Korea Utara! Saya yakin, kalian pasti memandang hal ini sebagai hal yang “gila wa ora umum”(gila dan tidak biasa, tidak normal, red.) bila menyadur kata-kata Tri Hartono dalam video cara cepat menjadi kaya itu.
Saya akan memberikan gambaran mengenai Pimpinan Daerah IPM Kota Pyongyang. Yak, kita ambil ibukota nya saja supaya lebih gampang membayangkan. Mari kita narasikan.
PD IPM Pyongyang
“Di tahun 2000 sekian akhirnya Kim Jong-Un melonggarkan peraturan di negara kaku tersebut dan mulai menerima reformasi dalam undang-undang sehingga mulai membebas-bersyaratkan organisasi baik organisasi swadaya maupun agama dari luar negara yang diizinkan untuk membantu menaikkan kualitas hidup masyarakat Korea Utara”.
Akhirnya didirikanlah suatu cabang IPM super istimewa, pimpinan dengan anggota yang terdiri dari campuran antara siswa Indonesia dan Korea Utara. Gedung gagah nan kaku berdiri dengan abjad Hangul di depan gerbang sekolah beserta logo mentari bersinar dua belas di atasnya.
Foto kedua pimpinan agung Korea Utara dipajang kaku di antara pintu utama, aturan khas negeri pertapa matahari terbit tersebut. Alunan lagu pagi menyeruak di seantero kota, menandakan waktu masuknya sekolah.
Para kader yang datang wajib menyanyikan “Aegukka” lagu kebangsaan dan “Sang Surya” serta “Mars IPM”. Memakai almamater kuning kegelapan dengan pin merah di kiri, protokoler dari negeri ginseng merah. Begitulah gambaran keadaan dari situasi sekolah.
Program Kerja
Lalu bagaimana mengenai program kerja para anggota? Menjadi pertanyaan karena IPM memiliki masing-masing bidang yang sudah paten program kerjanya. Perkaderan dengan Fortasi dan Taruna Melati-nya. Kajian Dakwah Islam (KDI) memiliki skop dakwah yang menggelora dan Pengkajian Ilmu Pengetahuan (PIP) memiliki program unggulan tentang ilmu pengetahuan dan seluk beluknya.
Situasi di Korea Utara mungkin akan sedikit berbeda. Bentuk perkaderan memiliki corak yang sangat dikendalikan oleh pemerintah. Peran dari perkaderan mungkin hanya menjadi penyambung dan pembaur dari masing-masing anggota serta seluruh pelajar yang ada. Menjadi pengingat dan penguat nilai-nilai IPM serta tetap mengendalikan kader agar tetap pada jalurnya, jalur yang ditetapkan pemerintah.
KDI memiliki tugas vital yaitu menjaga dan memajukan nilai-nilai Islam pada setiap pelajar. Menjadi ujung tombak dakwah ke dalam dan ke luar. Lalu PIP dapat bekerja sama dengan pimpinan organisasi pemuda dan pelajar setempat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang berbasis kebebasan yang bertanggung jawab dan mencerahkan.
Begitu gambaran kasar apa yang dapat dilakukan masing-masing bidang inti. Program kerja nyata? Mari kita rumuskan bersama. Korea Utara mempunyai kultur yang sangat mendasar: Wajib militer, pekerjaan pertanian dan pabrik merupakan lini pekerjaan utama.
IPM dapat menjadi organisasi yang dapat mengembangkan kemampuan dasar. Misalnya program kerja untuk menanam kentang. Teknik menanam yang baik dan mengenalkan varietas tumbuhan konsumsi yang beragam. Teknik untuk membuat inovasi dalam industri kreatif dengan pelatihan pembuatan hiasan, barang-barang DIY dan barang pakai.
Mungkin secara kasar kader IPM di Korea Utara bisa saja ada. Toh dengan program kerja mendasar, IPM bisa saja berkembang menjadikan wadah bagi pelajar Korea Utara yang kaku.
Meminjam istilah modifan Warkop DKI, “Ber-halu-lah sebelum berhalu dilarang”. Siapa tau, pimpinan istimewa di negara istimewa bisa terwujud. Misale.
Penulis: Bima Aditya Fajrian
Comments