Beberapa orang menganggap bahwa katalog model rambut di tempat tukang cukur merupakan sebuah disfungsional, kesia-siaan, mubazir, dan tidak ada gunanya sama sekali. Pasalnya, kebanyakan tukang potong rambut belum tentu dapat memotong rambut sesuai dengan model dalam katalog yang dipajangnya.
Namun, menurut saya, orang yang semacam itu mungkin belum begitu memahami kehidupan tukang cukur rambut. Bahkan aktivitas cukurnya hanya sekadar formalitas potong rambut tanpa memahami atau memaknai lingkungan tempat cukurnya.
Sia-siakah Memajang Katalog Model Rambut di Tempat Tukang Cukur?
Bagi saya pribadi, tentunya pemasangan katalog itu bukanlah bentuk kesia-siaan yang tidak ada fungsinya sama sekali. Jusru, pemajangan tersebut di tempat tukang cukur sangat fungsional, terutama bagi si tukang cukur itu sendiri.
Fungsi pertama, sebagai media promosi. Seperti yang diketahui bersama bahwa segala usaha, entah itu jasa, barang atau lainnya, tentunya membutuhkan media promosi atas usaha tersebut. Hanya yang pakai pelet pelarisan sajalah yang tidak membutuhkan media promosi untuk usahanya. Lah, untuk tukang cukur sendiri, media promosi jasa potong rambutnya adalah katalog model rambut yang dipajang di dinding tempat cukurnya.
“Tapi, kan gambar model rambutnya tidak sesuai dengan keahlian dari si tukang cukur itu sendiri,” ucap kalian yang sedikit ngeyel.
Jadi, begini lo, segala konten atau materi promosi itu pasti dilebih-lebihkan dari apa yang sebenarnya. Apakah itu sebuah penipuan? Tentu tidak sama sekali. Melebih-lebihkan dalam materi promosi tentu sebuah kewajaran dalam dunia promosi. Memang seperti itulah mekanisme promosi agar dapat menarik konsumennya.
Kalau tidak percaya dengan mekanisme ini, silahkan dicek sendiri iklan-iklan yang ada di televisi. Kemudian belilah produk yang diiklankan tersebut. Pasti kalian tidak akan menemukan unsur yang “dilebih-lebihkan” di sebuah iklan dalam produk aslinya. Begitulah mekanisme promosi.
Fungsi kedua, untuk menaati budaya tukang cukur. Entah bagaimana asal muasalnya, tapi sepengetahuan saya bahwa kebanyakan tukang cukur pasti memiliki katalog model rambut. Bahkan semenjak zaman kompeni, tempat cukur pasti ada tempelan katalog model rambut. Silakan cek di berbagai film jadul yang menayangkan tempat cukur, pasti terdapat tempelan katalog model rambut juga.
***
Oleh karena itu, menurut saya, katalog model rambut menunjukkan suatu identitas atau ciri khas tertentu. Bahkan katalog tersebut telah membudaya, karena saking lamanya dan banyaknya yang menggunakan etika penempelan katalog itu. Jikalau katalog model rambut tersebut dihilangkan di tempat tukang cukur dengan dalih tidak sesuainya pada keahliannya, maka sama saja tindakan tersebut menghilangkan unsur budaya sekaligus identitas dari tukang cukur itu sendiri.
Fungsi ketiga, sebagai eksistensi tukang cukur. Ketiadaan katalog akan berimplikasi pada kurang afdolnya eksistensi dari tukang cukur itu sendiri. Katalog model rambut merupakan bentuk eksistensi, penunjukan identitas maupun keberadaan bahwa, “Oh, dia merupakan tukang cukur, bukan tukang bakso.”
Bukan tempat tukang cukur namanya, jika tidak ada katalog yang terpampang dengan rapi di dindingnya. Eksistensi itu sangat perlu sebagai ajang penampilan identitas. Terutama dalam dunia usaha.
Di sisi lain, kebanyakan konsumen, terutama para pelanggan, telah menyadari bahwa si tukang cukur ini tidak memiliki keahlian sesuai dengan model rambut dalam katalognya. Sehingga kebanyakan dari mereka tidak menuntut si tukang cukur untuk memotong rambutnya sesuai dengan model seperti di katalog.
Meskipun jika ada orang yang meminta potong rambut dengan model seperti dalam katalog, maka dapat saya pastikan bahwa orang tersebut cukup “goblok”. Atau setidaknya orang tesebut tidak begitu mengetahui bagaimana budaya yang berlaku di tukang cukur itu.
Model cukur rambut di tukang cukur itu, ya begitu-begitu saja modelnya. Kalau mau model yang aneh-aneh seperti di katalog, ya jangan ke tukang cukur, tapi datanglah ke barbershop. Kalau masih ngeyel minta model aneh-aneh di tempat tukang cukur, maka saya pastikan orang seperti itu tidak jauh berbeda dengan tuan Krab. Suka “mengirit” dalam artian pelit, uang yang dikeluarkan minim, tapi mintanya segunung.
Editor: Nirwansyah
Gambar: Tribunnews Bogor
Comments