Tanggapan atas Tulisan Elviana Feby
Beberapa minggu lalu, saya bertemu dengan tulisan seorang mahasiswi dari kota Malang. Elviana Febi (selanjutnya EF) pernah menulis esai -atau semacam catatan kegelisahan- di media online dengan judul Belajar Memahami Diri Sendiri dengan Solo Traveling, Sudah Pernah Mencoba? Dalam tulisan itu, secara gradual saya dapat menyimpulkan EF sangat begitu prihatin dengan keadaan mental illnes yang seakan dianggap sebagai momok bagi kalangan pemuda.
Kenyataannya, saat kita beranjak dewasa, kita akan berhadapan dengan fenomena-fenomena yang tak terduga. Misalkan, pada fenomena saat ini, di mana covid-19 yang belum juga usai, sangat mendukung akan terjadinya gangguan mental baik fisik maupun psikis pada seseorang. Bahkan, di masa covid-19 ini bukan hanya kalangan pemuda/i saja yang mengalami gangguan mental, akan tetapi nyaris semua manusia mengalaminya.
Saat pandemi kita seakan setiap hari mendapatkan mitos-mitos yang terus berhamburan di sosial media. Contohnya, pada saat pertama kali covid-19 memperkenalkan dirinya, banyak sekali kita temui mitos-mitos baru. Seperti mitos bawang putih dipercayai sebagai instrumen pencegah covid dengan mengkonsumsinya.
Dengan adanya mitos semacam itu bila dicerna setiap individu pasti hasilnya berbeda. Ketakutan yang berlebihan, gelisah, dan semacamnya. Hal ini sangat mendukung bagi kalangan individu akan mengalami gangguan mental.
Dengan begitu EF dalam tulisannya menawarkan solo traveling yang bisa membikin pikiran kita terbuka. Jika kita sering mencoba melakukan perjalanan jauh dengan sendirian, maka pikiran kita akan semakin terbuka. Karena solo traveling bisa mengekspor hal-hal yang bersifat baru, entah itu kawan, pengalaman, dan cerita-cerita yang akan ditemui selama melakukan perjalanan.
Solo traveling baginya adalah sebagai jalan keluar untuk mengatasi gangguan mental. Sebab, EF dalam tulisan itu menawarkan solusi alternatif untuk mengenal diri kita sendiri dengan melakukan perjalanan sendirian. Jika sudah melakukannya pasti kita akan mengerti keadaan kita sendiri. Sampai pada paragraf terakhir pun EF sangat mewanti-wanti agar segera menunaikannya.
Sedangkan saya sendiri meyakini, solo traveling bila dibenturkan dengan saat ini hanya bisa dilakukan oleh kalangan tertentu; tidak semuanya bisa melakukannya. Berhadapan dengan pandemi justru semakin sulit untuk melakukannya, di mana gerak kita sangat terbatas. Interaksi antar manusia pun sangat terbatas dan lain sebagainya. Bagaimana caranya kita bisa melakukan solo traveling, sedangkan keluar rumah saja susah?
Bagi saya mungkin tawaran untuk melakukan solo travelling sebagai cara mengenal diri sendiri cukup begitu pelik, apalagi untuk dilakukan pada kondisi dunia yang sedang tidak baik-baik saja. Namun, setidaknya saya juga menemukan langkah yang efektif untuk mengenal diri sendiri tanpa harus mengeluarkan banyak biaya. Salah satunya dengan cara melakukan meditasi.
Kiranya penting di sini saya sedikit mendeskripsikan makna harfiah meditasi, sebagai langkah mengenal diri sendiri. Karena banyak kalangan cenderung menganggap meditasi adalah pekerjaan yang hanya membuang-buang waktu saja, padahal pada kenyataannya tidak seperti itu. Secara harfiah meditasi adalah suatu kegiatan mengunyah-unyah atau membolak balik pikiran, memikirkan atau merenungkan.
Linda O’Riordan pernah menjelaskan “meditasi memungkinkan kita menjelajahi batin untuk merefleksikan identitas riil kita dan belajar tujuan dan misi hidup ini.” Dengan cara, belajar mengontrol tubuh, mental dan emosional kita. Dengan begitu kita akan menemukan siapa diri kita sebenarnya.
Tidak hanya dengan cara itu, Linda juga menawarkan beberapa cara supaya berhasil, dengan dilakukannya belajar menjadi pendiam dan membiarkan pikiran kita terus mendengar dan menyerap. Sehingga orang yang melakukan meditasi akan terbawa ke dalam kesadaran juga dapat menjangkau hal-hal di luar batasan yang dilakukan dalam kesehariannya. Maka dengan demikian, seseorang akan mampu menyadari makna hidup dan mampu mengarahkan mental serta emosionalnya ke arah yang positif.
Tidak cukup di situ, meditasi menurut James P. Chaplin adalah suatu upaya dan usaha individu yang dilakukan secara terus-menerus pada suatu aktivitas berpikir. Secara tidak langsung tindakan bermeditasi bisa membuat pikiran kita terus bekerja secara mendalam.
Jadi, meditasi sangatlah mungkin dilakukan siapa pun, di mana pun, dan kapan pun. Karena dalam melakukan meditasi kita hanya dituntut untuk bisa mengatur waktu kita dalam melakukannya dan yang terpenting melakukan meditasi tidak perlu harus mengeluarkan biaya. Dengan meditasi kita akan mengenal diri kita sendiri. Maka bermeditasilah.
Foto: Pexels
Editor: Saa
Comments