Frasa “internet of things” dan “disruption” menjadi diskusi yang tak habis-habisnya terucap di ruang publik. Terutama selepas digagasnya “Metaverse”, inovasi dalam bidang teknologi untuk memberi kemudahan bagi keberlangsungan hidup manusia seakan menjadi poros utama dalam perbincangan kekinian. Pernahkah anda membayangkan semua kemajuan tersebut dan tiba-tiba ban motor anda bocor?

Perubahan pola interaksi yang disebabkan oleh kemajuan inovasi teknologi komunikasi memberi dampak yang cukup signifikan bagi keberlangsungan hidup manusia di segala lini. Sembari mengimajinasikan bagaimana kecanggihan tersebut sepanjang perjalanan saya menuju salah satu toko buku favorit di Jogja, di perempatan Taman Pelangi Ringroad Utara ban motor saya bocor.

Sembari menunggu proses tambal ban, saya mendapatkan satu pelajaran menarik mengenai disrupsi dan disruptive-mindset.

Disruptive-mindset, begitulah sebutannya. Pemikiran yang terbuka dan keterampilan mengelola sumber daya yang dimiliki untuk menutup kelemahan sekaligus memanfaatkan peluang serta keberanian untuk mengubah haluan.

Beberapa hari terakhri ini, untuk menghabiskan waktu senggang, saya selalu menyempatkan untuk membaca salah satu karya fenomenal dari Rhenald Kasali; “Disruption”. Buku yang dirilis pada Februari 2017 ini memiliki banyak sekali insight yang saya kira cukup relevan untuk menjadi kajian dan objek muhasabah para penguasa, pengusaha dan atau pengurus organisasi yang dalam beberapa tahun terakhir peminatnya mulai menurun.

Kebetulan motor yang saya kendarai adalah Supra Fit keluaran tahun 2007, bisa anda bayangkan bagaimana merepotkannya setelah berhati-hati sedemikian rupa, karena mengendarai supra perlu kehati-hatian. Namun nasib nahas tetap menimpa.

Betapa tidak, khayalan akan kemajuan segala hal seketika runtuh dihadapan anda lantaran ternyata masalah yang terbesar ketika itu bukan tentang kemampuan inovasi, adaptasi, apalagi disruptive-mindset tentang pengadaan barang dan jasa, melainkan dimana “tambal ban terdekat”.

Gelombang Arus Disrupsi

Jika selama ini yang anda ketahui pembaruan adalah kerja-kerja inovasi, disrupsi adalah bagaimana terciptanya hal-hal baru dalam skala besar dan banyak sehingga mampu membuat yang lain menjadi terlihat kuno. Kebaruan yang dibawa oleh arus disrupsi memiliki sifat yang destruktif dan kreatif.

Bagi anda yang penggemar film, mungkin sempat merasakan betapa asyiknya bolak-balik ke tempat penyewaan film seperti Odiva atau rental film lainnya. Atau mungkin anda yang nge-fans dengan musik dan segala orisinalitasnya juga senang menyambangi toko-toko penjualan CD dan kaset. Kemajuan zaman seakan telah melahap industri dan hobi tersebut. Sekarang sedikit demi sedikit hobi itu semakin kurang peminat dan industrinya mulai banyak yang gulung tikar.

Untuk menikmati musik dan film yang ori dengan harga yang terjangkau, tidak lagi perlu untuk pergi ke tempat-tempat tersebut, hanya dengan mencantumkan kartu kredit, anda mampu mengakses dari gawai yang ada dalam genggaman anda. Tidak hanya dalam industri film dan musik, makanan dan minuman, pakaian, transportasi bahkan pendidikan juga mengalami fenomena serupa. Inilah yang disebut sebagai gelombang disrupsi.

Disrupsi seringkali diilustrasikan sebagai ombak besar yang menerpa, menggulung tiap-tiap apa yang ada dihadapannya lalu lenyap hanyut ke dalam luasnya lautan, dan mereka yang dapat bertahan adalah mereka yang kuat seperti terumbu karang.

Ada pula pihak yang sangat mendapatkan keuntungan darinya, adalah mereka yang mampu berselancar menghadapi deras dan kerasnya ombak selepas itu selalu menanti dengan rasa gembira gelombang-gelombang selanjutnya. Mereka adalah orang yang memiliki kesiapan baik pengetahuan, wawasan, pengalaman, dan mental dalam menghadapi perubahan zaman.

Lapangan kerja berkurang, kompetitor tak terlihat semakin banyak, inovasi semakin dibutuhkan, kerja-kerja manual mulai tak lagi dibutuhkan. Dengan nada yang agak ketus mungkin dapat dikatakan; “lambat tertinggal, malas tertindas, berhenti mati”. Maka dari itu dibutuhkan pola pikir yang tepat untuk menghadapinya; ‘disruptive-mindset’.

Disruptive-mindset Bengkel Tambal Ban

Kembali dengan cerita ban bocor. Setelah terjadi slip pada tikungan terakhir sebelum sampai di garis lampu merah perempatan, ban motor Supra yang saya kendarai kehilangan daya cengkram karena bocor. Dengan hati-hati, seketika itu saya mengubah ritme berkendara, mengurangi kecepatan serta memainkan rem dan gas. setelah mendapatkan pemberhentian yang tepat, kami menepi bak pembalap yang memasuki pit stop.

Setelah itu saya dan seorang teman sebagai sesama pengguna smart-phone, mencoba memecahkan masalah ini sebagaimana biasanya; menggunakan google. Kata kunci “tambal ban terdekat” tidak dapat memberi hasil pencarian yang mampu membantu kami.

Sangat berbeda dari yang selama ini kita pahami tentang pentingnya inovasi. Bengkel tambal ban tidak begitu memiliki kebaruan yang amat signifikan, bahkan Sebagian besar masih menggunakan alat tambal press yang memakai metode klasik dengan api. Namun yang menarik adalah Bengkel Tambal Ban masih mampu survive dan tidak pernah sepi pengunjung.

Di dalam Islam mungkin kita sering mendengar salah satu prinsip yang berbunyi “Al muhafadhotu ‘ala qodimi ash-shalih, wal akhdzu bil jadiidi ashlah” yang artinya; “memelihara yang lama yang baik, dan mengambil yang baru yang lebih baik.”

Hikmah yang dapat diambil dari sini adalah bahwa tidak selamanya hal yang baru itu mampu memenuhi kebutuhan. Ada hal-hal yang memang perlu untuk dipertahankan dan ada pula yang perlu diperbarui, kata kunci utamanya adalah ‘kebutuhan’. Disrupsi hanya mampu dihadapi dengan keteguhan hati dan mental yang berani menghadapi pembaruan serta memilih dan memilah apa yang dibutuhkan dan pembaruan apa yang perlu diciptakan.

Barangkali para pemilik bengkel sudah paham benar apa yang ingin disampaikan oleh Rhenald Kasali, bahwa tidak selamanya ‘baru’ menjadi solusi. Begitu banyak sekali kerap kita dapati dalam organisasi, pemerintahan, perusahaan, dan lain sebagainya pembaruan-permbaruan yang tidak memiliki nilai terutama nilai-guna (use-value) sehingga upaya pembaruan tidak memberi hasil yang diharapkan seperti misalnya; program baru, agenda baru, kegiatan baru, produk baru, atau Ibu Kota baru (chuakss…)

Namun perlu saya tegaskan sembari menutup dengan satu pesan yang perlu kiranya untuk saya sampaikan kepada seluruh pemilik Bengkel Tambal Ban untuk mulai menyematkan lokasi bengkelnya di google maps karena mendorong motor tanpa kepastian itu sunggu menyakitkan, mas.~

Editor: Ciqa

Gambar: Pexels