Beberapa hari yang lalu, tetangga saya baru saja menyelenggarakan hajatan pernikahan. Pandemi Covid-19 nampaknya tidak menghalangi itikad baik mereka untuk menikahkan buah hatinya. Sebetulnya saya selalu biasa saja ketika ada kabar bahwa ada tetangga yang akan menyelenggarakan hajatan. Namun, pada kesempatan kali ini ada satu hal yang menarik ketika saya mendengar kabar dari Ibu, bahwa yang dinikahkan oleh tetangga adalah adik kelas saya yang notabene baru saja lulus SMA sekitar satu tahun yang lalu. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada adik kelas saya yang pada akhirnya memutuskan untuk menikah, saya pribadi tetap bertanya-tanya,

“kok bisa sih orang-orang pada nikah muda? Apa nggak ada pertimbangan dulu?”

Menikah atau Berzina

Kampanye menikah muda memang kerap dijumpai di berbagai akun dakwah media sosial. Awalnya terlihat menarik dengan isi konten berupa dakwah, quotes-quotes, tetapi lama kelamaan tujuannya semakin terlihat, yaitu untuk mengkampanyekan menikah muda. Konten yang tadinya bermanfaat, lama kelamaan menjadi konten cringe yang menggelikan.

Bagaimana tidak, kebanyakan akun seperti ini akan selalu menyama-ratakan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang belum menikah sebagai tindakan berzina, dan solusi satu-satunya adalah menikah. Kampanye-kampanye seperti ini sejatinya hanya akan membuat sesat pikir anak muda yang masih labil. Seolah-olah, kalau belum menikah dia sedang melakukan perbuatan zina dan dosa-dosanya akan terus mengalir, sedangkan kalau menikah maka hidupnya akan tentram serta terbebas dari ancaman dosa-dosa berzina.

Bukan Satu-Satunya Solusi Menjauhi Zina

Sebagaimana tertuang dalam Q.S al-Isra’: 32, Islam secara gamblang telah melarang umatnya untuk mendekati zina atau perbuatan yang lebih parah lagi. Dan sebagai solusinya, menikah memang menjadi salah satu solusi untuk menghindari perbuatan ini. Namun perlu diingat, menikah hanya menjadi salah satu, bukan menjadi satu-satunya solusi untuk menghindari perbuatan zina.

Masih banyak hal lain yang dapat menjadi solusi untuk menghindari perbuatan zina, salah satunya adalah berpuasa. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Dan barangsiapa yang tidak mampu (menikah), maka hendaknya ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya”. Disisi lain, masih banyak kegiatan-kegiatan positif lainnya yang dapat dilakukan oleh anak muda untuk menghindari perbuatan zina selain menikah. Menyalurkan minat dan bakat misalnya.

Butuh Banyak Persiapan

Bagi sebagian anak muda yang kebutuhan hidupnya masih dicukupi oleh orang tuanya, membayangkan menikah muda itu memang tampak mengasyikan. Dapat bertemu dengan orang yang kita cintai setiap harinya, jalan-jalan ke berbagai tempat yang diinginkan tanpa harus meminta izin orang tua, hingga terhindar dari ancaman dosa berzina. Dalam tahapan yang lebih tinggi, bahkan menikah seringkali dianggap sebagai solusi untuk melenyapkan permasalahan-permasalahan hidup yang sedang mendera. “Aduh tugas banyak banget nih, rasanya pengen nikah aja”, begitu kiranya curhatan anak muda ketika sedang mengalami tekanan akademik.

Menikah memang menyempurnakan separuh agama kita, tetapi syarat ketentuan berlaku tentunya. Menikah itu wajib bagi yang sudah siap dan mampu. Siap secara mental serta mampu perihal finansial. Kalau belum siap dengan hal itu, menikah tentu bukanlah pilihan yang bijak. Burung saja ketika hendak bertelur tidak merepotkan burung lain untuk membantu membangun sarangnya, mengapa manusia yang diberikan akal oleh Tuhan malah hendak merepotkan orang lain ketika hendak membangun bahtera rumah tangga?

Bagi saya pribadi, menikah adalah tentang kesiapan kita untuk mulai hidup bermitra bersama pasangan yang kita pilih. Memahami pernikahan hanya sekadar sebagai upaya melegalkan tindakan perzinaan tentu adalah pemikiran yang salah kaprah. Lebih jauh dari itu, menikah adalah prosesi suci dari dua insan yang berjanji untuk saling melengkapi sehidup semati. Terlepas dari standarisasi usia menikah yang di buat oleh masyarakat, menikah adalah hak prerogatif kita atas diri kita sendiri.