Siapa yang pernah naik metro mini?

Sekarang ini mode transportasi umum darat di Jakarta mengalami banyak perubahan, dan beragam pilihannya.

Dulu sebelum ada Transjakarta trayek Tanjung Priok-Pasar Senen, ketika saya hendak ke Kemayoran ataupun Pasar Senen, saya menggunakan Metro Mini sebagai pilihan. Metro Mini trayek Tanjung Priok-Pasar Senen dikenal dengan nama Metro Mini 24, angka tersebut terpampang di kaca depan metro mini tersebut. Sementara itu untuk trayek Tanjung Priok-Cilincing dikenal dengan nama Metro Mini 23.

Waktu itu saya baru pertama kali merantau ke Jakarta lebih tepatnya di kawasan Tanjung Priok, yaitu pada pertengahan tahun 2019. Sebagai seorang yang pertama kali merantau ke Jakarta, tentu saja saya ingin berkunjung ke sanak saudara di perantauan, siapa tahu dikasih uang saku.

Saat itu tujuan saya adalah Pasar Senen, tempat di mana Paman saya tinggal. Pagi hari jam 6 saya menuju ke Terminal Tanjung Priok, sebelumnya saya sudah diberitahu oleh Bapak perihal transportasi menuju Pasar Senen. Bapak mengatakan “Kalau mau ke Pasar Senen naik metro mini yang nomornya 24, tetapi ya harus sabar menunggu, karena memang sekarang metro mini sudah sangat jarang.”

Tidak butuh waktu lama saya sampai di Terminal Tanjung Priok, mengingat jarak kontrakan ke terminal tidak begitu jauh. Sesampainya di Terminal Tanjung Priok, saya langsung ke tempat di mana angkot, metro mini, tukang ojek ngetem. Saat itu di tempat ngetem belum ada metro mini, hanya ada angkot dan ojek.

Salah seorang tukang ojek menghampiri saya, lalu menanyakan hendak pergi ke mana. Sebagai seorang yang jujur, baik, dan tidak sombong, saya menjawab “Mau ke Pasar Senen, sedang menunggu Metro Mini 24.” Tukang ojek tersebut menjawab “Wah kalau Metro Mini jurusan Tanjung Priok-Pasar Senen sekarang sudah tidak beroperasi lagi.” Saya pun percaya saja akan perkataan tukang ojek tersebut.

Kemudian tukang ojek tersebut tersebut menawarkan dirinya untuk mengantarkan saya ke Pasar Senen. Tentu saja saya tidak langsung naik, tetapi menanyakan ongkosnya berapa, ia menjawab 50 ribu. Setelah nego, disepakatilah ongkosnya 20 ribu. Nah ketika di tengah perjalanan dari arah berlawanan terlihat Metro Mini 24, dalam hati saya berkata “Asem kena tipu.” Tukang ojek tersebut pun celingak-celinguk karena kebohongannya terungkap.

Meskipun dibohongi, saya tetap membayar ongkos sesuai kesepakatan, dan saya tidak mempermasalahkan hal itu, hitung-hitung bagi rejeki lah. Meskipun kalau dibandingkan ongkosnya jauh, kalau metro mini itu 3000.

Saya pun menceritakan kepada Bapak terkait kejadian itu, ia pun mengatakan agar jangan terlihat seperti orang yang kebingungan, bersikaplah tenang. “Kalau kelihatan bingung, serta tidak tenang, kelihatan banget baru pertama kali merantau di Jakarta.”

Kunjungan selanjutnya ke kontrakan Paman di Pasar Senen bersama dengan Ayah. Saat dalam perjalanan pulang menuju ke Tanjung Priok, di jalan dekat JIS penumpang yang ada diturunkan. Ternyata sopirnya baik hati juga tidak diturunkan begitu saja, tetapi dialihkan ke metro mini lain. Seringnya saya kalau naik Metro Mini 24 diturunkan di tengah jalan, itu di jalan dekat JIS.

Pernah saya diturunkan di tengah jalan, tetapi tidak dialihkan ke metro mini lain, malah dialihkan ke angkot. Saat itu saya dari Kemayoran, nah belum sampai Tanjung Priok penumpang hanya ada dua, yaitu saya dan seorang nenek-nenek. Maka kami diturunkan di jalan dekat JIS.

Lalu saya menyebrangkan nenek tersebut, karena angkot yang sedang menunggu di seberang jalan. Saya pun mendahulukan nenek tersebut untuk masuk angkot terlebih dahulu, akibat saya tidak memperhatikan tinggi pintu angkot, membuat saya keceblog. Rasa sakit malu bercampur aduk menjadi satu, salah seorang penumpang angkot berbisik ke penumpang di sampingnya “Pasti sakit, dan malu banget tuh.”

Itulah pengalaman naik metro mini yang saya alami, ditipu tukang ojek dan diturunkan di tengah jalan.

Editor: Ciqa

Gambar : Wikipedia