#GejayanMemanggil dan gelombang aksi-aksi lainnya sepanjang September 2019 jadi bahasan yang menarik banget. Selain itu, rentetan aksi yang berhasil mendesak pemerintah ini memberi perspektif baru. Bahwa ternyata demo juga bisa asyik.
Demo Identik dengan Kerusuhan?
Biasanya, unjuk rasa atau demo identik dengan kerusuhan dan tindakan anarkis. Namun demo-demo terbaru berhasil membantah itu semua. Aksi di beberapa daerah seperti Jogja, Ciamis, Bojonegoro, Malang, dan Surabaya begitu damai. Lebih dari itu, bahkan demo-demo ini juga bebas sampah. Ramah lingkungan. Nggak meninggalkan sampah apalagi kerusakan dan bekas kerusuhan.
Memang, nggak semua demo pada September 2019 ini berjalan damai. Tapi yang jelas rangkaian demo damai baru-baru ini bakal jadi virus yang menyebar cepat. Mengubah kesan demo yang biasanya rusuh.
Bahkan demo ternyata juga bisa sangat bersahabat dengan masyarakat. Demo di sekitar Gejayan, Jogja, misalnya sampai meminta izin ke warga setempat. Masyarakat sangat welcome bahkan memberikan secara cuma-cuma beragam logistik mulai buah, air minum, sampai makanan bagi para pendemo.
Nggak berhenti sampai di situ, aku yang ikut langsung dua edisi demo #GejayanMemanggil merasakan asyiknya atmosfer demo. Meriah banget dengan beragam atribut yang menarik, bahkan juga sempat disertai dengan lagu-lagu yang sedang ngehits. Macam Cidro-nya Didi Kempot dan Kartonyono Medot Janji-nya Nella Kharisma. Provokasi dan kericuhan hampir nggak ada, karena itu bisa diikuti oleh teman-teman yang biasanya apatis dan malas turun ke jalan.
Bukti lainnya juga terlihat jelas ketika kampus-kampus yang biasanya jarang ikut demo, kali ini ikutan. Di Jakarta misalnya, ada Universitas Gunadarma yang jauh ikutan merapat. Ada LSPR, kampusnya para selebgram juga ikutan.
Ada juga Bina Nusantara, kampusnya konglomerat, yang mahasiswanya kalau ikut aksi bisa kena SP pun juga ikutan. Bandung nggak mau kalah, Universitas Parahyangan juga ikutan. Padahal, menurut netijen, mereka join hanya saat keadaan benar-benar gawat.
Demo adalah Hak Segala Bangsa
Sangat disesali, pemerintah dan kepolisian nggak berkenan memperbolehkan pelajar ikut aksi. Padahal aksi-aksi yang super-duper damai ini bisa menjadi wahana edukasi yang kelewat menarik buat para pelajar. Bisa menyuarakan aspirasi dengan tegas, mengingatkan bahwa negeri ini tidak baik-baik saja dengan aksi konkret dan—sekali lagi—sangat asyik.
Selain itu, kalau ada ujaran bahwa yang ikut demo nggak paham tuntutan sebenarnya justru salah banget. Kalau pelajar mahasiswa ikut demo, itu tandanya kepedulian sudah masuk ke tingkat tinggi. Kalaupun pemahaman teman-teman yang ikut demo ini belum cukup, mereka bakal segera belajar. Setelah demo bisa kembali mendalami kajian-kajian dan tuntutan.
Kabar baiknya, ada pelajar yang tetap nekat ikutan. Mereka bisa merasakan demo di mana orasi tetap ada tetapi kedamaian terjaga. Sesekali juga ada pemutaran musik yang membuat suasana asyik, tanpa mengurangi substansi.
Demo-demo ini tentu jadi hal baru yang jarang ditemui sebelumnya. Apalagi setelah demo, aksi nggak berhenti. Ada penyebaran foto-foto via medsos yang membuat kemeriahan semakin menjadi-jadi. Aspirasi tersampaikan, konten-konten menarik yang ngena juga menghujani timeline.
Ya, tahun ini secara resmi demo menjadi hak segala bangsa. Demo bisa kita ikuti dengan asyik tanpa kehilangan substansi. Demo sebagai jalan terakhir yang tersedia untuk memberantas ketidakadilan dan kebobrokan sistem bisa diakses oleh siapa saja.
Demo Juga Bisa Asyik
Buat kamu yang membaca tulisan ini—pelajar, mahasiswa, atau siapapun deh, yang masih ragu untuk ikut aksi, ayo deh ikut sesekali. Anak muda seperti kamu harus merasakan memberikan kuliah bagi pemerintah melalui aksi di jalan. Jadi cara yang asyik buat menjaga demokrasi dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mau ikut aksi dengan full make-up? Boleh. Mau demo sambil foto-foto dan upload story? Boleh. Mau demo sambil ngelive? Boleh. Mau demo dan sekadar duduk-duduk dan ikut jargon? Boleh. Mau ijin ortu dulu baru demo? Boleh—aku aja ijin dulu baru ikut demo.
Dalam keadaan gawat, kita memang harus turun langsung. Berusaha berkontribusi semaksimal mungkin dengan segala keterbatasan. Ingat, ada tempat tersendiri di neraka bagi mereka yang tetap netral di saat-saat kritis.
Penulis: Nabhan Mudrik
Ilustrator: Ni’mal Maula
Comments