Siapa yang suka nyambat di twitter?
Berdasarkan hasil riset We Are Social Hootsuite, pada bulan Januari tahun 2021 pengguna internet di Indonesia berjumlah 202,6 juta pengguna. Jumlah tersebut 15,5% lebih besar atau bertambah hingga 27 juta pengguna dibanding Januari tahun 2020.
Sedangkan pengguna media sosial, hingga 170 juta pengguna. Angka tersebut lebih besar 6,3% dibanding tahun 2020. Sedangkan jangka waktu penggunaan internet mencapai rata-rata 8 jam 52 menit dan penggunaan media sosial hingga 3 jam 14 menit.
Hal tersebut bisa kita tarik kesimpulannya bahwa penggunaan internet dan media sosial meningkat pasca negara ini dilanda pandemi Covid-19 pada 2 Maret 2020. Akibatnya masyarakat harus melakukan seluruh kegiatannya di rumah masing-masing melalui dalam jaringan (daring) atau online.
Menteri Kominfo, Johnny Gerard Plate juga mengungkapkan bahwa konsekuensi pelaksanaan Work From Home (WFH) adalah perubahan konfigurasi pemanfaat internet yang sebelumnya banyak dimanfaatkan di kantor, kampus, sekolah, dan tempat publik.
Namun, saat ini konfigurasi penggunaan internet bergeser ke pemukiman penduduk, tempat tinggal dan perumahan.
Penggunaan dan Dampak Sosial Twitter
Twitter merupakan sosial media atau layanan jejaring sosial berbasis microblogging yang memungkinkan penggunanya untuk mengunggah dan membaca pesan berbasis teks hingga 280 karakter per-tweet. Dalam penggunaannya, twitter sendiri sering dijadikan media sosial untuk melakukan kampanye.
Hal ini dikarenakan algoritma dan fitur twitter yang berbeda dengan media sosial lain. Misalnya adanya fitur trending topik yang mencakup seluruh dunia bahkan di negara-negara tertentu dan algoritma timeline atau linimasa selalu mengikuti topik-topik apa yang pengguna cari dan sukai.
Sebagai media sosial microblogging, twitter memudahkan penggunanya untuk menuliskan apapun yang mereka pikirkan dalam jumlah karakter yang singkat apalagi didukung dengan algoritma yang mendorong pengguna untuk ingin terus beropini.
Tidak sedikit orang yang awalnya seorang pengguna aktif twitter lalu menjadi penulis buku, Arif Muhammad misalnya. Arif Muhammad merupakan seorang pebisnis, youtuber, influencer, dan masih banyak lagi.
Bagi pengguna twitter sekitar tahun 2011 pasti mengenal Arif Muhammad sebagai orang di balik akun twitter @poconggg.
Menurut We Are Social Hootsuite, per 25 Januari tahun 2021 memiliki total 353 juta pengguna aktif harian di seluruh dunia. Sedangkan di Indonesia sendiri, menurut We Are Social Hootsuite pada awal tahun 2021 memiliki total 14,05 juta pengguna yang membuat twitter menjadi platform nomor 5 paling banyak digunakan menyusul Facebook, Twitter, Instagram, Whatsapp, dan Youtube.
Sedangkan menurut Statista, pengguna aktif twitter mencapai 17,55 juta pengguna per bulan Oktober 2021 dan membuat Indonesia menjadi negara ke-6 paling banyak penggunanya di bawah Britania Raya, Brazil, India, Jepang, dan Amerika Serikat.
Sambat di Twitter dan Budaya Populer
Kata “sambat” merupakan kata yang cukup populer di kalangan anak muda atau bisa disebut bahasa gaulnya anak muda. Kata “sambat” sendiri bukan sebuah singkatan, tapi kata dalam bahasa Jawa yang berarti mengeluh.
Sambat sendiri identik dengan mengeluhnya anak muda terkait sekolah mereka, pekerjaan, pertemanan, dan percintaan yang dibumbui dengan sedikit kata-kata kasar untuk meluapkan emosi yang terpendam di hati dan pikiran.
Twitter sebagai platform microblogging sangat cocok sekali untuk menuangkan keluh kesan, pikiran berat dengan tulisan-tulisan pendek, sekitar 1 paragraf.
Ketika orang menemui hal yang ia tidak senangi bisa langsung dalam waktu hitungan menit mengutarakan pendapatnya di twitter dengan jumlah kata yang pendek tersebut. Budaya populer atau yang sering disebut pop culture sendiri dalam beberapa kamus budaya sering disebut budaya masyarakat atau budaya orang kebanyakan.
Jadi, apabila sebuah budaya dilakukan, dimengerti atau dipahami, dan dinikmati oleh banyak kalangan dapat disebut budaya populer. Secara harfiah, istilah budaya populer merujuk pada “culture of the people” (budaya orang-orang atau masyarakat).
Menurut Raymond Williams (1977) objek kajian budaya populer bukanlah kebudayaan dalam pengertian yang sempit melainkan kebudayaan yakni sebagai “cara hidup tertentu” yang berlaku pada suatu periode tertentu.
Dalam cuitan @kelvinpranama_ yang diunggah pada 25 Desember 2021 yang berisi “Apapun kondisinya tetaplah mengeluh di twitter, walaupun ga ada yang peduli sama sekali.” telah di retweet dan dikutip hingga sebelas ribu retweet dan kutipan.
Hal ini menandakan bahwa hampir bahkan mencapai sebelas ribu pengguna twitter sepakat bahwa sambat atau mengeluh di twitter adalah satu kegiatan yang sering dilakukan.
Apapun kondisinya tetaplah mengeluh di twitter, walapun ga ada yang peduli sama sekali.— Kelvin Pranama (@kelvinpranama_) December 25, 2021
Apakah Nyambat di Twitter Merupakan Budaya Populer?
Menurut paradigma kritis, di dalam sebuah media tidak lepas dari kepentingan kaum pemilik modal, negara atau kelompok yang menindas lainnya.
Media menjadi alat dominasi dan hegemoni masyarakat karena media merupakan alat yang penting dalam menyebarkan ideologi yang dominan. Sehingga media sangat mudah menghasilkan dominasi ideologi golongan dan kaum-kaum tertentu.
Dalam kasus nyambat di twitter inikan para pengguna dihegemoni untuk sama-sama senang nyambat di sosial media. Apakah sebatas budaya yang muncul atas keinginan masyarakat atau sebuah budaya yang memang sengaja dibuat oleh golongan tertentu?
Apakah diam-diam Mark Zuckerberg, Bill Gates, Elon Musk, dan pejabat negara ini elite global membaca sambatan kita dan ngetawain sambatan-sambatan dan tweet-tweet sampah nan-receh kita sebagai hiburan kayak karakter Oh Il Nam di serial Squid Game. Wkwkwk. Ah udahlah kayaknya cuma pikiran liar penulis aja, hehe.
Editor: Ciqa
Gambar: Pexels
Comments