Blitar adalah salah satu kota kecil yang berada di Provinsi Jawa Timur. Nama dari kota atau kabupaten Blitar ini sangat terkenal dimana-mana, karena dikenal sebagai kota kelahiran dan tempat ziarah kubur sang proklamator, Ir. Soekarno. Daerah ini juga terkenal dengan beberapa pusat pariwisatanya. Mulai dari pantai sampai gunung, daerah ini memiliki semua itu. Tetapi saat ini saya tidak ingin membahas Blitar dari segi pariwisata atau geografisnya, melainkan kontribusi apa yang sudah dilakukan pelajar Blitar untuk pergerakan dinamisasi pelajar di daerahnya sendiri?

Apakah pelajar Blitar sudah sadar akan kepentingan dan kebutuhan mereka untuk menyuarakan berbagai gerakan-gerakan yang ada? Hanya sekedar eksistensi atau memang sudah sampai mengonsep suatu esensi?

 

Isu tentang pelajar kian hari kian marak, apalagi tentang gerakan-gerakan pelajar yang terus berkembang dan berkemajuan. Munculnya gerakan-gerakan yang diinisiasi oleh pelajar sangat beragam, seperti aksi demo ramah lingkungan, aksi peduli moral, serta aksi-aksi yang lain. Terlihat bahwa pelajar saat ini sungguh warna-warni pola dan bentuknya.

 

Dan sekarang, waktunya remaja khususnya pelajar mulai peduli akan pergerakan pelajar yang sedang dan akan terjadi. Kita seharusnya bisa menjadi penggerak atau pencetus dari gerakan tersebut, karena kita sudah memiliki bekal nama di khalayak umum sebagai daerah kelahiran proklamator yang begitu hebatnya. Kalau kita menyia-nyiakan kesempatan tersebut, tidak menutup kemungkinan pelajar daerah Blitar akan terlindas oleh gerakan-gerakan pelajar yang terus kritis-transformatif.

 

Saya sekarang sedang menuntut ilmu diluar kota atau mungkin biasa disebut sebagai anak rantau. Saya berada ditengah kota yang terkenal akan kebudayaannya, kota yang dikenal dengan kesultanannya, dan kota yang dikenal sebagai kota pendidikan. Yogyakarta, namanya.

 

Disini saya merasakan atmosfer gerakan-gerakan pelajar yang sangat kuat dan terus berkembang, dengan inovasi-inovasi yang begitu kreatif. Salah satu pusat peradaban Indonesia adalah di Yogyakarta. Jangan salah arti tentang Yogyakarta, Yogyakarta istimewa.

 

Disini saya terus belajar dan belajar untuk mengubah kondisi pelajar Blitar yang ditelan arus begitu saja, hanya eksistensi yang dibawa, bukan esensi. Sebagai pelajar, kita harus bisa mendobrak gerakan tajdid atau pembaharuan dan harus memimpin pembaharuan tersebut, jangan mau kalah. Apalagi kita sebagai kota kelahiran seorang prokalamator Republik Indonesia, Ir. Soekarno.

 


Budaya Kritisisasi Pelajar

 

Sebagai pelajar, waktunya bagi kita untuk paham setiap isu yang berkembang ditengah masyarakat luas. Karena itu yang membuat kita belajar akan toleransi, tidak jumud atau kolot. Membudayakan lingkungan diskusi kritis pada pelajar memang suatu hal yang cukup susah, tapi kapan lagi kalau bukan sekarang? Dan siapa lagi jika bukan kita?

 

Bergerak dan berupaya untuk pembebasan, pencerdasan, dan pemberdayaan pada saat ini sangat penting bagi pelajar. Karena itu menjadi cikal bakal mereka untuk maju pada puncak demografi tahun 2045. Jika pada saat itu kita masih mempunyai budaya yang sama seperti saat ini, disiapkan saja jalan untuk pulang ke rumah masing-masing. Keluar dari zona nyaman dan melampaui, agar cita-cita kita dapat terwujud, sebagai pelajar berkemajuan.

 

Membaca, menulis, dan berdiskusi merupakan kunci dinamisasi pelajar Blitar agar dapat bergerak. Bergerak disemua lini, ekologi, advokasi, atau isu yang sedang trend saat ini. Literasi harus terus dimarakkan untuk melatih kekritisan dan budaya intelektualisasi seorang pelajar. Setiap hal yang dirasa mengganjal dapat dijadikan bahan diskusi setiap ngopi, tidak hanya berkumpul nggak jelas. Disetiap langkah, pelajar harus mampu menciptakan atau membuahkan hal baru, karena kita adalah masa depan bangsa.

 

“Berikan aku sepuluh pemuda, maka aku akan guncangkan dunia” –Ir. Soekarno, Presiden RI pertama

 

Penulis: Zaidan Ihsani

Ilustrator: Ni’mal Maula