Terlahir sebagai perempuan merupakan anugerah yang sangat saya syukuri. Meskipun dengan berbagai macam kompleksnya persoalan, keistimewaan yang hanya kita (kaum perempuan) alami atau rasakan, hingga perjuangan kami sebagai perempuan untuk menciptakan dunia yang lebih ramah terhadap kami. Saya merangkul takdir sepenuhnya atas berbagai macam keistimewaan, label, issue, kesulitan, dan kemudahan yang diberikan kepada perempuan. 

Ancaman perempuan

Meskipun heran betul saya, apa asal muasal kenapa kami ini kaum perempuan lebih rentan terhadap ancaman dan kejahatan. Bahkan sampai diadakannya khusus untuk perempuan, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan yaitu lembaga negara independen di Indonesia yang dibentuk sebagai mekanisme nasional untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan.

Jika karena kami lebih lemah, saya rasa bukan itu jawabannya. Atau karena memang Allah maha adil. Jadi karena inner power perempuan ini sangat kuat, jadi kami memang diberi sedikit kekurangan di power lahiriyah-alih alih power batiniyah kami sangat kuat. Muehehe karena bener deh, kalo keistimewaan yang diembankan pada kami seperti Haid, menyusui, melahirkan dilimpahkan pada laki-laki rasanya mereka nggak akan kuat. Cuma perempuan yang bisa, karena kuatnya batiniyah perempuan dan kodrat kami wkwk

Bagaikan bagian tubuh yang saling terkait. Saat ada berita buruk yang menimpa satu perempuan, sakitnya pun akan sampai ke hati perempuan lainnya. Sehingga adanya berita yang akhir-akhir ini ramai, mengenai KDRT maupun kekerasan seksual benar-benar membuat saya paham kenapa perempuan harus berani bersuara. 

Terlepas dari berita yang ramai belakangan ini. Komnas Perempuan menerima 2.527 kasus kekerasan di ranah rumah tangga/personal, dan kekerasan terhadap istri selalu menempati urutan pertama dari keseluruhan kasus KDRT/RP dan selalu berada di atas angka 70%. Ini yang dilaporkan. 

Maka jangan sampai para perempuan muda menjadi trauma dengan kata pernikahan karena banyaknya kasus KDRT yang selalu membuat bulu kuduk merinding.  Menempatkan korban dalam situasi serba salah. Oleh karena itu kewajiban kita sesama perempuan untuk tidak saling menjatuhkan tetapi sama-sama mendukung menciptakan bumi ini memiliki ekosistem yang aman dan ramah terhadap perempuan. Apalagi mayoritas dari kita, perempuan para pembaca milenialis juga nantinya mungkin akan menikah.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Retno Listyarti mencatat sepanjang Januari-Juli 2022, ada 12 kasus kekerasan seksual yang terjadi. Data berdasarkan hasil pemantauannya di media massa dari kasus yang keluarga korban sudah melaporkannya ke pihak kepolisian. Saya tidak berani membayangkan, di bentang Indonesia yang seluas ini pasti banyak sekali kasus yang tidak terlaporkan. Dan bagaimana ya mereka? bagaimana mereka menghadapi kebingungan, trauma, sanksi sosial atas pelecehan yang terjadi bukan karena kesalahan mereka.

Sampai cerita mulut ke mulut dari orang-orang terdekat saya yang lebih menyayat karena hubungan emosional yang lebih erat. Langkah preventif, perempuan memang harus berdikari dan cerdas. Siap secara fisik dan psikis sebelum akhirnya memilih meleburkan hidupnya dengan sosok lelaki yang ia percaya. 

Langkah yang bisa kita lakukan adalah berani bersuara apabila kejadian tersebut naudzubillah menimpa kita ataupun menimpa orang sekitar kita. Perempuan memang harus berani bersuara, bersuara yang dimaksud disini banyak bentuknya. Mulai dari berani menyuarakan apa yang kita rasakan, mengambil langkah yang kita yakini, termasuk suara non verbal yaitudengan menyediakan ruang aman bagi korban.

Ini menjadi penting karena tidak jarang yang menjatuhkan perempuan adalah sesama perempuan. Ini menjadi penting karena kita sering ditaruh di situasi serba salah dan tersudutkan. Oleh karena itu tindakan tidak mendikte, tetap suportif, dan menyediakan ruang aman juga termasuk ‘Suara’ perempuan yang harus dihidupkan. 

Penulis: Elsa Firlyani