Kejahatan akibat bullying menjadi momok bagi para korban. Kasus bullying atau perundungan di Indonesia sendiri sudah marak dan mencerminkan bahwa kasus ini jangan pernah dipandang sebelah mata. 

Kasus bullying yang kini viral telah memakan banyak korban. Sebelumnya ada salah satu anak yang penglihatannya dicongkel oleh teman sebayanya dengan tusukan bakso hingga korban mengalami kerusakan mata. Baru-baru ini pun juga terjadi kembali akibat masalah sepele membuat pelaku membabi buta terhadap korban hingga lemah dan tak berdaya.  

Bullying sebenarnya sudah terjadi di era sebelum gencarnya media sosial. Dulu, para korban tidak bisa melapor ke siapa pun karena minim bukti yang konkrit. Alhasil, korban hanya dapat memendam sakit dan ketakutan, bahkan tekanan batin hingga trauma akibat pem-bully-an. Ini akan menjadi faktor pembunuh di masa depan jika korban bullying tidak memiliki jati diri yang kuat dan berani. 

Dari berbagai berita yang viral tentang bullying, seringkali ditemukan terjadi oleh kalangan pelajar. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa perundungan bisa di tempat lain seperti lingkup keluarga, kampus, kerja, atau dari teman terdekat. Harus adanya hukum yang kuat untuk memberikan efek jera bagi pelaku agar tidak mengulanginya lagi. Mengapa demikian? Kita simak baik-baik penjelasan dibawah ini.

Dampak Bullying Mempengaruhi Karakter Seseorang

Maraknya kasus bullying didominasi akibat pengaruh lingkungan. Hal ini menjadikan karakter seseorang seiring waktu berubah. Kalau dalam bahasa kekinian “nih orang red flag atau green flag?”. Jadi seorang pem-bully merupakan tanda kemenangan karena merasa dikenal, keren, dan ditakuti banyak orang. Biasanya mereka dengan sifat tersebut akan menindas kaum bawah, seperti orang pendiam, pemalu, bahkan terlihat penakut menjadi sasaran empuk bagi pelaku. 

Bentuk bullying bisa berupa fisik, verbal, sosial, dan cyberbullying. Terkadang, beberapa korban harus kehilangan nyawa akibat perbuatan tercela ini. Bahkan, terdapat yang menyimpan dendam dengan pelaku bully yang berakhir kejahatan serupa hingga terjadi pembunuhan. 

Jiwa seorang pem-bully dipengaruhi pula oleh efek psikologis, terutama jika sejak sejak dini tidak diajarkan pendidikan karakter yang baik, akibatnya berdampak dengan kondisi di masa depan menjadikan watak egois semakin tinggi tanpa melihat keadaan sekitar. Tidak hanya itu, perundungan tidak mengenal anda umur berapa, kalangan apa, tua atau muda akan terjadi serangan kejahatan tersebut. Kasus ini akan semakin parah jika pendidikan pertama yang kita terima hanya berdasar kebencian, penghinaan, dan kekerasan. 

Kasus Bullying Susah Punah Kalau Kita Masih Penuh Ego

Setiap orang pastinya memiliki jiwa kemenangan sendiri. Untuk memenangkan kompetisi perlu mengorbankan apa pun baik jiwa, raga, dan tenaga. Namun, buruknya kepentingan ego menjadikan seseorang harus berkorban dengan cara yang tidak manusiawi. Cikal bakal perundungan didasarkan atas sikap seseorang yang tidak dapat menjaga kestabilan emosi, penuh prasangka buruk, dan anarkis. 

Umumnya faktor lingkungan kerap jadi sasaran empuk, melampiaskan kemarahan individu kepada orang lain dengan tujuan ingin dipandang kuat, terhormat, dan disegani. Namun, tidak dipungkiri alasan mereka melakukan tindakan tersebut karena sering jadi korban kekerasan orang yang lebih tua. Sehingga ketika melihat orang lain yang dianggap lebih rendah akan membuat eksekusi yang tidak berperikemanusiaan. Apalagi mereka yang sudah ikut nyemplung di golongan pem-bully. Efek jera pelaku akan dirasakan saat sudah keluar dari kaum tersebut. Akan tetapi, bagi korban kejahatan bullying akan terasa hingga seumur hidupnya. Hal ini menyebabkan kasus bullying susah punah dan lebih banyak memakan korban yang tidak bersalah.

Modal Punya Kuasa, Hukum jadi Tajam Ke bawah Bukan Semua Kalangan

Pernah dengar ‘Tajam Ke bawah Tumpul Ke atas’? Saya mengambil potongan kalimat dari peribahasa tersebut. Yaps, kalau dikaitkan hukum sungguh jelas kalau akhir-akhir ini Indonesia sendiri masih banyak penyelewengan badan hukum yang hanya menjadi boneka oleh kaum elit global. Imbasnya, kaum menengah hingga ke bawah menerima keadilan yang tidak pasti. Terutama dari kasus bullying ini jika bermasalah dengan kalangan atas maka yang didapatkan korban berupa pencucian bukti asli, playing victim, bahkan hanya sekedar minta maaf dari pelaku. Padahal efek korban pem-bully-an itu tidak main-main. 

Bagaimana dengan instansi hukum? Tentu saja, kalau gak disogok ya gak tumpul hukumnya. Saya gak tahu sistem hukum aslinya tapi kalau dianalisis dari berita tentang oknum aparat hukum yang berlagak jadi garda terdepan masyarakat malah bikin saya tambah emosi saja. Bobroknya hukum kejahatan bullying akan menjadi perlindungan bagi mereka dari kalangan atas. Ketidakadilan yang tidak berdasar membuat arti undang-undang hanya sebagai patokan umum. Diskon masa tahanan pun juga ikut andil atas ketidak merataan perlindungan masyarakat terhadap hukum negara. 

Pendidikan Karakter sebagai Kunci

Kasus bullying di negeri ini kalau tidak sama rata dengan jeratan hukum yang kuat dan jelas maka terlihat semakin angin lalu saja. Orang tua sebagai lingkungan pendidikan pertama bagi anak perlu untuk mengajari perbuatan yang baik tanpa mencela orang lain sehingga ketika memasuki fase pubertas maka terbentuk sifat kasih sayang terhadap sesama manusia. Selain itu, peran penting tenaga pengajar juga mempertegas dan melindungi segala anak didiknya untuk tidak menjadi seorang pem-bully atau melakukan kekerasan di luar manusiawi. Inilah yang menjadikan generasi muda juga terus berkembang dan menjadikan terbentuknya karakter yang profesional.

Sebagian besar kasus bullying masih didapatkan pelajar, sehingga perlu perubahan dalam mengatur undang-undang terutama bagi mereka yang masih dibawah umur. Di balik jeruji besi pun tidak cukup, pentingnya pendidikan karakter agar calon generasi selanjutnya bisa mempertahankan simbolitas pemuda bangun Negara. 

Kalau pun hukum semakin lemah, di mana pun berada sebagai individu perlu memiliki jiwa pribadi yang kuat dan tidak acuh terhadap perasaan diri sendiri. Maka akan muncul dalam benak diri kita untuk bisa memenangkan kompetisi dengan cara yang sehat. Dengan melakukan perubahan kecil di atas, perbuatan merusak mental tersebut akan semakin menurun. Jangan sampai dari kasus bullying bisa menjembatani korban ke jurang kematian. 

Editor: Yud

Gambar: Pexels