Rabi’ah Adalah seorang wanita sufi yang pertama kali memperkenalkan mahabbah dalam bidang tasawuf. Beliu lahir sekitar tahun 717 M dengan nama lengkap Rabi’ah binti ismail al adawiyah Al bashariyah Al Qaisiyah di suatu perkampungan dekat kota irak dan meninggal pada tahun 801 M. Rabiah terlahir dari keluarga yang serba kekurangan, derita kelaparan dan kemiskinan selalu dihadapi oleh keluarga rabi’ah. Meskipun secara lahiriah serba kekurangan akan tetapi Rabiah kaya akan iman dan taqwa. Beliau banyak mempelajari agama seperti ridha, zuhud , ikhlas dari ayahnya yang bernama islmail.
Berkat pendidikan sang ayah Rab’ah telah mengahafal Al Qur’an pada usia 10 tahun. Ayah Rabi’ah mengharapkan agar anak anaknya agar terpelihara dari pengaruh pengaruh yang tidak baik yang dapat menjerumuskan Rabi’ah pada keburukan, maka Rabi’ah sering dibawa ayahnya ke sebuah musholla di pinggiran kota irak. Disinilah rabi’ah sering bermunajat dan ibadah dengan tuhan.
Dari Hamba Sahaya Menjadi Seorang Sufi
Di masa kanak kanak Rabiah sudah kehilangan orang tuanya dan kini beliau hidup bersama ketiga saudara perempuan. Rabiah meneruskan pekerjaan ayahnya menyebrangi orang di sungai dijlah dengan sampanya. Hal ini dilakukan terus menerus sampai akhirnya beliau dikenal dengan nama Rabi’ah Al Adawiyah. Namun sejak kota irak mengalami berbagai bencana alam, seperti paceklik akibat kemarau panjang. Kota yang pada mulanya makmur dan berkembang sekarang menjadi kota yang dilanda kemiskinan dan bencana alam.
Hingga pada akhirnya Rab’iah meninggalkan kota bersama ketiga saudaranya, mereka berkelana ke berbagai daerah demi mempertahankan hidup. Ada yang menyebutkan rabi’ah terpisah dengan ketiga saudaranya semenjak diperjalanan hanya.Disituasi seperti ini, ra’biah diculik oleh sekawanan perampok kemudian dijual dengan harga enam dirham.
Rabi’ah menjalani kehidupan sehari harinya sebagai budak pada suatu keluaga Mawali Al Atik. Tuan yang membeli rabiah memberlakukannya dengan kejam dan bengis. Namun rabi’ah menjalani berbagai cobaan dengan penuh sabar dan ikhlas. Di siang hari rabi’ah sibuk dengan pekerjaan yang dibebankan oleh tuannya dan dimalam harinya rabiah mengisi waktunya dengan beribadah. Tidak jarang rabi’ah mencurahkan isi hatinya sambil berlinang air matanya.
Berbagai cobaan dan ujian yang dialami rabi’ah namun ia semakin mendekatkan diri pada khaliq. Pada suatu ketika tuannya terbangun dan mendengar suara tangisan. Ia melihat rabi’ah sedang memanjatkan doa sambil bersujud. Selepas itu tuannya melihat lentera tanpa tali yang menggatung di atas Rabi’ah kemudian cahayanya menyinari seisi rumah. Melihat peristiwa tersebut tuannya langsung lari ke kamar dan keesokan harinya majikan datang pada rabiah dengan suara lemah lembut dan memberikan tawaran pembebasan untuk rabiah dan mempersilahkan jika mau tetap tingal bersamanya. Rabiah memilih untuk meninggalkan rumah tuannya.
Setelah mendapatkan kebebasan, Rabiah mengisi hidupnya di masjid masjid, ia selalu menjaga ibadah, berdzikir, berdoa, dan menjauhi duniawi. Ia hidup miskin dan menolak segala pemberian yang ada disekitarnya. bahkan dalam doanya beliau tidak meminta hal yang bersifat materi dari tuhan.
Mencintai dengan Dua Cinta, Cinta Karena Diriku dan Karena Dirimu
Mahabbah berasal dari kata bahasa arab yang artinya mencintai secara mendalam atau cinta yang mendalam sedangkan menurut istilah mahabbah berarti kecenderungan kepada sesuatu yang sedang berjalan, dengan tujuan untuk memperoleh kebutuhan yang bersifat material maupun spiritual contohnya kasih sayang ibu terhadap anaknya, seseorang yang kasmaran dll.
Mahabbah menurut Rabi’ah Al Adawiyah yaitu perasaan kemanusian yang sangat agung, sangat mulia, dan amat luhur. Cinta yang mengatasi hawa nafsu rendah, cinta yang dilandasi oleh iman yang tulus dan ikhlas sehingga mengangkat harkat dan martabat manusia menuju allah.
Dalam beberapa karya syair Rabi’ah menjelaskan tentang makna cinta salah satu syair tersebut berbunyi : (Aku mencintaimu dengan dua cinta, cinta kerena diriku dan cinta karena dirimu. Cinta karena diriku keadaanku senantiasa mengingatmu, Cinta karena dirimu adalah keadaanmu mengungkapkan tabir sehingga engkau kulihat. Baik untuk ini maupun itu pujian bukanlah untuk diriku. Bagimulah pujian untuk kesemuanya.)
Al Ghajali mengomentari syair di atas bahwa yang dimaksud cinta dan rindu rabiah adalah cinta kepada allah karena kebaikan dan karunianya. Oleh karena itu Rabiah telah memilih hidup zuhud selama hidupnya ia tidak pernah menikah, semua lamaran yang ingin meminangnya, ditolak, termasuk lamaran beberapa tokoh terkenal pada masa itu salah satunya amir Abbasiyah dari bashrah.
Akhir Hidup dan Warisan Berharga Rabi’ah
Tepat pada tahun 801 masehi Rabi’ah meninggal dan dimakamkan di kota kelahiranya yaitu di bashrah (irak). Ulama ulama mengatakan sepanjang masa hidup Rabiah, beliau tidak menginginkan apapun kecuali mematuhi perintah Allah.
Warisan yang beliau tinggalkan memang bukanlah materi berharga seperti emas, pehiasan dll. namun lebih dari itu semua, kebermanfaatan ilmu yang bisa kita contoh hingga sekarang dari seorang Rabiah Al Adawiyah kesungguhan dan keikhlasan beliau dalam beribadah yang disertai iman dan takwa yang kuat. Selain menambah iman dan takwa kepada yang maha kuasa, kerangka berpikir cinta rabiah kepada tuhan banyak diperbincangkan oleh setiap ulam pada zamannya. Sehinggan tidak heran Rabi’ah Al Adawiyah dikenal dunia sebagai wanita sufi yang membawa konsep mahabbah.
Editor: Ciqa
Gambar: Pexels
Comments