Mengenal Quarter Life Crisis
Generasi Z kelahiran 2000-an saat ini mulai masuk ke fase yang sering disebut dengan istilah quarter life crisis. Quarter life crisis atau krisis seperempat abad ini merupakan kondisi yang terjadi pada manusia yang mulai memasuki fase awal dewasa, juga dikenal sebagai tantangan usia muda atau krisis awal dewasa. Fase ini dianggap sebagai masa sulit, di mana seseorang mulai memikirkan berbagai hal seperti merencanakan karir dan masa depan, melihat teman sebaya sudah mencapai impiannya lebih dulu, membuat keputusan pribadi atau profesional untuk jangka panjang, menjalani hubungan serius untuk pertama kalinya, hidup mandiri, dan mengusahakan kebutuhan pribadi sendiri untuk pertama kalinya. Semua ini sering kali dibayangi oleh rasa takut akan risiko dan perubahan besar dalam hidup.
Berbagai hal yang dipikirkan di waktu yang hampir bersamaan ini dapat menyebabkan kebingungan dan kecemasan berlebih yang sering kita sebut overthinking. Akhir-akhir ini saya menyadari bahwa fase ini mulai saya lalui. Saya juga melihat teman-teman mulai sibuk dengan berbagai kehidupan pribadi, pendidikan, maupun dunia kerja yang harus dilalui sebagai bentuk tanggung jawab pribadi manusia yang memasuki fase dewasa. Ya, begitulah. Hidup itu sawang sinawang.
Cara Gen Z Menghadapi Quarter Life Crisis
Namun, di tengah-tengah hiruk pikuk fase quarter life crisis, para Gen Z selalu menyempatkan waktu untuk sekadar bertemu teman untuk life update atau melakukan hobi bersama, entah itu olahraga, jogging, nonton konser, movie time, atau sekadar nongkrong. Baru-baru ini, saya dan beberapa teman saya melakukan hal yang menyenangkan: nonton konser di weekday. Jarang sekali ada event konser yang diadakan di weekday atau hari kerja karena biasanya para event organizer memilih waktu weekend agar konser menjadi cara menikmati akhir pekan. Namun, salah satu kampus di Magelang memilih untuk mengadakan konser di Hari Rabu, yang notabene berada di tengah-tengah hari kerja. Entah apa alasan mereka mengadakan di weekday, namun ini menjadi pengalaman yang menarik.
Beberapa teman saya yang ikut nonton konser tersebut sudah tidak berstatus mahasiswa. Mereka adalah pekerja yang keesokan harinya harus kembali ke rutinitas bekerja. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang tetap memilih membeli tiket konser malam itu dan menikmatinya hingga selesai. Fenomena ini cukup jarang terjadi, dan saya mulai memahami bahwa, “Oh, ini cara orang-orang untuk mengambil jeda sejenak sebelum melanjutkan ke fase selanjutnya.”
Pentingnya Jeda untuk Recharge Energi
Hal yang dianggap remeh, receh, atau bahkan wasting money tersebut ternyata kadang perlu dilakukan sebagai bentuk jeda. Istirahat sejenak ini penting sebelum melanjutkan ke fase kehidupan selanjutnya yang harus dilalui. Terkadang, melakukan hobi menjadi salah satu cara untuk recharge energi agar lebih semangat dalam menghadapi hari-hari. Ketika diri kita ter-recharge dengan energi positif, maka hal ini dapat mendorong kita untuk memproduksi hal-hal positif, termasuk berpikir positif, mempersiapkan masa depan, dan menjalani tanggung jawab pekerjaan dengan baik.
Self–Reward sebagai Bentuk Apresiasi Diri
Kadang, hal ini juga disebut sebagai self–reward atau penghargaan untuk diri sendiri atas pencapaian tertentu yang sudah ditargetkan, seperti liburan singkat, membeli barang yang diidamkan, atau menikmati waktu santai di kafe favorit. Seperti kata Feast, “Aku tahu kamu hebat.” Jika kalimat ini dimaknai sebagai ucapan kepada diri sendiri, maka ia menjadi bentuk penghargaan atas berbagai hal yang sudah dilalui dan dicapai hingga bertahan sampai titik ini, bahkan untuk melangkah ke depan. Penghargaan diri ini bukan untuk membuat diri menjadi sombong, melainkan untuk mengingatkan bahwa kita mampu melewati berbagai rintangan di fase-fase kehidupan yang sudah dilalui. Ini juga menjadi penguat untuk menghadapi fase selanjutnya.
Editor: Pratama
Gambar: Instagram @crsl.concert
Comments