Salah kaprah tentang Madura itu banyak. Salah satu yang paling menjijikkan adalah salah kaprah tentang bahasa yang justru datangnya malah dari orang Maduranya sendiri. Nggak sedikit orang Madura, terutama kalangan remaja puber dan baru mengenal dunia luar, yang malu mengakui bahasa Maduranya di hadapan orang banyak. Ini kalian punya masalah apa, sih?

Bahasa Madura Dianggap Nggak Keren, katanya

Saat saya kuliah di Surabaya, saya bertemu dengan teman asal Madura yang juga kuliah di kampus yang sama. Ketika ketemu, saya tegurlah dengan bahasa Madura. Lalu, ia bilang kalau di kampus pakai bahasa Indonesia atau Jawa saja. Malu kalau pakai bahasa Madura. Lah, kenapa malu? Aneh sekali.

Katanya, bahasa Madura itu nggak keren. Nggak seperti bahasa Indonesia atau bahasa Jawa. Waduh. Anggapan sesat dari mana ini? Punya masalah apa ente dengan bahusa madura? Bagi saya, anggapan ini tentu keliru dan cenderung sesat yang justru diidap oleh generasi muda Maduranya sendiri. Ngelus dada saya prihatin. 

Padahal, bahasa Madura sama kerennya dengan bahasa Indonesia, bahasa Jawa, Sunda, Inggris, Jerman, Prancis, dsb. Saran saya, kalau ketemu teman lama yang sesama Madura, apalagi yang satu kampung, ya jangan sok-sok-an berubah gaya bahasa lah. Tetap pakai bahasai Madura saja, keles. Bahasa Madura itu keren polll. Saya yakin itu. Kalian juga harus gitu, hei, para remaja Madura!

Sok-sok-an Menggunakan Bahasa Jawa di Postingan Media Sosialnya, biar apa?

Saya nggak ada masalah apapun dengan bahasa Jawa. Bahasa Jawa juga keren. Saya justru bermasalah dengan remaja Madura yang sok berlogat dan ngomong bahasa Jawa di tongrongan Maduranya. Akhirnya, terbawa ke media sosialnya sampai ke caption, konten, dsb, malah seakan-akan menghilangkan identitas ke Maduraannya. Beres (sehat), bos? 

Belakangan, saya banyak menemui status-status WA kontak saya yang mayoritas orang Madura, remaja Madura terutama, saat bikin status sok pake bahasa Jawa. “Buko sek, lur”, “Sahur sek, rek”, “ancen urip iki …. dsb”. Terbaru dari status WA adik kelas saya yang curhat tentang hidupnya pakai bahasa Jawa begini “Minimal lek dadi wong lanang isok dicekel omongane plus janjine chuaks. Ojok omong gede tapi gak onok buktine. Isin, bro.” Ini yang bikin story remaja Madura, tinggal di Madura, dan sehari-hari ngomong dengan keluarganya menggunakan bahasa Madura.

Tapi, waktu di media sosal kok jadi pakai bahasa Jawa. Kan saya sebagai sesama orang Madura yang baca ngerasa aneh. Ada masalah apa ini orang kok sok-sok an pakai bahasa Jawa? Sekali lagi, saya nggak ada soal dengan bahasa Jawanya, karena saya pun sering menggunakannya saat menulis dalam porsi yang pas serta tetap paham konteks dan tetap bangga dengan ke Maduraan saya sendiri.

Sedangkan, banyak yang malah mulai nggak mengakui kemaduraannya dengan berlagak berbahasa Jawa dan berbahasa Indonesia di tempat-tempat dan dengan orang yang tidak tepat, seperti sesama orang Maduranya misalnya. Masak sesama Madura ngomongnya menggunakan bahasa yang nggak Madura. Kan ya, gimana ya. Biar apa, sih?

Parahnya, hal ini nggak hanya dilakukan oleh satu dua orang. Banyak orang. Paling tidak yang di kontak WA saya, terhitung puluhan orang yang sering saya jumpai sok-sok Jawa, padahal Madura tulen. Memang, Jawa bagus dan populer. Saya akui dan sekali lagi saya nggak masalah dengan itu. Tapi, bukan berarti ente nggak bangga jadi orang Madura kan, bro!

Kebanyakan yang Malu Malah dari Kalangan Terdidik

Herannya, yang malu mengakui diri sebagai orang Madura dan berbahasa Madura ini banyak dari kalangan yang justru terdidik, meskipun nggak semua. Misalnya, dari pengalaman saya ya teman kampus saya tadi. Nggak sedikit teman kampus saya yang sama-sama asal Madura, malu berdialog dengan bahasa Madura saat di kampus. Selain itu, anak-anak SMA. Paling tidak, yang kontak WA-nya saya simpan, itu sering sesama Madura, tapi caption-caption storynya kalau nggak keminggis (berbahasa inggris maksudnya) yaa sok-sok an Jowo. Kenapa? Malu sama bahasa Madura? Malu itu kalau ente nggak mengakui identitas asli kemaduraan ente sendiri, boss. 

Hal mengaggumkan malah banyak saya temui dari orang Madura, yang mohon maaf, tingkat pendidikannya mungkin rendah. Kalau saya ketemu cleaning service di Mall, pedagang sate Madura di jalan-jalan Surabaya, dan pedagang Tahu Tek yang berasal dari Madura, mereka nggak sedikit pun malu saat saya ajak ngobrol dengan bahasa Madura. Mereka justru merasa punya kawan satu etnis di perantauan. Harusnya memang begitu. Tapi, kok yang berpendidikan, mahasiswa, anak SMA, yang harusnya lebih ngerti keberagaman dan kebanggaan atas budayanya sendiri malah malu. Heran. Atobhettt, tretan! (bertaubatlah, saudara).

Saya Bangga Berlogat Madura!

Banyak orang Madura, sekali lagi kebanyakan anak mudanya, malu kalau punya logat Madura yang kental dari cara bicaranya. Ketika ketemu orang Jawa, tegur sapa dengan orang Jawa, terus karena kita ditengarai berlogat Madura, kita malah malu. Siapa yang begitu? Weh temen saya benyyak (banyak) yang begitu. Bahkan, tanpa malu mereka terang-terangan curhat ke saya dan ke medsosnya bahwa pengen belajar merubah logat ke-Maduraannya. Wihhh. Sekali lagi saya tanya, kalian punya masalah apa, sih? 

Kalau orang Jawa bangga dengan logat ke-Jawaannya. Orang Sunda bangga dengan logat ke-Sundaannya. Orang inggris bangga dengan aksen inggrisnya. Maka, harusnya orang Madura juga bangga dengan logat ke Maduraannya. Dan saya bangga dengan logat ke Maduraan saya. Beberapa kali saya ditegur, bukan untuk mempermalukan, bahwa logat dari bahasa Indonesia saya sangat Madura sekali. Justru saya bangga. Begitu pun saat berbahasa inggris, saya sering ditengarai berbahasa inggris dengan aksen Madura. Dan saya tetap bangga. Tak ada rasa malu sedikit pun. Justru semakin ditegur begitu, semakin banggalah saya. 

Apalagi, kebanggaan itu diperkuat oleh viralnya keberanian Prof. Mahfud MD saat berdebat di DPR dengan logat Maduranya. Membantah argumen, menerangkan bahasa latin tentang hukum, tapi tetap dengan logat Maduraannya yang khas. Makin banggalah saya.

Bahkan, beberapa teman saya yang dari luar Madura banyak yang ingin belajar tentang bahasa dan berbagai hal yang berkaitan dengan Madura. Lah, kok ini anak muda atau generasi penerus asli Maduranya. Terutama para remaja puber Madura, malah banyak yang malu sama bahasa, logat, dan berbagai hal yang berkaitan dengan Madura.

Nggak habis pikir saya. Kalau memang ada yang buruk dari Madura, sebagai generasi penerus Madura, ya diperbaiki. Kalau ada yang disalahpahami tentang Madura dari orang lain, ya diluruskan. Bukan malah malu dan mau menghapus identitas diri ke-Maduraannya. Wes, lok endhep (nggak ngerti lagi).

Editor: Assalimi

Gambar: Google