Ungkapan diam itu emas tampaknya tidak tepat dalam dunia pendidikan, yaitu pada kebijakannya. Kita sudah tahu bahwa presiden Joko Widodo, telah mengumumkan dan melantik para menterinya pada bulan Oktober 2019, yang artinya bahwa para pembantunya sudah melakukan pekerjaan-pekerjaannya selama delapan bulan. Namun, rasanya delapan bulan perjalanan di dunia pendidikan belum dapat dirasakan perubahan serta gebrakan dari menteri pendidikan, Nadiem Makarim.

Ekspektasi dari masyarakat sudah sangat antusias ketika mengetahui bahwa bos (entrepreneur) dari aplikasi online diangkat menjadi menteri yang menaungi pendidikan di Indonesia. Masyarakat sudah berharap bahwa Pak Menteri dapat melakukan perubahan dalam dunia pendidikan, tepatnya dapat membawa dunia pendidikan kedalam dunia yang berbasis teknologi melalui kebijakan-kebijakannya yang inovatif, seperti halnya mental entrepreneur yang mempunyai segala macam ide yang cemerlang dan mencerahkan.

Sebagai jebolan lulusan luar negeri dan memiliki mental entrepreneur tentunya Pak Nadiem Makarim bukanlah orang biasa. Pengalamannya dalam menimba dan menuntut ilmu di kampus ternama yang satu almamater dengan George Walker Bush, Harvard Business School, pastinya mempunyai pengalaman dalam melihat pendidikan di Amerika Serikat. Tapi ternyata pengalaman bertahun-tahun di dunia luar tidak bisa menjamin Nadiem Makarim memiliki kebijakan yang inovatif di pendidikan.

Nadiem Makarim dan Ahmad Dahlan

Saya bukan mau menyamakan Nadiem dengan pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan, tapi saya ingin mengingatkan kembali kesadaran sejarah kita bahwa dahulu kala ada seorang pejuang pendidikan dari Indonesia yang bisa mengubah dunia pendidikan di Indonesia dengan inovasinya yang luar biasa. Persamaan antara Nadiem dengan Ahmad Dahlan hanyalah dua. Pertama, sama-sama entrepreneur. Kedua, kini Nadiem mengurusi dunia pendidikan, sama halnya dengan Ahmad Dahlan. Tapi, ternyata semangat jiwa perubahannya tidak sama, sampai tulisan ini saya tulis, perubahan di dunia pendidikan yang dikendalikan oleh Nadiem tidak begitu signifikan.

Seperti halnya tulisan Robby Karman terhadap Ustaz Evie Effendi, secara personal saya dan Nadiem tidak memiliki masalah apapun, saya mengenal Nadiem hanya karena dia memiliki perusahaan startup yang menjanjikan untuk masyarakat Indonesia. Sedangkan Nadiem tidak mengenal saya. Saya hanyalah orang biasa yang ikut menikmati buah hasil karya Nadiem pada aplikasi yang dibuatnya.

Sehingga tulisan ini saya buat bukan karena saya benci Nadiem, melainkan saya cinta dengan Nadiem yang menginginkan Nadiem sebagai Menteri Pendidikan harus memiliki power yang lebih atas kekuasaannya. Jika Nadiem tidak memiliki power, lebih baik Nadiem mundur dari Menteri Pendidikan, dan hal ini pun lumrah di dunia entrepreneur jika CEOnya tidak dapat menguasai dan memahami kebutuhan dari usahanya.

Balik lagi dengan Ahmad Dahlan, sebagai pendiri Muhammadiyah, yang merupakan organisasi terbesar di dunia pendidikan maka Nadiem harus berani melihat serta belajar dari sejarah persyarikatan Muhammadiyah. Ahmad Dahlan melakukan perubahan di dunia pendidikan di Indonesia terilhami dari perjalanan dirinya yang menuntut ilmu di luar. Dan ini sama halnya dengan Pak Nadiem yang menuntut ilmu di luar yang seharusnya ketika diberikan mandat dari Presiden sebagai Menteri Pendidikan maka Nadiem harus berani mengubah pendidikan di Indonesia ke hal yang positif dengan segudang pengalamannya.

Diuji Corona

Empat bulan setelah pelantikan presiden dan menteri kabinet Indonesia Maju diuji dengan kehadiran Covid-19. Diantara dari dampak yang dihasilkan oleh Corona adalah pendidikan. Ketika diuji oleh Corona, Nadiem belum menunjukkan powernya sebagai Menteri Pendidikan. Ujian Nasional ditiadakan pada tahun ini pun bukan murni dari inovasi Nadiem, melainkan satu-dua hari sebelumnya Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) atas ide Abdul Mu’ti merekomendasikan Ujian Nasional ditiadakan.

Ujian lainnya atas kehadiran Corona adalah Nadiem harus dapat memastikan bahwa angka putus sekolah tidak boleh meningkat tajam. Kita tahu bahwa Corona menyebabkan banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaannya, pengusaha yang mengalami penurunan omzetnya, dan ada juga orangtuanya wafat karena Corona, sehingga para pelajar Indonesia dihadapkan pada putus sekolah atas kejadian ini.

Jika Nadiem tidak bisa mengantisipasi kenaikan angka putus sekolah ini, maka Nadiem akan dicatat oleh sejarah sebagai Menteri yang minim dengan inovasi dan gagal karena banyaknya kader bangsa yang tidak bisa menikmati pendidikan. Selain itu, pasca Corona pun Nadiem juga harus dapat menghadirkan cahaya pembaharu didunia pendidikan. Lebih baik dunia pendidikan berguncang karena cahaya inovasi daripada Menteri hanya berdiam diri tanpa melakukan tindakan. Teringat tulisan Jalaludin Rahmat yang menyebutkan ‘Cahaya matahari akan sangat menyakitkan bagi orang-orang yang terbiasa dengan kegelapan’. Salam sayang dari saya, semoga Pak Nadiem tidak diam.

Oleh: Muhammad Hanif Alusi, M.Si.