Pemilwa atau pemilihan mahasiswa merupakan sesuatu yang tidak asing lagi bagi para mahasiswa. Sebagian kampus menyebutnya dengan nama Pemira, yaitu singkatan dari ‘pemilihan mahasiswa raya’.

Ajang tersebut merupakan kontestasi politik untuk memperebutkan kursi kepemimpinan di DEMA (Dewan Eksekutif Mahasiswa), baik itu tingkat universitas, maupun tingkat fakultas, dan juga jurusan yang dikenal dengan nama himpunan mahasiswa jurusan (HMJ). Selain DEMA, juga ada pemilihan SEMA (Senat Mahasiswa), baik itu di tingkat universitas maupun fakultas.

Para kandidat calon ini berasal dari kader organisasi ekstra, dalam hal ini PMII, HMI, KAMMI, dan lain-lain. Jadi, organisasi tersebut mengusung kader mereka untuk maju dalam kontestasi Pemilwa. Terkadang antara organisasi ekstra yang satu dengan yang lainnya saling berkoalisi. Ada juga yang di tingkat fakultas mereka berkoalisi, namun di tingkat universitas menjadi lawan.

Pemilwa dan Politik Indonesia

Hal tersebut sama persis dengan perpolitikan Indonesia. Selain itu, juga jarang sekali calon yang berasal dari jalur independen. Sehingga tidak salah bahwa ada beberapa orang yang mengatakan bahwa Pemilwa ini adalah cerminan politik Indonesia.

Saya menjadi teringat dengan kata-kata Soe Hek Gie “Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi, dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik Saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh mahasiswa semacam tadi”.

Kata-kata tersebut ducapkan puluhan tahun yang lalu, namun masih relevan dengan kondisi mahasiswa sekarang. Tatkala senior merekrut mahasiswa baru untuk dijadikan kader, tak jarang mereka menjelek-jelekkan organisasi lain. Inilah yang tidak sehat, dan semestinya harus bersaing dengan cara yang benar.

Ketegangan atau tendensi Pemilwa ini sama dengan pemilu di Indonesia, saling serang, saling menjelak-jelekan, timbul ketegangan, dan gesekan. Seharusnya ajang Pemilwa ini adalah ajang untuk beradu visi dan misi, beradu progjam kerja ke depannya seperti apa. Siapapun yang menang harus mengayomi semua golongan, tanpa membedakannya. Jangan memetingkan kelompoknya, teman, golongannya sendiri. Karena, dengan demikianlah akan tercipta suatu demokrasi yang sehat.

Editor: Nirwansyah